Sekumpulan orang berhamburan keluar dari dalam kelas dan melangkah menuju tujuannya masing-masing, ada yang pergi ke kantin, pulang, atau melakukan kegiatan selanjutnya. Lain halnya dengan perempuan cantik yang memiliki rambut sebahu dan senyuman manis yang menambah kesan sempurna di wajahnya terhenti langkahnya saat melihat seorang laki-laki yang sudah menunggunya dan bersandar pada mobil dengan tatapan yang begitu lekat.
“Zefannya,” seru lelaki tersebut saat perempuan itu melangkah untuk melewatinnya.
Ya, perempuan itu adalah Zefannya seorang mahasiswa jurusan hubungan internasional di tingkat akhir dan yang memanggilnya adalah Bima Antares yang tak lain adalah mantan kekasihnya.Zefannya menghentikan langkahnya dan berbalik untuk menghampiri Bima. Tidak ada jawaban atau sapaan yang terlontar dari mulut gadis cantik ini yang ada hanya tatapan tajam dan malas untuk melihat wajah laki-laki di hadapannya.
“Bagaimana kabarmu?”satu kalimat sapaan untuk memecah kecanggungan terlontar dari mulut Bima namun tetap saja tidak ada jawaban yang ia terima.
“Ah, oke tujuan aku kesini untuk minta tolong, Vero sakit dan sudah satu minggu ini dia masih dirawat di rumah sakit. Vero terus nangis dan ingin ketemu kamu. Aku harap kamu ada waktu luang untuk menjenguk Vero,” jelasnya panjang lebar.
Zefannya masih terdiam dan memikirkan apa yang dikatakan Bima itu benar atau hanya sebuah kebohongan.
“Untuk kali ini aku tidak berbohong, aku serius,” Bima mengatakan itu karena ia tahu bahwa Zefannya pasti ragu dengan penjelasannya.
“Berarti untuk hari-hari lalu kamu selalu berbohong.” Jawabnya sarkastis.
“An, tolong jangan bahas tentang hal ini. Jika kamu memang tidak ada waktu aku pergi sekarang, tapi jika kamu ingin menolongku, ah bukan menolongku lebih tepatnya menjenguk Vero ayo kita pergi sekarang.” Jelasnya dengan helaan nafas kasar.
Zefannya melangkah menuju mobil dan duduk di kursi belakang. Ia tidak tahu apakah Bima serius atau tidak. Jika ia serius jujur saja Zefannya panik dan merasa khawatir pada Vero. Terlebih lagi Vero sudah sangat dekat sekali dengannya dan Zefannya sudah menganggapnya sebagai keponakannya atau mungkin akan benar-benar menjadi keponakannya jika saja hubungannya dengan Bima tidak berakhir. Tapi jika laki-laki ini berbohong ini adalah kesempatan terakhir yang ia berikan dan selanjutnya ia tidak ingin lagi melihat wajah Bima.
“Duduk di depan, aku bukan supirmu,” ucap Bima di kursi kemudi.
“Kalau ingin cepat jalan saja, Vero sudah menunggu,” jawabnya tanpa melihat lawan bicara.
Bima hanya bisa menghela nafas dan mulai menjalankan mobilnya. Suasana di dalam mobil hening tidak ada yang ingin mulai menyapa atau memecah canggung yang penuh amarah dikeduanya. Bima hanya bisa memperhatikan perempuannya ini melalui kaca spion di depannya. Sedangkan yang di perhatikan abai dan lebih memilih untuk melihat keluar jendela.
Setelah sekian lama di dalam mobil yang hanya diisi dengan keheningan akhirnya mereka sampai di lobi rumah sakit dan Zefannya mengikuti langkah Bima yang berjalan di depannya.“Hei siapa ini yang datang, wah ibu kangen banget sama kamu nak Anya.” Sapa ibu paruh baya yang kini menghampiri Zefannya dan memeluknya erat seolah mengobati rasa Rindunya yang hampir satu tahun ini tidak melihatnya.
“Bagaimana kabarmu sayang?” sambung ibu nya Bima.
“Aku baik bu, lalu bagaimana dengan kabar ibu?”
“Ibu sehat, tapi cucu ibu yang satu ini sedang tidak sehat dan sudah satu minggu ini dia di rawat, Vero selalu nangis dan ingin ketemu kamu nak. Akhirnya Bima berhasil bawa kamu.” Dilihatnya cucunya yang sedang tertidur dengan selang infus yang menjulur ke tangan kirinya.
“Maaf sebelumnya Anya kesini tidak bawa apa-apa karena begitu mendadak.”
“Tidak apa-apa nak, dengan kamu datang ini sudah menjadi bingkisan yang paling kita semua tunggu,” seru ibu Bima dengan senyum sumringah.
Perbincangan yang cukup lama antar orang yang mengisi ruangan tersebut akhirnya terhenti dikala seorang anak berusia 5 tahun yang bernama Vero kini membuka matanya dan menangis membuat semua atensi orang yang ada dalam ruangan tersebut beralih padanya.
“Sayang kamu sudah bangun, sutt jangan nangis coba lihat ini ada siapa,” suara ibu Vero yang merupakan kaka dari Bima.
“Hai Vero kenapa nangis?” tanya Zefannya dengan menghampiri Vero.
“Aunty jahat, kenapa Aunty baru kesini,” ucap anak 5 tahun sambil memalingkan wajahnya.
“Maafin Aunty ya sayang, akhir-akhir ini Aunty banyak pekerjaan, yang penting sekarang Aunty disini sama Vero.”
“Aunty janji ga akan pergi lama lagi?”
“Iya, Aunty janji asal Vero sembuh, gimana?”
“Oke Vero mau sembuh sekarang. Tapi Aunty janji kalu Vero udah sembuh kita pergi jalan-jalan?”
“Iya Aunty janji.”
“Dengan Uncle Bima ya?” jawab Vero dengan antusias.
“Iya sayang,” dengan penuh helaan nafas karena ia tahu bagaimana sifat Bima. Jika Bima belum mendapatkannya maka akan terus berusaha sampai mendapatkannya.
Inilah yang membuat Zefannya malas karena Vero selalu memintanya untuk selalu pergi bersama Bima, sedangkan Bima sangat senang dengan keputusan Vero dan ini menjadikan kesempatan emas untuknya.
Ruangan yang diisi dengan percakapan menambah kesan hangat dan semakin dekat, keluarga Bima tahu jelas bahwa hubungan keduanya sudah berakhir tapi tidak pernah tahu apa yang menjadi penyebabnya. Mereka tidak pernah menanyakan alasannya karena itu merupakan privasi keduanya dan keduanyalah yang harus menuntaskannya. Tidak hanya keluarga Bima, keluarga Zefannya pun seperti itu karena mereka berfikir baik Bima dan Zefannya sudah dewasa dan memiliki jalan yang terbaik untuk keduanya yang akan mereka pilih, toh karena mereka yang menjadi peran utama dalam hubungan tersebut. Terlepas dari tidak ikut campurnya kedua keluarga dalam hubungan Bima dan Zefannya. Mereka tetap menjalin komunikasi dan berhubungan baik.
Percakapan mereka terhenti kala handphone dari genggaman Zefannya berbunyi.“Iya Halo?”
“Aku sudah kirim beberapa referensi buat tugas lewat email kamu,” suara orang di seberang sana yang tak lain adalah temannya Zefannya.
“Oke, makasih nanti aku cek,” jawabnya dengan menutup panggilan.
“Nak Anya ada urusan?” tanya Ibu Bima dengan merangkulnya.
“Aah, iya bu,” jawabnya bohong karena ia merasa tidak nyaman karena merasa canggung terlebih dengan laki-laki disampingnya dan terus memperhatikannya.
“Maklum bu orang sibuk,” jawab Bima dengan terus menatap Zefannya lekat.
“Kalau Anya pulang duluan tidak apa-apa bu?” Zefannya tidak ingin membalas perkataan Bima dan lebih baik untuk pamit pulang.
Sebenarnya Anya memiliki banyak waktu luang, bahkan untuk mengecek referensi saja bisa ia lakukan nanti. Tapi entah kenapa ia merasa tidak nyaman dan canggung mungkin karena hubungannya kini berbeda meski keluarga Bima sangatlah baik padanya.“Iya tidak apa-apa sayang. Tapi lain kali sering main ke rumah lagi ya,”
“Iya bu,”
“Kalau begitu biar Bima yang antar,” Bukan tawaran tapi suatu perintah.
“Tidak perlu bu, Anya bisa sendiri lagi pula tadi kan Bima sudah jemput Anya.” Alasannya karena jelas ia sangat menghindari laki-laki ini.
“Ayo.” Jawab Bima dengan langkah yang mendahului.
Zefannya suda pasti tidak bisa menolak karena ada keluarga Bima di hadapannya. Dan ia lebih memilih menurut saja atau nanti saat sudah keluar ia akan lebih memilih naik taksi.
“Sayang, Aunty pulang dulu ya, cepet sembuh nanti kita pergi jalan-jalan.”“Oke Aunty.”
“Mari semuanya.” Pamit Zefannya pada semua yang ada di ruangan.
~To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie
Teen FictionZefannya Tarisha menjalin hubungan dengan kekasihnya selama tiga tahun, selalu di hadirkan dengan kebahagian meskipun keduanya jarang untuk bertemu karena kesibukkan yang mereka miliki, tapi itu tidak membuat hubungan mereka memudar karena keduanya...