4.1

1.6K 176 9
                                    

PART 4.1

Nyatanya aku salah, urusanku dan Rasya tidak sampai di sini saja. Beberapa menit yang lalu, orang bengkel yang merupakan teman Rasya menghubungi lelaki itu dan mengatakan kalau spion mobil Arya belum bisa diperbaiki hari ini karena waktu yang tidak cukup.

Aku tidak mungkin memprotes, jelas aku bukan Arya. Aku hanya bisa mengangguk pasrah dan mengatakan tidak apa-apa saat Rasya terus menerus meminta maaf padaku. Lagi pula, semua di luar kendalinya kan? Tidak masalah untukku.

"Kalo gitu lo pulangnya gue anterin aja ya, Mbak?"

Aku langsung menggeleng menolak tawaran Rasya. Tidak, aku tidak ingin menyusahkan bocah itu lagi. Apalagi kini langit sudah mulai menggelap, aku masih bisa menggunakan taksi untuk pulang.

"Nggak usah, saya naik taksi aja."

"Tanggung jawab gue belom selesai, Mbak, sebelum mobil laki lo bener."

"Nggak masalah, Rasya." Aku tersenyum menenangkan. "Tanggung jawab kamu hanya sebatas mobil, bukan di saya."

"Tetep aja, Mbak, gue gak bisa ngebiarin lo pulang sendirian," kekeuhnya. "Kalo lo gak mau naik motor, naik taksi gue temenin deh."

Aku mengerutkan kening ketika mendengar penuturannya. "Bukan karena saya gak mau naik motor, Rasya." Aku tahu pasti ia menganggap aku menolaknya karena tidak ingin menaiki motor. "Tapi saya gak mau nyusahin kamu."

"Lo gak nyusahin kok, serius deh. Kalo lo nolak, gue malah yang gak enak, Mbak," ujarnya lesuh sambil melipat bibir dan mengedipkan mata polos.

Oh, dia bersikap menggemaskan hanya untuk membujukku. Baiklah, aku cukup terhibur dengan sikap manjanya itu.

"Ya ... ya ... mau ya?" pintanya lagi setengah memaksa.

Hanya untuk malam ini. Setelah mobil Arya selesai diperbaiki, aku rasa kami tidak akan bertemu lagi.

Aku mengangguk lalu mengulas senyum tipis. "Hm, ya udah."

"Yes ...." dia berseru kegirangan.

Menghabiskan waktu beberapa jam bersama Rasya, membuatku perlahan merasa akrab dengan suara pekikan riangnya, senyum lebarnya, dan kekonyolan yang ia buat.

Bersama Rasya, aku seperti masuk ke dalam dunia lain yang sebelumnya tidak pernah aku temui. Pun, aku seperti tidak mengenal diriku sendiri.

Aku tersenyum, aku tertawa, bahkan aku sempat beberapa kali meledeknya. Kami bercanda.

Bagi orang-orang yang mengenalku, hal seperti itu bukanlah sesuatu yang menggambarkan diriku. Aku terkesan cuek dan dingin dengan orang sekitar, bahkan saat tersenyum saja aku masih terlihat sinis.

"Ayo, Mbak. Nanti keburu makin malam."

Suara Rasya yang menyadarkan membuatku sedikit terhenyak. Aku mengangguk, menanggapi ajakan lelaki itu. Pada akhirnya, kami kembali menaiki Jali untuk melanjutkan perjalanan kami menuju apartemenku.

Selama di perjalanan, beberapa kali aku memejamkan mata saat wajahku tersapu angin malam, udara terasa dingin dan beberapa lampu jalanan yang menyala di pinggir jalan tak pernah aku lihat secantik ini. Gedung pencakar langit yang menjulang tinggi juga tampak indah.

Pertama kalinya aku menaiki motor pada malam hari, ternyata seru dan menegangkan.

"Mbak?"

"Iya?" Aku membuka kelopak mataku, lalu tatap kami bertemu dari dalam kaca spion.

"Lo suka?"

Aku mengangguk dan tersenyum. "Seru."

"Baru pertama kali ya?" tebaknya, dan ya ... itu memang benar. Hanya saja aku terlalu malu untuk mengakui.

APPEALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang