Bab 7: Heboh

0 0 0
                                    

Tumben,  satu kata yang cocok menggambarkan suasana pagi ini.  Ada yang tak biasa. Biasanya kelas akan ramai jika 15 menit sebelum bel masuk berbunyi. Tetapi,  sekarang bel masuk masih 30 menit,  kelas sudah seramai ini.  Ada apakah gerangan?

Amara keheranan melihat fenomena langka ini. Dia celingukan melihat teman-temannya. Biasanya,  jam segini teman-temannya sibuk nongkrong dan mengobrol. Tetapi,  sekarang mereka sibuk menulis sesuatu yang entah apa.

"Tumben banget sih Sil gak ngobrol?" tanya Amara saat sudah mendaratkan bokongnya ke kursi.

Sisil menoleh, "lo belum tau,  Mara?  Hari ini ada tugas akuntansi. Mana gue lupa lagi," sahut Sisil heboh.

Sekarang Amara paham. Mereka semua belum mengerjakan tugas. Untung saja,  Amara sudah mengerjakannya jauh-jauh hari.

"Lo udah,  Mara?  Lihat dong. Sumpah gue buntu banget," mohon Tata kepada Amara. Dia pun sama dengan yang lainnya,  belum mengerjakan tugas.

Satu hal yang harus kalian tau.  Amara tidak suka memberikan contekan pada orang lain. Entah itu temannya,  sahabatnya atau siapa pun itu.

"Gue ajarin aja deh, Ta.  Sini mana yang susah," tawar Amara dengan mengajukan  solusi lain. Lalu dia menengok buku Tata.

Sayangnya, wanita bedak mendatangkan kekacauan di pagi hari. "Gila,  temannya minta bantuan,  gak mau ditolong. Teman macam apa itu?  Kalau gue sih ogah, temanan sama orang kayak gitu," katanya mengompori Tata.

"Iya, gue juga ogah. Mentang-mentang pinter gak mau bagi-bagi. Orang kayak gitu mah gak usah ditemenin," sahut sahabat karib wanita bedak. Dia juga ikut memanas-manasi mereka.

Alhasil,  seluruh kelas menatap tak suka pada Amara. Terdengar bisik-bisik sindiran dan ejekan yang dilontarkan pada Amara. 

Mendengar hal itu,  ingin rasanya Amara memukul bibir wanita bedak  dengan penggaris kayu di depan. Mulutnya itu selalu minta diberi pelajaran. Memang, kejadian seperti ini bukan sekali dua kali terjadi. Amara sudah sering mendapatkannya. Bahkan ketika dia SD. Amara sering dijuluki "pelit" karena tak pernah memberi jawaban kepada temannya. Alhasil, Amara dijauhi oleh teman-temannya.

"Berisik banget lo,  nenek lampir! Bantu juga kagak,  malah sibuk bikin kompor meleduk. Sana,  gak usah dekat-dekat deh. Bikin rusuh aja," ucap Tata sinis pada keduanya. Tata sudah hafal betul kebiasaan Amara yang satu ini. Makanya,  ia tak ambil pusing itu.

"Tau loh yeh,  sono kerjain tugas sendiri. Jangan sampai lo mewek karena dikeluarin dari kelas," timpal Amanda yang berhasil mengusir keduanya dengan wajah dongkol.

Tata,  Amanda dan Sisil kemudian meminta Amara mengajarinya. Mengoreksi apakah pekerjaan mereka ini sudah tepat atau ada yang salah. Dengan telaten Amara memberikan penjelasan kepada temannya. Sampai,  akhirnya tugas itu selesai sebelum bel masuk.

"Besok-besok jangan kayak gini lagi yah? Capek 'kan kalau ngerjain di sekolah? Serasa dikejar-kejar setan?" kata Amara yang kemudian dihadiahi gelak tawa oleh teman-temannya.

***
Ada waktu 5 menit lagi menuju bel masuk. Amara ingin pergi ke kamar mandi lalu ia berpamitan kepada teman-temannya. Saat di depan kelas,  matanya tak sengaja bersibobrok dengan Rival. Rival begitu menatap tajam Amara. Ada kilatan rasa tak suka yang terpancar dari matanya. Amara tak ambil pusing itu,  sebab hajatnya sudah tak bisa ditahan.

Sementara Amara pergi ke kamar mandi, teman-teman Amara sibuk mengobrol. Rival yang kebetulan lewat, melihat buku tugas Amara tergeletak. Ide jahat pun muncul dari otak Rival. Ia akan membalas perbuatan Amara kemarin.

Rival sengaja memanfaatkan kesibukan teman-teman Amara. Kemudian,  ia mengambil buku Amara yang tergeletak di meja. Ia memasukkan buku itu ke dalam tas miliknya. Setelahnya,  Rival berlagak duduk manis dengan mengerjakan tugasnya.

Tak lama kemudian,  Amara kembali dari kamar mandi. Kemudian disusul oleh kedatangan Bu Murni.

"Selamat pagi,  anak-anak. Silakan kumpulkan buku tugas kalian," ucap Bu Murni setelah dia duduk. Tanpa basa-basi dia segera menagih tugas.

Amara panik. Ia mengingat di mana dia menyimpan buku tugasnya. Seingatnya tadi,  ia simpan di meja. Namun,  sekarang buku itu tidak ada.

Melihat wajah Amara yang panik,  Sisil keheranan. "Mara,  kenapa?" tanyanya.

"Kamu lihat buku tugasku tidak?" tanya Amara yang dijawab gelengan oleh Sisil. Begitupun dengan Amanda dan Tata, mereka tidak melihat buku milik Amara.

Teman-teman Amara ikut membantu mencari buku Amara. Namun,  sayangnya tak ketemu. "Mara,  coba lo inget-inget lagi?  Jangan-jangan ketinggalan di rumah," kata Sisil memerintah Amara untuk mengingat di mana bukunya disimpan.

"Gue inget Sil,  tadi ada di sini. Lo lihat 'kan tadi ada buku di sini?" Sayangnya,  Sisil tak melihatnya.  Ia terlalu sibuk mengerjakan tugas dan mengobrol. Begitupun dengan teman-temannya yang lain.

Di tengah kepanikan,  suara tegas Bu Murni menginterupsi. "Ayo,  mana lagi? Cepat kumpulkan."

Suara Bu Murni semakin membuat Amara panik. Dia mengeluarkan semua buku yang ada di tasnya. Laci meja dan bawah meja pun sudah disisir Amara. Namun,  hasilnya nihil. Buku itu tidak ada.

"Siapa yang tidak mengerjakan? Kenapa ini baru 34?" tanya Bu Murni saat semua buku sudah terkumpul. Seharusnya ada 35 buku. Tetapi, ini kurang satu karena buku Amara yang hilang.

Semuanya terdiam termasuk Amara. Tak ada yang berani menjawab ucapan Bu Murni. Alasannya karena Bu Murni yang terkenal killer.

Bu Murni berdiri di depan kelas. "Gak ada yang ngaku? Oke,  kalau gitu kalian semua di-"

Tiba-tiba Amara mengangkat tangan sebab paham apa yang akan dilakukan bu Murni kepada mereka. "Kenapa kamu,  Amara?" tanyanya.

"Bu-ku sa-ya hilang bu, " cicitnya tak berani.

"Hilang di mana?" tanya Bu Murni karena tak biasanya Amara seperti ini.

"Paling alasan doang, Bu.Dia lupa gak ngerjain tugas," celetuk seseorang yang langsung direpons sebagai umpan oleh yang lain.

"Iya tuh bener. Hukum aja Bu."

"Hukum. "

Dan masih banyak lagi cibiran tak suka yang ditujukan pada Amara. Mendengar hal itu tentu saja membuat bu Murni marah.

"DIAM Semuanya. Saya sedang bertanya pada Amara. Hilang di mana Amara? Jawab yang benar!" kesal Bu Murni meskipun setengah hati tidak mempercayainya karena Amara adalah gadis yang rajin dan tidak sembrono.

"Tadi,  saya simpan di atas meja. Tapi,  setelah saya dari kamar mandi bukunya gak ada," jelas Amara menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya.

"Huh,  bohong tuh Bu.  Jangan dipercaya," timpal salah seorang siswi yang sudah bisa ditebak dia itu siapa. Wanita bedak.

"Satu kali lagi kamu bicara ,saya keluarkan!" ancam Bu Murni pada siswi yang sedari tadi tidak mau diam.

Lantas,  Bu Murni menanyakan hal tadi kepada teman satu meja Amara,  Sisil. Sayangnya,  Sisil menjawab dengan gelengan. Begitupun dengan Tata dan Amanda.

Bu Murni berdiri di hadapan meja Amara. "Kamu tau konsekuensinya? Sekarang lakukan! "

Amara yang sudah tau, kemudian ia berdiri lalu keluar dari ruang kelas dengan wajah sendu. Ini kali pertama ia dikeluarkan dari kelas. Namun,  berbeda dengan respons teman satu kelasnya. Mereka senang sekali melihat Amara dihukum. Akhirnya,  perempuan yang biasa disayangi guru,  kena hukuman juga.

Sama halnya dengan yang lain. Rival amat senang melihat itu. Rencananya berhasil. Dia tersenyum sinis dan berkata, "satu sama." Seolah menandakan mereka sedang bertarung.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 26, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Nona AmbisiusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang