Hema, ini bagian ke dua-belas.

135 38 0
                                    

Melupakan Shea termasuk dalam list yang akan kulakukan dalam satu minggu terakhir ini.

Tenanglah semuanya.

Aku juga tahu bahwa diriku sudah dibuang oleh Shea semenjak dia dengan tidak berperasaan mencampakkan aku di depan semuanya (maafkan aku apabila ini terdengar terlalu dramatis), namun senin pagi kali ini cukup membuat satu sekolah diguncangkan oleh kabar baik sekaligus kabar buruk.

Kabar baiknya, Shea maupun Dirga terlihat hilang dari peredaran selama satu minggu. Tidak adanya kabar sekalipun mengenai keduanya cukup banyak membuat asumsi dan rumor yang kembali beredar, Shea hamil dan terpaksa putus sekolah atau Dirga yang akan menikahi Shea adalah hal terkonyol yang kudengar.

Namun diam-diam juga berharap itu berita yang tidak benar.

Berita buruknya, datangnya para aparat kepolisian di sekolah, berbondong-bondong mencapai ruang kepala sekolah juga guru dan mulai memberikan pertanyaan pada tiap murid yang berpapasan dengan mereka. Awalnya kupikir hanyalah sidak dadakan yang biasa dilakukan oleh pemerintah daerah, namun diiringi pernyataan yang membuat baik aku juga yang lain terdiam tak percaya karenanya.

"Saudari Sheanna Kathleen dinyatakan menghilang semenjak Sabtu, 15 Juni 2018 dini hari di kediamannya. Diharap yang memiliki kontak maupun sempat bertemu dengannya agar segera mengabari kami demi membantu jalannya penyelidikan, terima kasih."

Shea, menghilang? Hal itu cukup menjadi pertanyaan yang memenuhi kepala yang lain, dan termasuk kepalaku yang dibuat bingung sekaligus panik karenanya.

Benar sekali, tanggal Shea menghilang adalah tanggal yang sama dimana terakhir kali bertemu di lapangan waktu itu. Dan menjadi terakhir kalinya kami bertemu, setelah itu Shea menghilang entah kemana tanpa kabar sedikitpun. Tidak pula aku mengharapkan kabar darinya, kalian mengerti maksudku bukan?

Namun tetap mencuri perhatian kami, karena baru seminggu baru diselenggarakan penyelidikan di sekolah. Namun beberapa orang bilang dikarenakan baik orang tua Shea tidak mau terdengar hingga di luar, menjadikan awalnya hanya beberapa orang terdekat yang diminta keterangan lebih dulu.

Di ruangan bimbingan konseling; yang mendadak jadi ruang interogasi, aku maupun Raiden dikatakan sebagai saksi karena sempat berteman dan melakukan kontak bersama Shea di lapangan waktu itu. Herannya kami dinyatakan dekat, tapi tidak tahu menahu bahwa Shea telah hilang selama seminggu. Aku sih bersedia saja menjawab beberapa pertanyaan, berbeda dengan Raiden yang sudah mendesah kesal karena waktunya terbuang percuma.

"Maaf-maaf nih, pak. Saya aja ngga sempet ngobrol sama anaknya, kenal aja kaga!" seru Raiden penuh dengki tiap katanya, kurasa dia benar-benar sudah muak dikaitkan dengan perempuan itu.

Polisi bagian penyidik tersebut mengaruk kepalanya gatal, bosan juga mungkin mendapat jawaban tak berarti dari Raiden yang sudah keburu emosi duluan.

Berpindah padaku, polisi tersebut mengeratkan genggamannya pada note di tangan.

"Yang kita bilang benar kok, pak. Kita berdua ngga ada kontak terakhir kali sama Shea selain di lapangan tempo lalu."

"Lu doang, gua kaga!" protes Raiden dengan tangan terlipat di depan dada, aku hanya berusaha menyakinkan dua polisi di depanku dengan senyum serta ringisan di bibirku.

Polisi tersebut berpandangan satu sama lain, mungkin cukup mendapat jawaban dari kami. Setelah itu, kami dipersilahkan keluar membuat cibiran dan rengut kesal dari Raiden makin menjadi.

"Yang lain aja cuman ditanyain doang, ini kita sampe dimasukin ke ruangan interogasi apalah, gila memang! Berasa kita penculiknya, penculik juga ogah kali." cecar Raiden sambil meraih kotak rokok dari sakunya, sebelum ia sempat membukanya aku keburu mengambilnya dan menyembunyikannya kembali di dalam kantong celana. Bodoh sekali, ini kan di sekolah!

Berlari Tanpa Kaki | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang