"Lun, ibu mau minta tolong."
Alluna yang sedang sibuk memakan sup iga buatan ibunya langsung menghentikan kunyahannya. Alluna melirik sekilas kepada Arkan Rajendra--adik laki-lakinya yang juga ikut menatapnya.
"Mau minta tolong apa, bu?" Ucap Alluna melanjutkan sesi menikmati sup iganya sambil menunggu Citra--ibunya yang kini mulai melepaskan celemek dan menarik kursi tepat di hadapan Alluna.
"Jadi teman ibu itu lagi nyari calon istri buat anaknya. Kamu mau kan ikut kencan but--"
Uhuk
Alluna langsung terbatuk dan memukuli dadanya meskipun ibunya itu belum selesai berbicara. Citra langsung sigap menyodorkan segelas susu yang berada di atas meja pada putrinya tapi selanjutnya Alluna malah memekik kencang.
"Aww, Panas Bu." Pekik Alluna yang langsung meletakkan gelas susu tersebut ke atas meja.
Wajah Alluna memerah. Kali ini giliran Arkan yang menyodorkan segelas air putih kepada Alluna yang langsung ditegak habis oleh Alluna sembari memukul- mukul pelan bahu sang kakak.
"Ish kamu tuh cuma kenalan aja, Lun. Kalau kalian cocok baru lanjut." Ujar Citra tak mau kalah.
Alluna menggeleng cepat. Jika kali ini, Alluna ikut kencan buta yang di atur ibunya, maka kencan buta ini adalah pertemuan ke delapan yang di atur oleh ibunya. Alluna bisa diledek habis-habisan oleh kedua sahabatnya---Naraya Athena dan Flora Alesha.
Alluna masih ingat, bulan lalu ibunya mengatur kencan buta dengan seorang pria yang ternyata adalah seorang duda. Pria itu memang seumuran dengannya meski belum memiliki anak dari istrinya terdahulu, tapi tetap saja bagaimana bisa ibunya menjodohkan Alluna dengan seorang duda. Tega sekali.
"Ibu, Alluna enggak mau ikut kencan buta. Arkan aja deh yang ibu jodoh-jodohin. Alluna bisa cari sendiri. Bang Aidan aja cari istri sendiri. Kenapa ibu jodohin Alluna terus?" Alluna mengomel panjang lebar demi mengubah pikiran konyol Citra.
"Hus kamu sembarangan aja. Adik kamu masih SMA. Masa depannya masih cerah." Ibunya menggelengkan kepalanya melihat tingkah putri satu-satunya yang kini sudah menekuk wajahnya.
"Kalau gitu bawa pacar kamu dalam seminggu. Abang kamu kan punya pacar. Nah, kamu udah hampir dua puluh enam tahun, Lun. Bentar lagi kamu tiga puluh." Ucap Ibunya yang membuat telinga Alluna mendadak panas.
Ibunya memang selalu berhasil menyudutkan lawan bicaranya dengan kata-katanya yang pedas dan tajam.
Memang apa salahnya dengan umur dua puluh enam tahun?
Alluna masih ingin hidup bebas tanpa perlu memikirkan kehidupan rumah tangga yang pelik. Lagipula, umur tiga puluh tahun itu masih sekitar empat tahun lagi dan memilih pasangan seumur hidup itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.
"Kalau Alluna bawa pacar kerumah, berarti kencan buta itu batal kan?" Tanya Alluna bernegosiasi dengan sang ibu.
Ibunya mengangguk antusias.
"Emang kakak punya pacar yah?" Tanya Arkan ditengah sesi memakan supnya.
Skakmat. Alunna mendelik sebal kepada adiknya. Tidak ada Aidan yang meledeknya tapi ada Arkan yang kelakuannya sebelas dua belas dengan abangnya itu.
Alluna melotot pada Arkan yang kini terkikik geli, lewat tatapan matanya Alluna meminta agar Arkan tidak ikut nimbrung pada percakapan Alluna dan sang ibu. Satu-satunya orang dirumah ini yang memihak Alluna adalah ayahnya tapi ayahnya sedang dinas ke palembang.
"Iyah, memangnya kamu punya pacar? Selama dua puluh enam tahun ini kan kamu belum pernah pacaran sama sekali, makanya ibu bantuin kenalan sama anaknya temen-temen ibu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor Crush
RomanceAlluna Melody merupakan seorang psikolog yang tahun ini usianya memasuki 27 tahun. Usia dimana pertanyaan 'kapan nikah' semakin sering dia dengar. Alluna bahkan sering kali menghindar ketika bertemu keluarga besarnya. Sang ibu yang khawatir anakny...