Bibir Ali yang pucat dan tipis mulai menyelusuri leher wanita itu. Tangannya sudah mendekap wanita itu menahannya untuk tak jatuh. Mata hitamnya menatap setiap inci kulit putih itu. Wanita itu mulai sedikit menikmati permainan pria yang ada dihadapannya. Mata hazelnya bertemu dengan mata hitam yang menunjukan kesedihan itu. Wanita itu tahu bahwa pria ini sedang memikul sesuatu yang berat, ekspresi kesedihannya tak bisa menyembunyikan itu. Wanita itu berusahan untuk membuat pria yang berada dihadapannya itu melupakan kesedihan yang terpendam itu. Berusaha untuk menikmati sentuhan menjijkan dari pria yang ia benci.
Wanita itu membenci pria itu, namun tetap saja rasa hutang budi yang besar membuat wanita itu terpaksa menikmati sentuhan-sentuhan menjijikan dan hina itu. Mencoba untuk menleyapkan rasa kebencian itu.
Pria itu masih menyelusuri kulitnya yang putih, mencoba untuk menikmati hubungan mereka yang gelap namun memabukan. Bibir pucat itu mengecup setiap incinya mencoba menikmati ciuman itu wanita yang berada dihadapannya hanya mendesah sesekali. Mencoba memancing pria itu untuk melakukan lebih dan lebih.
Tangan mungil wanita itu mulai menyelusuri punggung pria yang keras dan menggosoknya perlahan dan mendekatkan tubuhnya semakin dekat dengan pria itu. Tangannya yang mungil dan lentik mulai menyentuh rambut hitam milik pria yang berada dihadapannya. Menariknya dengan perlahan kebelakang, membuat Ia harus mengakiri ciumannya di leher itu. Tanda kemerahan mulai muncul dileher itu akibat ulah sang pria. Mata hitamnya menatap dengan tak percaya karena wanita itu menarik rambutnya kebelakang. Menyentuh dagunya dengan kedua tangannya menariknya keatas agar wajah mereka bertemu.
"Ali," suara lembut yang merdu itu. Pria itu selalu menantikan panggilan itu bahkan kalau hubungan mereka berakhir sekalipun.
"Ya, Prilly?" nada tanya dalam suara pria itu membuat wanita itu tersenyum mendengarkannya.
"Malam ini. Hanya milikmu dan aku," serunya mengukir senyuman tipis di bibirnya yang merah.
"Benarkah?" seru pria itu senang, menatap mata hazelnya dengan dalam.
Anggukan kecil dari sang wanita menandakan bahwa ia setuju. Pria itu tersenyum kecil. "Aku akan ulang tahun, Prilly."
Raut ekspresi terkejut mulai muncul di manic wajahnya yang cantik. "Sekarang tanggal 25 mei bukan? Tanggal lima juni, aku akan berulang tahun," ucapnya memandang wajah wanita yang berada diatas tubuhnya sekarang.
"Itu masih lama, Ali. Namun, kau mengharapkan hadiah sekarang dariku?" tanya wanita itu dengan ekspresi terkejut.
"Karena mungkin selanjutnya aku akan sibuk. Sampai tak memiliki waktu untukmu dan bersamamu sepanjang hari," ucapnya sendu. Wanita itu masih mendengarkan setiap perkataan pria itu tanpa hendak memotong atau menghentikan ucapan pria itu.
"Entalah, aku juga tak tahu kapan kita bisa kembali ke London. Aku masih sibuk dan banyak urusan disini," ucapanya memandang mata hazel yang hangat itu.
"Um, baiklah. Namun, kau tahu bukan. Aku tak memiliki uang yang banyak untuk bisa membeli suatu hadiah yang mahal," ucap wanita itu mengulus wajah pria hina yang berada dihadapannya.
Pria itu menyungingkan senyumannya. "Kau tak perlu memberikan hadiah yang mahal. Aku tak membutuhkannya dan aku yakin aku bisa membelinya. Hanya satu yang tak bisa kubeli," ucap pria itu.
Dalam bingung wanita itu menatap mata hitam dengan bingung. "Lalu? Apa yang kau mau?"
"Jadilah milik-ku seutuhnya. Hanya malam ini, Prilly." Ucap Ali.
"Bukankah aku sudah menjadi milikmu?" tanya Prilly bingung akan ucapan pria yang ada dihadapannya.
"Kau belum menjadi milikku. Anggap saja aku kekasihmu. Anggap saja, kita baru akan berpisah cukup lama. Berikan dirimu seutuhnya, Prilly. Padaku seorang," ucap Ali sendu. Mengambil tangan Prilly, memperhatikan sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya. "Lepaskan ini, anggap saja kau milikku. Bukan milik pria yang memberikanmu ini," ucap Ali menyentuh cincin itu dengan jempolnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, My Lord (COMPLETE)
RomantikDemi kekasihnya yang sedang sakit parah. Prilly Latuconsina rela berkerja di rumah Villa syarief yang terkenal kaya dan baik hati. Demi uang untuk mengobatan sang kekasih. Namun ia tak pernah menduga bahwa sang Syarief adalah pribadi yang sangat ber...