2.2

2K 209 9
                                    

PART 2.2

"Untuk kejadian tadi pagi, saya minta maaf ya, Rasya."

"Eh? Jangan minta maaf, Mbak, bukan salah lo juga kok."

"Dan saya sekali lagi minta maaf karena lupa menyimpan nomor kamu di kontak saya."

"Tenang, Mbak ... buat gue wanita akan selalu benar, apalagi ceweknya itu elo," gombalnya cekikikan di seberang sana. "Duh ... kok gue yang ngegombal gue juga yang deg-degan ya? Murahan banget emang nih hati."

"Gak apa-apa, selama gak ada yang menyakiti."

"Lo curhat, Mbak?" ledeknya. Lihatkan, ada saja jawaban lelaki itu. "Udahlah, lupain aja, Mbak, nanti juga ada yang baru."

"Siapa yang kamu maksud?"

"Uang gajian lo, kan?"

Sungguh, tanpa sadar tawa geli keluar dari bibirku, yang tak lama aku tahan dengan telapak tangan agar tidak tergelak keras.

"Jangan ditahan, Mbak, keluarin aja. Suara tawa lo tuh renyah kayak kerupuk kulit yang digigit, kres-kres ...."

Aku menggeleng lucu. "Kamu memang gak pernah serius ya, Rasya?"

"Waduh ... udah ditanyain serius aja. Tunggu, Mbak, gue nabung dulu ya, nanti baru deh gue seriusin kalo uangnya udah kekumpul."

Bibirku langsung terlipat geli. "Kamu selalu seperti ini sama setiap perempuan?"

"Ya enggak lah. Cuma sama lo gue begini. Elo kan spesial kayak Mie ABS." Aku menahan tawaku untuk tidak tergelak. "Mungkin ini efek karena gue lagi ngobrol sama lo kali ya, Mbak? Bawaannya mau ngegombal mulu," kelakarnya yang membuatku terkekeh kecil di sini.

Sekarang rasa nyeri di kepalaku sedikit mereda. Tumben sekali, biasanya aku harus tertidur sebentar untuk mengurangi rasa sakit itu.

"Ngomong-ngomong, karena lo udah nebak gue tadi. Lo bisa dapet satu hadiah dari gue, Mbak." Rasya kembali berujar yang membuat aku mengernyit dengan kedua alis tertaut.

"Hadiah?" tanyaku. "Kamu bener-bener penipu ya?" Lalu meledeknya. Jujur aku belum pernah melakukan itu pada lelaki manapun, sekali pun itu Arya.

Rasya di seberang sana meringis. "Duh ... susah emang kalo punya suara serak-serak seksi gini, pasti dibilang penipu," ujarnya jemawa. "Tapi tenang, Mbak, gue gak akan nipu hati lo kok, gue akan menjaganya sepenuh hati, aseekkk," selorohnya yang membuatku menggeleng tak habis pikir.

Apa sih yang dimakan anak ini tadi pagi? Kenapa selalu penuh canda dan terdengar lepas, Rasya seperti tidak mengenal lelah.

"Eh, tapi gimana nih ... lo mau gak hadiah dari gue?" sahutnya lagi.

"Saya gak minat."

"Yakin?"

Aku terkekeh dengan anggukan kepala samar, seolah dia bisa melihat itu. Tapi mendadak aku jadi penasaran, hadiah apa yang akan Rasya berikan kalau aku menerimanya? Rasya ini unik, membuat aku benar-benar penasaran dengannya.

"Coba lo pikir-pikir dulu, Mbak ... tawaran kayak gini gak akan datang dua kali loh," desaknya. "Yaaa tapi karena itu elo, mungkin bakalan ada yang ketiga, keempat, kelima, mungkin sampe seterusnya sampe elo setuju."

Aku sontak kembali tertawa, namun tanpa suara karena tidak ingin Rasya mendengar itu. Betapa lucu dan luwesnya lelaki yang sedang berbincang denganku ini.

"Memang ... kalo saya boleh tau, hadiahnya apa?" tanyaku.

Lalu dia tergelak geli di ujung sana. Pasti sedang meledekku.

APPEALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang