Tak ada yang menginginkan rumah tangga menjadi hancur berantakan. Mimpi seorang wanita memiliki seorang pangeran berkuda putih datang dengan sepenuh cinta. Semua mimpi itu terjadi pada kebanyakan wanita bukan? Tak terkecuali aku, Angelina Fitria.
Aku berharap pernikahan itu langgeng selamanya, sampai menua bersama dalam cinta, tapi aku selalu saja gagal. Siapa yang salah? Terkadang batinku bertanya.
Perceraian pertamaku tujuh tahun yang lalu di saat putri tunggalku berusia sembilan tahun masih menyisakan luka. Ayah Bella bernama Bramasta Gahar, pria dengan wajah tampan bak model ternama, ya, dia sangat tampan dan memesona. Kami merajut cinta sejak kuliah, sehingga ketika selesai kuliah kami memutuskan untuk menikah meskipun belum ada pekerjaan yang memadai. Intinya, Bramasta masih belum bisa mencukupi nafkah secara lahir.
Bagiku, kehidupan yang serba kekurangan tidaklah membuatku menyesal mencintainya. Hanya saja, kenyataan bahwa Bramasta berselingkuh dengan wanita kaya membuat aku memutuskan untuk bercerai. Hal itu karena aku khawatir suamiku terjatuh dalam zina besar, karena dia sudah pernah menikah. Tentunya tak ada zina yang kecil, akan tetapi melihat hukum agama yang mengancam dengan hukuman yang lebih berat, itu menunjukkan zina yang dilakukan oleh orang yang sudah pernah menikah adalah setimpal dengan kematian bahkan lebih hina dari itu.
Aku tak punya pengakuan dari Bramasta dalam hal perzinahan itu, aku juga tidak punya saksi untuk menjudge Brasmata melakukannya, tapi perselingkuhan sudah cukup bagiku dengan dia menjalin hubungan cinta dengan wanita lain.
Aku melepaskan Bramasta, untuk kebaikannya dan kebaikanku. Mungkin ia lebih menginginkan kehidupan yang ringan dengan memperistri wanita kaya, silahkan.
Meskipun aku membenci karena perbuatannya, aku masih menghargai Bramasta sebagai ayah dari putriku. Aku berkomunikasi dengan baik demi putriku Bella Angela Gahar, aku membutuhkan Bramasta, sebagai wali nikah putriku kelak.
Apapun kehidupannya sudah bukan menjadi urusanku lagi, begitu juga kehidupanku juga bukan urusannya lagi kecuali terkadang putriku meminta jatah jajan dari ayahnya, dan aku membiarkan Bella melakukan itu untuk merasa dekat dengan ayahnya. Padahal seharusnya Brasmata tetap memenuhi nafkah untuk putrinya. Namun aku bisa mengerti, mungkin tak mudah bagi Brasmata untuk memberikan nafkah itu mengingat hidupnya yang juga menumpang pada istri kayanya itu.
Dan kini adalah pernikahanku kedua kalinya yang telah berjalan empat tahun lamanya. Dia adalah duda beranak satu dengan usia terpaut sepuluh tahun dariku. Namanya Danu Cahyono, dan putranya Wili berusia dua puluh tahun yang sudah tidak bersamanya lagi, merantau ke Kalimantan.
Hidup kami seakan tak ada masalah, kami hidup rukun dan berbahagia. Aku, Bella dan Mas Danu, kami menjalani rumah tangga yang tak pernah ada pertengkaran.
Mas Danu pria dewasa dengan kehidupan yang mapan. Kami saling kenal dari kakak perempuannya yang teman sekantor denganku.
Salah satu bisnis yang ia tekuni adalah jual beli properti, berupa tanah, rumah ataupun mobil. Bisa dibilang kami memiliki penghidupan yang cukup.
Begitulah, aku merasa Mas Danu lebih baik dari Brasmata dari segala hal karena dia adalah pria matang. Akan tetapi kewaspadaan selalu ada di hatiku, mengingat kegagalan pernikahanku yang dahulu.
Aku mulai memperbaiki diri dengan merias wajah dan berpakaian yang selalu rapi dan bersih. Aku juga memanjakan lidahnya dengan masakan kesukaannya karena uang yang diberikan mencukupi untuk itu. Berbeda dengan Brasmata yang aku hanya masak seadanya.
Berat badanku meningkat, pola pakaianku berubah dan rumahku mulai terlihat mentereng.
Belum lagi terkadang Mas Danu membawa mobil mewah dengan model dan merk yang berganti-ganti dari barang jualannya, semakin menampakkan bahwa kehidupan kami dalam keadaan mapan.
Pada suatu siang, aku sedang cuti kerja selama dua hari. Aku ingin menghabiskan waktu di rumah dengan memberesi kebun bunga di samping rumah. Sebuah taman kecil dengan kolam ikan hias, aku memasukkan ikan koi jenis kumpay dengan slayer di siripnya.
Setidaknya bisa melepaskan penat setelah setiap hari bekerja dan bekerja. Karena aku juga ok unta bisnis sampingan yang mulai kutekuni.
Siang itu aku mendapati putriku saling berkirim pesan dengan seseorang. Kulihat gadisku yang beranjak dewasa itu tersenyum sendiri menatap layar smartphone miliknya. Sebagai ibu, tentu saja aku penasaran dengan siapa ia berkirim pesan sehingga aku sedikit ingin tahu.
"Chatting sama siapa Bella, senyum-senyum sendiri? Nanti dikira orang kesambet lagi," kataku mengomentari tingkahnya.
Bella terkejut karena aku tiba-tiba berada di belakangnya dan melihat ke arah smartphone. Putriku spontan menggeser layar smartphone menjadi berbeda tampilan. Padahal sebenarnya aku juga tak bisa melihat dengan jelas karena bukan aku yang memegang smartphone miliknya.
"Iih, Bunda. Bikin kaget aja," gerutunya.
"Intipin bunda dikit dong, kayaknya serius banget? Sama siapa hayo?" candaku.
"Enggak sih, sama temen kok Bun," jawabnya singkat lalu berlari ke arah dalam rumah.
Aku tersenyum, mengingat putriku berusia hampir tujuh belas tahun, aku yakin dia sedang chatting dengan teman-teman sekolahnya dengan obrolan konyol anak ABG. Atau mungkinkah berkirim pesan dengan seorang anak lawan jenis?
Bayangan pergaulan bebas mulai melintas di kepalaku. Aku mulai berpikir kalau putriku mungkin sudah bergaul atau berpacaran dengan seseorang. Aku mulai was-was. Aku mulai berpikir untuk tahu lebih banyak kehidupan putriku di luar sekolah dan rumah.
Ya, aku memutuskan untuk tahu lebih banyak.
Malam itu, aku mengendap ke kamarnya. Aku memanfaatkan finger print yang dipakai putriku pada jari tengahnya dan berhasil. Jantungku berdebar karena serasa jadi pencuri melakukannya. Bagaimanapun aku harus memantau tanpa ia sadari karena ini adalah tanggung jawabku.
Aku berhasil masuk di aplikasi pesan. Mendapatkan percakapan yang dilakukan kisaran pukul satu siang.
Benar saja, aku mendapatkan pesan obrolan. Akan tetapi anehnya nomor tersebut adalah nomor suamiku sendiri, Mas Danu.
Aku mulai cemas, tapi aku harus tahu isi pesannya.
Bella. ; Belikan aku iPhone xxx.
Mas Danu ; Mahal, dua puluh juta.Bella. ; Terserah, atau aku laporkan ke Bunda, gimana?
Mas Danu ; Jangan, ntar diusahain dulu, tapi janji nggak lapor ya!!!
Bella. ; Cepat belikan, gak pake lama!
Hatiku berdesir. Apa yang terjadi sebenarnya? Sebagai ibu, pikiranku mulai traveling. Kalau dulu aku memergoki Brasmata chatting aneh dengan wanita lain, tapi chatting aneh ini dengan putri kandungku sendiri dengan suamiku?
Duniaku serasa runtuh, hancur berkeping-keping.
Tadinya aku berpikir akan mengetahui sedikit kehidupan pribadi putriku, sekarang aku harus tahu banyak dengan kehidupan orang terdekatku di belakangku. Mungkinkah suamiku berbuat sesuatu yang asusila sehingga putriku mengancam dengan melaporkannya kepadaku?