Aydel Ningsih

11 4 1
                                    

Semenjak hari dimana aku mengetahui Aydel juga menyukai Daniel, aku perlahan mundur. Aku tidak ingin apa yang sudah aku bangun dari awal hancur begitu saja hanya karena hal tidak penting seperti ini. Meskipun aku mengiyakan permintaan Aydel untuk bersaing secara sehat demi mendapatkan Daniel. Aku tidak bisa menolak permintaan Aydel. Aku tidak ingin dia berpikir negative tentangku.

Selama hampir 1,5 tahun aku mengenalnya, Aydel sosok yang sangat baik kepadaku. Disaat orang lain datang ketika butuh dan pergi begitu saja, Aydel tetap disampingku. Dia adalah support system terbaik yang pernah ku punya setelah keluargaku. Bahkan disaat aku melakukan kesalahan dia tidak pernah menyalahkanku. Dia malah memintaku untuk tidak melakukan hal yang sama lagi kedepannya dan orang yang memelukku dengan erat ketika aku merasa dunia tidak adil kepadaku. Aku sangat menyayanginya. Del, aku kangen. Kangen jajan molen sama kacang rebus, kangen pulang bareng, kangen selfie ga jelas, kangen semuanya.

Ketika kami dikelas 2 SMP, ada pertukaran teman sekelas. Jadi setiap siswa ditukar dan ditempatkan dikelas yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Sepertinya semesta mengetahui aku membutuhkan Aydel disampingku karena itu kami tetap sekelas. Dari pertengahan kelas 1, aku sebangku dengan Aydel. Lagipula kami sebagai sekretaris dan bendahara waktu itu, jadi ini lebih memudahkan tugas kami maka itu kami diperkenankan untuk duduk sebangku. Pernah suatu waktu, dimata pelajaran penjaskes.

"kamu rumahnya dimana?" tanya guruku kepadaku

"saya di jl.semesta pak." Jawabku.

"kamu?" tanya guruku kepada Aydel.

"sama pak." Jawab Aydel singkat.

"ya ampun, udah rumahnya deketan, sekelas, sebangku pula. Jangan-jangan adek kakak kalian ni" ucap guruku dengan heran.

"hahaha gak kok pak beda rumah, gak kakak adek juga." Jawab Aydel lagi.

Di dalam kelas, aku dinobatkan sebagai kakaknya Aydel. Ini dikarenakan aku tidak pernah membiarkan siapapun menyentuh Aydel. Kami selalu bareng kemanapun kami pergi. Jika ada yang berani menyentuhnya atau mencari masalah, akulah yang maju paling depan.

Dari kelasku hampir semuanya adalah siswa dari kelas lain. Aku adalah siswa dari kelas VIII-1, dimana kelasku adalah yang paling unggul. Dengan aku yang berada diperingkat pertama. Bukan hanya dikelas, tetapi juga menjadi juara umum dari setiap kelas ketika kelas VII. Sedangkan Aydel, berada di peringkat kedua dikelas. Meskipun bersahabat, untuk urusan pelajaran kami adalah siswa yang ambis. Tapi tidak menjadikan rasa ambis ini untuk menjatuhkan satu dengan yang lain.

Selama duduk dibangku kelas 2, aku dan Aydel adalah kepercayaan guru bahasa Indonesia. Dimana beliau juga merangkap sebagai penanggung jawab perpustakaan dan kebetulan kelas kami bersebelahan dengan perpustakaan. Menurut beliau, kami bisa diandalkan dengan baik. Makanya tidak jarang, kami dipercaya untuk mengatur perpustakaan dengan arahan dari beliau dan penjaga perpustakaan.

"tolong panggilkan Merkurius dan Aydel untuk ke perpus." Perintah beliau kepada salah satu temanku.

"baik bu" jawab temanku. Temanku bergegas menuju kelas untuk memanggil kami.

" Mer, Del, dipanggil bu Ratna. Suruh ke perpus." Ucapnya.

"ooke" jawab kami serentak. Kami meninggalkan kelas dan pergi ke perpustakaan.

"iya bu?" tanyaku kepada bu Ratna. Saat itu jam kosong dikelasku, sehingga tidak masalah jika kami keluar kelas.

"ibu minta tolong untuk bantuin bu Tari ya, ngatur perpus ini. Udah berantakan." Pinta bu Ratna.

"baik bu" sahut Aydel.

Kami mulai membersihkan dan mengatur perpustakaan bersama dengan bu Tari. Memakan waktu kurang lebih 1 jam untuk membereskan semuanya. Ketika semua sudah selesai kami kembali ke kelas. Tapi sebelum kembali ke kelas, bu Ratna menawarkan kami untuk makan bersama dikantin. Kami menolak. Kami menganggap ini bentuk bakti kami kepada sekolah. Anjaaii. Jadi kami memutuskan untuk ke kelas dan deep talk. Anjaiii.

Merkurius & BentalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang