D

106 15 0
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, Eliza dengan segala barang-barang nya yang sudah dia masukkan ke dalam tas. Siap untuk segera pulang.

Bahkan dia membereskan semuanya, setelah beberapa menit lalu selang infus dan tata bengek nya sudah dilepas.

Walaupun masih lemas, itu tak menyurutkan semangat Eliza yang ingin segera pulang. Lalu dimana para sahabatnya? Kenapa tidak membantu.

Jawabannya, mereka sedang menuntut ilmu. Awalnya mereka tadi menawarkan untuk bolos saja dan pergi ke rumah sakit untuk membantu Eliza beres-beres. Tapi dengan tegasnya, Eliza menolak niat baik mereka.

Bagi Eliza, ilmu nomor satu.

Tentang Arsen dan Laskar? Mereka juga berada di sekolah, Arsen yang berumur 8 tahun sekarang berada di kelas 4 SD. Sedangkan Laskar, dia satu tahun diatas Eliza yang berarti laki-laki itu masih berada dikelas 12 SMA.

Sebenarnya dia khawatir saat melihat Laskar akan membawa Arsen pulang, dia tak ingin Arsen ditelantarkan oleh kedua orangtuanya seperti sebagaimana kakaknya diperlakukan.

Mereka lebih memanjakan anak kedua mereka, Arsean. Sedangkan anak pertama, Deantara meninggal karena menyelamatkan Eliza dari kecelakaan.

Itu yang membuat kedua orangtua Eliza membenci Eliza asli, pasalnya para orangtuanya itu. Lebih mengutamakan sang pewaris perusahaan mereka dari pada anak-anak yang lain, karena mereka mengibaratkan anak-anak yang lainnya seperti benalu. Hanya bisa hidup menumpang.

Awalnya Arsean juga sama seperti Eliza dan Arsen, sama-sama diperlakukan tak adil. Tapi karena Deantara, kakak mereka tak begitu egois. Melihat adik-adik ditelantarkan oleh kedua orang tuanya, membuat Deantara berusaha semaksimal mungkin menjadi sosok kakak yang baik. Berharap perilaku bisa membuat tiga adiknya merasakan yang namanya kasih sayang orangtua.

Mengingat hal itu lagi, Eliza benar-benar ingin mengumpat didepan kedua orangtuanya Eliza yang asli. Seberapa tidak becusnya mereka sebagai orang tua.

Jadi, sepulang dari rumah sakit. Mereka akan tinggal dirumah sehari, mereka siapa? Tentu saja Eliza dan Arsen. Eliza tak akan membiarkan Arsen tumbuh tanpa didikkan orangtua!

Selepas pulang, Eliza benar-benar akan membuang waktu istirahat nya untuk pergi mencari sebuah apartemen. Yah walaupun kecil, itu sangat nyaman jika hanya ditempati dua orang.

Kenapa tidak yang mewah? Pertama Eliza belum benar-benar memiliki uang sebanyak itu, kedua dia malas jika harus membersihkan ruangan yang lebih besar dari tempat tidurnya.

Melirik jam, ternyata sudah jam 10. Eliza mengambil tas gendong yang sedikit mengembung, lalu mengendong nya di punggung. Hanya itu, tidak lebih. Lagipula keperluan Eliza hanya sedikit jika dirumah sakit, selain dibatasi Eliza juga tak ingin repot membawa banyak barang saat pulang.

Tapi saat tangannya terulur untuk membuka pintu, gagang pintu sudah bergerak. Pertanda bahwa ada yang lebih dulu membukanya dari luar.

Eliza mundur beberapa langkah, dipikiran sekarang. Dia menebak-nebak siapa yang akan masuk ke ruang rawat inap yang akan dia tinggalkan.

Tak selang berapa lama, pintu terbuka. Menampilkan seorang pria dengan Jas putih khas dokter, oh jangan lupakan Sneli yang tergantung dileher sang dokter.

"Loh dokter Arga?" Panggil Eliza refleks saat tau siapa yang membuka pintu.

Dokter Arga hanya menampilkan senyum hangatnya, dia langsung menatap ke sekitar ruangan dengan dahi mengeryit.
"Kamu mau pulang sekarang, Eliza?" Tanya dokter Arga yang langsung diangguki Eliza.

"Iya dok, soalnya habis dari sini. Saya mau cari apartemen." Jawab Eliza seadanya.

Dokter Arga langsung menatap Eliza.
"Cari apartemen? Bukannya kamu tinggal di rumah orang tua kamu?" Tanya dokter Arga lagi.

Mendengar itu, Eliza mengangguk.
"Iya dok, tapi saya mau tinggal sendiri aja. Mau belajar mandiri, siapa tau kan saya jadi istrinya Dokter Arga." Canda Eliza sambil tertawa kecil.

Tapi jawaban dokter Arga membuat tawa Eliza menjadi senyum kaku.

"Oke."

"Hah?"

Dahi dokter Arga mengeryit.
"Loh katanya mau jadi istri saya?" Tanya dengan wajah lempeng.

Mendengar itu, Eliza langsung mengerjab pelan. Dia bingung ingin bereaksi bagaimana, jelas-jelas dia hanya becanda. Dia tidak tau bahwa dokter muda ini malah menganggap serius ucapannya.

Dokter Arga yang melihat wajah kaku Eliza langsung tertawa pelan.
"Saya becanda Eliza, dan tentang apartemen. Saya punya beberapa referensi, jika boleh tau. Bagaimana apartemen yang kamu ingin kan?"

Eliza langsung menghela nafas lega dengan pelan, dia menatap Dokter Arga lagi sembari menggeleng.
"Tidak usah dok, saya bisa mencarinya sendiri." Tapi Dokter Arga tetap memaksa, dia berkata Eliza masih membutuhkan istirahat karena sebenarnya gadis itu harus pulang sebulan lagi atau tidak sedikitnya seminggu lagi. Tapi pasien keras kepalanya itu malah meminta pulang sekarang, jadi apa boleh buat.

"Baik kalo dokter memaksa, sebenarnya saya ingin apartemen yang bisa ditempati dua orang dan lebih bagusnya itu jika dekat dengan SMA Mandala." Jelas Eliza yang langsung diangguki Dokter Arga beberapa kali seakan sedang berpikir.

"Kayaknya ada, boleh minta nomornya? Siapa tau saya menemukan nya dan kamu benar-benar mau menjadi istri saya?" Goda dokter Arga jahil di akhir ucapannya.

Berbeda dengan respon Eliza, tidak ada malu-malu. Dia malah menggaruk pipinya yang tak gatal dengan sebal.
"Dok saya cuma bercanda loh."

Dokter Arga hanya terkekeh geli.
"Iya saya tau, jadi boleh minta nomornya?" Pinta dokter Arga yang langsung Eliza angguki.

Dia membuka ponselnya, lalu membuka kode QR.

Setelah itu dia mendekatkan ponselnya ke ponsel mahal dokter Arga dan dokter Arga segera menscan nya.

"Sudah." Ucap Eliza yang diangguki Dokter muda itu.

"Mau saya antarkan Eliza?" Tawar dokter Arga yang langsung ditolak Eliza, dia merasa tak enak. Sudah menyusahkan dokter Arga dengan mencarikan apartemen untuknya.

"Oke kalo begitu, saya pesankan taksi online dan saya tidak terima penolakan." Ucapnya saat melihat Eliza hendak kembali menolak.

Mendengar itu, Eliza hanya mengangguk mengiyakan dengan senyum manis yang dipaksakan.
"Baik terima kasih dokter keras kepala." Ucap Eliza dengan nada sedikit sebal.

Dokter Arga terkekeh saat mendengarkan kata 'dokter keras kepala'
"Loh padahal yang keras kepala kamu, harusnya kamu itu pulang seminggu atau tidak sebulan lagi." Beritahu Dokter Arga yang membuat Eliza mengangguk mengiyakan dengan pasrah.

"Iya dok iya."

"Beritahu jika sudah sampai rumah." Ucap dokter Arga saat Eliza memasuki mobil.

Beberapa menit tadi mengobrol dengan dokter Arga, Eliza jadi tahu bahwa dokter muda satu ini adalah jenis laki-laki cerewet.

"Iya dok kalo gak lupa." Jawab Eliza sambil terkekeh sebelum taksi itu membawanya pulang kerumah terakhir Eliza.

.

Rumah besar dengan dua tingkat, itu yang Eliza lihat saat baru saja turun dari taksi.

Sambil menggendong tasnya, Eliza mendekat ke gerbang. Dia menekan bel tiga kali sebelum kembali menunggu didepan gerbang.

Tak selang beberapa lama, gerbang terbuka. Seorang pria paruh baya dengan kepala botak langsung menatap kaget kearah Eliza.

"Loh non Eliza?" Panggil nya reflek.

Dia mendekat kearah Eliza.
"Ini beneran non Eliza?" Tanya nya lagi.

Eliza mengangguk sambil tersenyum ramah.
"Iya Mang Danu, ini Eliza." Eliza kenal dia, mungkin jika diibaratkan. Dia adalah salah satu orang yang bersikap baik kepada Eliza asli, kenangan Eliza yang dilarang masuk ke dalam rumah jika melewati jam yang dibatasi sang kakak kedua.

Kenapa orang tuanya tidak melarang? Heh apa yanh bisa diharapkan dari dua orang yang hanya memikirkan perusahaan dan pewarisnya saja? Apa mereka lupa jika bisa saja anak kedua mereka mati seperti anak pertama mereka?

Memikirkan itu, tak bisa membuat Eliza menahan senyum lebar yang nampak creppy Dimata mang Danu.

"Non, non Eliza!" Suara mang Danu meninggi saat ,

Dangerous GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang