Shiva Juniankha melangkahkan kakinya dengan ragu ke dalam sebuah rumah dengan warna monokrom. Ayahnya baru saja membeli sebuah rumah baru. Dan hari ini, Shiva sekeluarga sedang pindahan ke rumah baru tersebut.
Shiva melirik ibu dan adiknya yang sibuk melihat-lihat setiap sudut ruangan. Sementara ayahnya, langsung masuk ke kamar sambil menerima telepon entah dari siapa.
Sebenarnya Shiva tidak setuju mereka pindah rumah. Ia sudah sangat nyaman berada di lingkungan rumah lamanya. Rumah lamanya masih sangat bagus, masih sangat layak untuk dihuni. Tapi entah mengapa, tiba-tiba saja ayahnya mengajak mereka semua untuk pindah. Dan rumah lama mereka, sudah dijual kepada orang lain.
Shiva menghembuskan nafas berat. Dengan langkah sangat pelan karena tidak bersemangat, ia melangkahkan kakinya menuju lantai atas.
Begitu sampai di ujung tangga lantai dua, Shiva mendengar ada suara tawa bayi di sebuah kamar. Dengan segera, Shiva membuka pintu kamar tersebut. Ia ingin tahu, bayi siapa yang berada di rumah barunya.
Tapi ... setelah pintu terbuka, tidak ada siapa-siapa di kamar tersebut. Setiap sudut ruangan telah diperiksa oleh Shiva. Akan tetapi, di kamar tersebut benar-benar kosong.
Shiva mengedikkan bahunya acuh. Mungkin tadi ia hanya berhalusinasi karena kelelahan. Ya, sejak semalam ia tidak tidur karena begadang menonton drama Korea.
Perempuan dua puluh tahun itu lalu meninggalkan kamar tersebut dan menuju kamarnya yang berada tepat di sebelah kamar yang ia periksa tadi. Kamar yang ia periksa tadi, adalah kamar Amilia, adik semata wayangnya yang baru berusia sepuluh tahun.
Setelah sampai di kamarnya, Shiva lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur. Karena sudah sangat mengantuk, tak butuh waktu lama, Shiva langsung terlelap.
💀💀💀
"Kak .... Kak Shiva, ayo makan malam!"
Shiva dikagetkan dengan suara teriakan dan gedoran dari luar pintu kamarnya. Dengan bersungut-sungut, perempuan itu bangun dan langsung membuka pintu dengan kasar. Ia sudah menyiapkan berbagai sumpah serapan untuk adik kecilnya yang sangat menyebalkan itu.
Akan tetapi, niat buruk Shiva langsung ia hapus begitu saja. Pasalnya, di depan pintu kamarnya tidak ada siapa-siapa.
"Masa sih gue halusinasi lagi?" gumam Shiva sambil berjalan menyusuri lorong lantai dua.
Langkah Shiva terhenti di balkon, ia diam seribu bahasa sambil memperhatikan adik dan ibunya yang sedang berenang di kolam renang yang ada di bawah.
Tidak mungkin Amilia bisa melesat secepat kilat. Shiva ingat betul, tadi itu ia mendengar suara Amilia dengan sangat jelas. Suara cempreng nan rombeng itu berteriak berisik sekali.
Di rumah tersebut hanya ada Shiva, Amilia dan kedua orangtua mereka. Sejak dulu, orangtua mereka tidak pernah memakai jasa asisten rumah tangga. Dan Shiva, sangat menghafal suara-suara dari anggota keluarganya.
"Apa jangan-jangan ... rumah ini ...." Shiva tidak berani melanjutkan kata-katanya.
Tiba-tiba saja bulu kuduk Shiva berdiri. Ia lalu segera melangkah lebar-lebar menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, Shiva langsung menyembunyikan tubuhnya di balik selimut tebal.
"Mama sama Lia ada-ada aja deh. Malam-malam begini kok berenang. Apa nggak takut masuk angin?" Shiva bermonolog sambil memejamkan matanya kuat-kuat. Ia ingin kembali tidur.
Walaupun tadi ia sudah tidur beberapa jam, dari sore sampai malam, tapi rasa-rasanya ia belum puas. Ia masih ingin tidur beberapa jam lagi.
Dret! Dret! Dret!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pukul Dua Dini Hari (Selesai)
HorrorPart masih lengkap. Setiap pukul dua dini hari, jam di rumah Shiva berhenti total. Selain itu ... ada juga suara tangis perempuan dan bayi.