Mereka bertiga berjalan ke arah parkiran untuk melanjutkan kegiatan selanjutnya yaitu bermain tanpa pesetujuan dari Zefannya sebelumnya.
Pemaksaan adalah kata yang cocok untuk menggambarkan Bima yang sudah memutuskan seenaknya. Andaikan jika Vero tidak ada Zefannya sudah memaki pamannya yang kurang ajar ini dan tentunya ia akan lebih baik kabur dibanding harus menemani Bima dengan berjuta alasan dan paksaanya.
“Aunty kita akan kemana?” tanya Vero yang sudah begitu bahagia duduk disamping Zefannya.
“Tanyakan saja pada pak supir kita akan kemana,”
“Bagaimana kalau kita ke Mall?” jawabnya dengan melihat pada Zefannya menunggu persetujuan. Tapi Zefannya justru tidak memperdulikannya dan lebih memilih melihat keluar jendela.
“Ok Uncle.”
Mereka bertiga sampai di Mall, Vero yang sangat antusias berjalan mendahului keduanya, sudah seperti keluarga muda yang sangat bahagia dengan di tambah buah hati yang begitu menggemaskan dan aktif begitulah kira-kira pandangan setiap orang yang tidak sengaja melihatnya. Mereka tidak tahu jika kenyataan tidak sama dengan yang mereka lihat. Jika ada kekuatan untuk melihat kebeneran yang sebenarnya, hanya ada amarah diantara kedua orang dewasa itu, dan jangan lupakan Vero tidak termasuk di dalamnya. Jadi dapat dikatakan hanya Vero yang memiliki sisi positif di sini.
Setelah berjalan-jalan di sekitaran mall dan bermain beberapa permainan, Bima yang berbelanja pakaian cukup banyak, akhirnya mereka pun beristirahat untuk mengisi perut yang sudah meraung-raung meminta makanan.
“Vero senang?” tanya Zefannya pada Vero di sampingnya yang siap untuk menyuapkan makanan ke mulutnya.
“Iya Aunty aku senang, nanti kita main lagi?” jawab Vero sangat antusias. Kegiatan bermain seperti ini memang sering dilakukan saat dulu baik itu setiap minghu atau setiap bulannya dikala mereka memiliki waktu luang yang cukup banyak. Sudah hampir setahun itu tidak terjadi dan baru kali ini dapat dilaksanakan maka alangkah bahagia dan antusiasnya Vero di hari ini.
“Tentu, tapi Vero bilang ke ibu untuk hubungi Aunty ya kalau Vero mau main,” jawab Zefannya dengan memberi petuah dan mendelik tajam pada Bima di hadapannya.
“Ok siap.” Jawab Vero dengan memperlihatkan jempol kanannya.
“Vero bisa bilang Uncle, kalu bilang ibu nanti Aunty banyak alasan,” orang yang diberi tatapan tajam yang tak lain adalah Bima ikut buka suara dan mendelik tajam juga pada Zefannya yang masih memperhatikannya. Oke skor mereka satu sama dalam menatap tajam.
“Ayo habiskan makanannya, sudah selesai kita pulang, kan Vero tadi sudah menunggu Aunty dan banyak bermain jadi harus beristirahat," sambung Bima.
Hanya anggukan yang Vero berikan sebagai jawaban karena mulutnya kini penuh dengan makanan yang menggembung dikedua pipinya.
Mereka bertiga cukup lelah untuk pergi kembali jadi memutuskan untuk kembali pulang, mengantarkan Vero lebih dulu lalu Zefannya terakhir tujuannya agar Bima memiliki waktu lebih lama dengan Zefannya. Selalu keheningan yang menjadi pengiring saat perjalanan mereka tidak ada yang mengoceh karena Vero sudah terlelap saat masuk ke mobil.“Anya,” ucap Bima lembut.
“Anya,” ucap Bima kedua kalinya karena tidak mendapat jawaban.
“Sayang,” kata itu keluar dari mulut Bima sebagai senjata ampuh agar Zefannya mau berbicara.
“Berhenti memanggil dan lihat jalan kalau tidak mau celaka!” jawabnya ketus, sedangkan yang dimarahi hanya memperlihatkan senyumanya karena senjata pamungkasnya sangat berguna.
“Bukankah kita terlihat seperti sepasang suami isteri?” godanya dengan melihat Zefannya di arah spion depan.
“Berisik! Kau bisa membangunkan Vero,”
“Aku berbicara normal dan tidak teriak-teriak,” jawabnya dengan mengerucutkan bibir yang sudah pasti tidak dilihat oleh lawan Bicara karena sedang asik melihat wajah Vero yang terlelap tidur di pelukannya.
“Suaramu mengganggu!”
Helaan nafas kasar terdengar dari mulut Bima, ia tidak habis pikir semua yang dilakukannya selalu salah hanya karena satu kesalahan di masa lalunya. Bahkan Zefannya tidak melihat satupun kebaikannya selama mereka menjalin hubungan. Bima tahu betul ia sangat salah tapi tidak seharusnya ia terus dimarahi seperti ini oleh wanita yang sangat keras kepala di belakangnya.
“Kamu mau ikut turun?” tawarnya dengan merengkuh tubuh Vero dan dipangkunya untuk dipulangkan kembali pada ibunya. Dia berhasil meminjam Vero untuk alasan bertemu Zefannya pada kakaknya dan itu semua berhasil karena wanitanya selalu menurut perintahnya.
“Aku tunggu disini.”“Ok, jangan kabur ya cantik!” Bima pun berlalu meninggalkan Zefannya dengan memangku Vero yang begitu menggemaskan saat tertidur.
Padahal Zefannya sama sekali tidak berpikir untuk kabur, tapi sepertinya laki-laki ini sangat ketakutan jika perempuannya yang keras kepala kabur lebih dulu, bukan apa-apa hanya saja untuk mengajak Zefannya pergi membutuhkan perjuangan yang keras dan untungnya ada Vero yang menjadi senjata Bima kali ini.
“Ayo! Sekarang kemana tujuan kita selanjutnya?” suara Bima menginterupsi di depan kemudi dengan memalingkan wajahnya melihat Zefannya dan memastikan kalau wanitanya tidak kabur.
“Pulang.”
Bima melajukan mobilnya tanpa membalas perkataan Zefannya, tapi bukan berarti ia menyetujui perkatan Zefannya untuk pulang. Karena ia tidak mau menyianyiakan kesempatan. Iapun memberhentikan mobilnya di depan minimarket dan kembali dengan kantong belanjaan yang penuh dengan es krim.
“Makanlah, aku tidak akan meminta bayaran.” Memberikan sekantong es krim pada Zefannya.
Zefannya berusaha menahan untuk tidak tergiur tapi es krim yang di beli Bima adalah es krim kesukaannya, dan kini terus melambai-lambai. Jadi ia putuskan untuk memakannya.“Akan kuganti, aku tidak mau memiliki hutang denganmu. Berapa?” tanya Zefannya sambil memakan eskrimnya dengan lahap. Pastinya Zefannya ingin mengganti meskipun harga es krim tidak seberapa, tapi jangan lupakan bahwa Zefannya sangat tahu akal bulus laki-laki di depannya ini, dan mungkin saja hanya karena 3 buah es krim Zefannya bisa menjadi buronan Bima dalam beberapa waktu kedepan.
“Satu minggu dua kali setiap hari jumat dan sabtu karena hari minggu itu waktumu. Gimana?” jawab Bima dengan santai, dan ini semua memang sudah terbaca oleh Zefannya.
“Itu tidak adil kau menukar es krim seharga sepuluh ribu satunya dengan mengambil semua waktuku yang sangat berharga. Apalagi untuk bertemu dengan laki-laki sepertimu.”
“Aku laki-laki seperti apa memangnya?” goda Bima.
“Brengsek,” jawab Zefannya singkat, padat, dan jelas.
“Ok, kuanggap kau setuju dengan keputusanku,” jawabnya jelas.
“Sialan,” umpatan kedua akhirnya keluar juga dari mulut Zefannya yang sejak tadi sudah ia tahan dengan sekuat tenaga.
“Jangan mengumpat sayang itu tidak cocok dengan bibir manismu. Nanti aku hukum, hukuman minggu kemarin saja belum dilakukan jadi kamu sudah memiliki dua hukuman. Dan kapan kamu akan melaksanakan hukumannya?” goda Bima diiringi tawa seolah berhasil menyulut emosi Zefannya.
“Berisik. Bisa tidak kamu fokus menyetir dan berhenti bicara hal menjijikan? Dan satu lagi jangan mengambil jalan yang berputar-putar aku tidak ingin melihat wajahmu lama-lama!” perintah Zefannya tegas karena semenjak dari minimarket Bima memilih jalan yang cukup jauh untuk sampai ke rumah Zefannya bahkan ia mengelilingi tempat itu dua kali. Niatnya akan terus berputar disitu sebelum Zefannya sadar, tapi kesadaran Zefannya lebih cepat karena beberapa es krim yang dibelinya sudah tandas.
“Iya aku tahu, karena kamu takut tertarik lagi padaku ‘kan?” ucap Bima diiringi kekehan.
Zefannya menyesal untuk terus meladeni semua perkataan Bima. Karena tidak akan pernah ada habisnya justru menjadikan itu sebuah kemenangan bagi Bima karena berhasil membuat Zefannya berbicara.“Akhirnya sudah sampai dan penumpangku dalam keadaan selamat,” Zefannya tidak meladeni dan lebih memilih keluar tanpa ucapan terimakasih.
“Jangan lupa hari jumat dan sabtu aku akan kembali menjemputmu, meskipun kamu tidak ada di rumah aku akan mencarimu,” teriak Bima di dalam mobilnya namun tidak digubris sama sekali oleh Zefannya.
~To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie
Teen FictionZefannya Tarisha menjalin hubungan dengan kekasihnya selama tiga tahun, selalu di hadirkan dengan kebahagian meskipun keduanya jarang untuk bertemu karena kesibukkan yang mereka miliki, tapi itu tidak membuat hubungan mereka memudar karena keduanya...