Makin lama makin nyeleneh saja

252 28 1
                                    

"Emang kapan sih lombanya?"

"Gak tau, gak banyak informasi soal waktunya. Gua baca di artikel kan dua bulan lagi, tapi katanya salah. Gak tau yang benernya kapan."

Mingi baru selesai dengan seluruh pelajarannya, tengah nyaman berjalan meninggalkan ruang kelas bersama Yunho di sampingnya. Sedikit obrolan ringan pasal jadwal olimpiade yang ternyata masih belum tentu, ikut mereka bawa, setelah tak sengaja seorang murid di kelas menyinggung pasal hal tersebut.

"Kayaknya gak lama lagi, mungkin?" argumen Yunho sembari menutup ritsleting tas, setelah mengambil sebatang cokelat dari dalamnya. "Gua ada denger kakak kelas ngomong soal peserta lomba. Katanya udah mulai dipilih-pilih sama gurunya."

"Oh, ditentuin guru? Kirain bakal ada tes gitu, buat yang pengen nyalonin."

"Kalau bener itu juga. Ish, padahal pengen ikut," rengut Yunho, kesal tak memiliki kesempatan ikut olimpiade fisika tahun ini, karena ketentuan umur peserta. "Eh tapi matematika katanya bisa yang masih di bawah tujuh belas tahun juga. Lu mau ikut?"

"Gak tau, gua ikut guru aja. Lagian kalau dipikir-pikir, bisa-bisa keteteran lawannya gede-gede semua."

"Sejak kapan lu takut sama lawan yang lebih tua?" cibir Yunho, bermaksud menyemangati. Ia tahu betul minat dan bakat sahabatnya ini. Sudah jelas Mingi tak akan melewatkan kesempatan ini dengan mudah. Namun, ucapan Mingi barusan ada benarnya juga. Ia masih murid tahun pertama di sekolah ini, sementara olimpiade, diadakan untuk para murid di atas kelas dua. Mungkin rata-rata juga diikuti murid kelas akhir. Tak aneh juga Mingi sedikit khawatir.

Sejujurnya, Mingi mau-mau saja jika ia ikut olimpiade. Namun, untuk kali ini, sepertinya ia tak akan terlalu mengikuti keinginannya tersebut. Ia punya urusan pribadi yang menurutnya jauh lebih penting dari semua penghargaan atau popularitas dirinya jika ikut olimpiade. Memenangkan hati Yunho. Memikirkannya saja membuat Mingi tiba-tiba tersenyum.

"Kenapa sih?" tanya Yunho, sadar dengan perubahan raut wajah Mingi.

"Enggak, baru inget kemarin San baru ketiban butter cream."

Yunho terenyak, sontak mengingat kembali kejadian malam tadi, ketika dirinya tak sengaja menginjak kue yang diberikan seorang rahasia. Ia baru akan menceritakannya pada Mingi, sebelum dirasa hal itu tak perlu. Mingi juga tak akan tahu sepertinya. Dan hal seperti ini, mungkin saja malah membuatnya lebih jatuh dalam rasa malu dengan Mingi yang menertawakannya habis-habisan.

"Cang, gu—"

"Ah anjir kesel gua!"

Mingi terperanjat melihat Yeosang yang baru keluar dari kelas dengan muka masam, hampir melempar tasnya geram. Ia melirik Yunho, bermaksud meminta opini akan apa yang tengah terjadi dengan sahabatnya ini.

"Kenapa sih?"

"Gua gak diizinin nyalonin diri buat olimpiade sekarang. Hih! Gak tahu aja mereka, Kang Yeosang itu siapa. Sini, gua tabok pake talenan dulu biar gak seenak jidat bilang gua gak mampu."

Ternyata masalah mereka sama saja. Sepertinya ini, tak enaknya jadi murid penggila lomba sains yang masih terjebak di tahun pertama sekolah. Hampir tak ada yang melirik. Baik Mingi, Yunho, maupun Yeosang, ketiganya sama-sama ada di posisi yang susah.

"Tapi kimia emang dipegang kelas tiga, sih. Jadi kalau iya pun lu udah tujuh belas tahun, masih gak bisa juga kayaknya," jelas Yunho, berusaha membuat Yeosang lebih tenang.

"Hilih, sialan aturannya!"

"Ya udahlah, yuk balik!"

Mereka pergi meninggalkan bangunan, hendak pulang ke rumah masing-masing, kecuali untuk Mingi. Tepat di perempatannya, ia memang mengambil jalur yang sama dengan rumahnya. Namun, tidak langsung pergi ke bangunan mewahnya tersebut. Ia mampir ke sebuah supermarket, lalu membeli puluhan bungkus kertas origami ukuran sedang, serta beberapa makanan ringan yang niatnya ingin ia makan guna menemani pekerjaannya.

Goofy Goober 🍰 YunGi [⏹]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang