Pengakuan Bella

25 3 0
                                    

Aku melihat Bella yang sangat berbeda. Gadis manja ini tiba-tiba berubah menjadi wanita dengan sorot mata yang menakutkan.

Aku mendengar suara mobil dinyalakan, menunjukkan mas Danu sudah pergi dari rumah.

"Kenapa Bunda mau jadi istri simpanan?"

"Apa maksudmu? Istri simpanan?" tanyaku seketika, mendengar pertanyaan Bella yang sangat mengejutkan.

"Ya, istri simpanan tuan Danu. Sebenarnya, pernikahan siri Bunda itu karena tidak ada surat cerai dengan istri lamanya bukan?"

Aku mulai memikirkan ucapan putriku yang masih berusia tujuh belas tahun ini. Ya, kami memang tidak menikah dengan memiliki sertifikat pernikahan kecuali hanya surat desa saja, apakah ucapan putriku masuk akal?

"Jangan mengada-ada Bella, mana mungkin ayahmu berbohong seperti itu? Yang Bunda tahu malah sebaliknya," ujarku.

"Sebaliknya?"

"Ya, sebaliknya. Ayahmu sepertinya punya selingkuhan yang masih harus bunda selidiki," kataku mantap.

Bella menggelengkan kepalanya. Melihat reaksiku yang merasa tidak bersalah.

"Bercerai saja dengan Ayah, dan biarkan ayah kembali kepada keluarganya. Itu yang menurut Bella paling pas."

"Bella, kamu masih kecil, tapi kenapa ucapanmu seperti ini?" Aku sungguh tak mempercayai apa yang kudengar dari mulut putriku.

Memintaku bercerai dari suamiku, meskipun aku tahu Mas Danu mungkin tidak layak untuk dipertahankan, tapi setidaknya wanita selingkuhannya itu harus mendapatkan ganjaran juga. Namun bukankah pembicaraan ini dalam area orang dewasa?

"Bunda, Bunda itu dianggap pelakor. Bunda juga dianggap menghabiskan harta ayah. Apa bunda pernah mendengar hal ini?"

Kepalaku terasa berputar. Memikirkan ucapan Bella yang semakin berani. Kenapa sampai ada gosip seperti itu?

"Bella? Apa kau tahu arti pelakor?"

"Tentu saja, aku sangat mengerti arti pelakor. Bukankah itu berarti Bunda telah merusak rumah tangga orang? Ayolah Bunda, percayalah sama Bella."

Sangat mudah sekali putriku menyebutkan kata pelakor, dengan ekspresi berapi-api seolah itulah dunia yang ia tekuni sekarang ini.

"Bella, apakah kau banyak membaca novel online akhir-akhir ini? Atau bunda memang pantas untuk dikatakan sebagai perusak rumah tangga orang lain?"

Bella malah mentertawakanku. "Justru itu Bunda, aku merasa hidup di dalam novel. Bisakah bunda melakukannya untukku? Ayolah, tak masalah kita hidup tanpa ayah, aku sudah siap Bunda."

"Tapi, ceritakan padaku tentang smartphone xxx yang kau beli bersama ayah," ujarku.

Bella terkejut, tapi ia mulai menatapku dengan tersenyum.

"Aku....eh, Bella ngerjain ayah kok Bun. Ponsel itu masih utuh belum dibuka segelnya. Aku menyimpannya dengan baik. Itu karena Bella kesal dan mengancam ayah melaporkan pada Bunda kalau tidak menurutiku. Aku kesal karena ayah tidak jujur sudah beristri dan menipu Bunda. Nyatanya aku tetap harus jujur dengan Bunda, karena aku akan mau Bunda dibohongi ayah terus. Aku akan meminta apapun sampai wujud asli ayah kelihatan," terangnya.

Jadi inikah motifnya? Motif anakku memalak ayah tirinya. Sebuah rahasia besar yang menyakitkan, tetapi juga unik.

Aku menghela napas lega. Aku hampir saja berburuk sangka dengan putri kandungku sendiri. Aku tak  mengira Bella bertindak melebihi usianya. Putriku mampu mengancam pria dewasa dengan triknya.

"Lalu apa gunanya kau meminta banyak dari ayah?"

"Ayah pasti masih mengharapkan Bunda karena Bunda banyak menopang usahanya. Sementara sebenarnya istri ayah dan anak-anaknya tidak tahu bahwa ayah bekerja memanfaatkan Bunda. Mereka hanya tahu meminta dan meminta. Itulah sebabnya aku mengimbangi dengan hal itu."

Luar biasa. Putriku sungguh luar biasa. Sebuah intrik untuk menyeimbangkan kekacauan yang hampir saja membuat kepalaku pecah.

Bagaimanapun aku harus memeriksa kebenaran itu. Bagaimana dan darimana putriku tahu bahwa ayahnya masih terikat perkawinan dengan seseorang. Selain itu aku harus memiliki perhitungan matang, jangan sampai aku terlalu dirugikan di sini seandainya benar aku telah ditipu.

Membayangkan betapa malunya aku dihadapan keluargaku seandainya bercerai dua kali dan sekarang aku bercerai dengan cara yang lebih menyedihkan.

"Apakah kau sungguh ingin Bunda bercerai?" ujarku lemah. Terus terang, aku masih sangat mencintai Mas Danu. Dalam hal ini karena kami memiliki banyak kemajuan dalam finansial dan juga interaksi yang baik.

"Bunda, Bunda tak bisa mencintai suami orang. Atau bunda senang diatas penderitaan orang lain?"

Bukannya menjawab, putriku malah menasehatiku.

"Baiklah, Bunda akan melakukannya dengan syarat."

"Apa itu?"

"Berhentilah mencampuri urusan ini. Bunda akan bercerai setelah mendapatkan semua hak yang seharusnya," kataku memeringati.

Bella terdiam menatapku, ia sedikit sangsi dan khawatir. Lalu ia bangkit dan memelukku.

Ia menangis di pundakku.

"Baik, tapi segeralah bercerai Bunda. Aku takut mereka akan memergoki ayah dan menuduh Bunda sebagai pelakor. Aku tak mau ini terjadi," isaknya.

Aku mengelus punggung putriku. Ia pasti merasa iba dengan kenyataan hidupku. Setelah diselingkuhi ayahnya, sekarang aku ditipu dan dimanfaatkan seorang pria.  Ah, ujian itu masih tanpak indah mewarnai hidupku.

Setelah perbincangan dengan Bella, aku malah merasa lega dan bersyukur  karena sebenarnya yang paling kutakutkan adalah perkara inces yang sering terjadi di berbagai pemberitaan. Aku sungguh lega putriku selamat dari hal yang paling menakutkan itu.

Adapun mas Danu, aku akan membuat perhitungan dengannya, aku akan mengambil seluruh uang yang aku modalkan kepadanya.

Kali ini aku meminta Bella untuk konsentrasi dengan pendidikannya, aku tak mau dia terlibat dalam urusan tak seharusnya di usianya yang masih belia.

Sebuah panggilan masuk ke gawai milikku. Dan ternyata dari Mas Danu.
"Lin, bilang sama ayahmu kalau aku pinjam sertifikat rumah kita dulu. Setelah mobil laku, kita bisa kembalikan," kata suamiku.

Ah, kenapa juga Mas Danu begitu bersemangat sampai harus menggadaikan rumah?

"Aku nggak berani Mas, kalau Mas mau ayo kita ke Sumatera dan bicara dengan ayah bersama," ujarku.

"Jangan begitu Lina, lebih enak kalau anaknya sendiri minta tolong sama ayahmu, kagian kamu kenapa berhenti kerja nggak bilang-bilang? Kita masih butuh uang untuk memperbesar usaha," katanya kemudian.

"Mas, akhir-akhir ini aku sering merasa tak enak badan. Aku juga kasihan dengan Bella yang sering kesepian di rumah. Tidak bisakah kita sedikit bersantai? Bukankah penghasikanmu besar, Mas?"

Mas Danu tak menjawab dan memutuskan sambungan karena marah.

Aku mengatakannya demi untuk melihat reaksinya lebih lanjut. Aku akan mencari kesempatan untuk membalikkan keadaan. Dia harus menyingkir dari hidupku tanpa apapun. Aku kecewa, dia telah merusak kepercayaanku, mempermalukanku, jadi aku harus melakukan sesuatu.

"Bella, Bunda akan menjual rumah ini. Lalu kita akan mengontrak rumah yang tidak terlalu besar," ujarku pada putriku.

"Untuk apa Bunda?"

"Kita akan kembalikan uang kakek, dan uang Ayah. Penjualan mobil juga pasti melalui tangan Bunda sehingga Bunda bisa mengambil hak Bunda. Apakah kamu siap dengan segala kemungkinan?"

Bella tersenyum.

"Tentu saja, mari kita hidup bebas hutang dan bebas parasit, Bunda," katanya dengan senyum yang mengembang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 30, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Biarkan Aku MenjandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang