3 - Deliver

23 5 0
                                    

3

Deliver

            Matahari pun kembali kepada rotasi yang searah dengan sudut bumi tempat kami berpijak, hari sudah semakin siang. Well, perut kami yang terpuaskan tadi malam serasa egois minta diisi lagi dengan makanan serupa. Aku hanya bisa menepuknya dan berkata, “Jangan mimpi kau”, sambil sedikit terkekeh. Kalau perutku itu bisa bicara mungkin dia sudah menggerutu melebihi kebiasaanku. Seperti biasa aku berjalan ke toko Miss Bucket untuk kembali bekerja. Disana aku melihat Miss Bucket sedang merapihkan sayur-mayur dan disana juga ada Pierre!, tumben dia ada disana. Biasanya dia sedang berburu atau malah masih tertidur pulas. “Hey cerewet, cepatlah sedikit! Hari ini kita akan membawa belanjaan ke beberapa rumah.” Oh, kini aku tahu alasannya. Mungkin aku tidak boleh terlalu percaya diri dulu. Sambil tidak memperdulikan Pierre, aku berjalan ke arah Miss Bucket sambil sedikit menyunggingkan senyum terbaikku, “Miss Bucket, apakah kau sudah mencatat seluruh list pesanan dan pemesannya dengan jelas untuk kubawa nanti?”. Miss Bucket mengangguk dan seraya mengambil lipatan kertas yang cukup besar tersebut dia mulai menggambil kaca matanya dari balik sakunya. Melihat kertas yang cukup besar tersebut aku mulai menelan ludah. Tumben akhir-akhir ini banyak yang memesan sayuran dalam jumlah banyak. Tapi kalau dipikir-pikir justru bagus bukan? Agar Miss Bucket dapat lebih cepat menutup tokonya dan kami mendapat keuntungan lebih cepat dan banyak pula. “Alright, Miss Bucket. Kita akan segera berangkat setelah mengangkat semua sayuran ini ke gerobak baru  kami. Maksudnya yang baru diganti rodanya ini”,  jawabku sambil tertawa. Pierre yang gemas lalu mencubit pipiku, “Hey kau cepatlah sedikit. Kita harus kembali sebelum jalanan semakin gelap. Sepertinya kita akan mengantar ke beberapa tempat hari ini.” Aku mengerang kesakitan karena cubitannya cukup kencang. “Iya sabar sedikit beruang besar!”, teriakku. Miss Bucket hanya tertawa kecil melihat tingkah kekanak—kanakan kami. Lalu aku mulai melihat daftar pesanan  dan pelanggan, disana memang tertera sekitar 5 nama dengan pesanan yang cukup banyak. Namun dari barang bawaan kami, sepertinya masih setara dengan pesanan keluarga Hermington kemarin. But, wait ternyata di daftar tersebut ada  nama keluarga Hermington lagi. Namun mungkin kali ini hanya untuk makan malam biasa. Soalnya pesanan mereka tidak sebanyak kemarin. Ditambah ada 4 rumah lain yang perlu kita datangi. Beruntung semuanya searah dan aku yakin tidak akan memakan waktu yang lama. Akhirnya setelah berpamitan dengan Miss Bucket, Aku dan Pierre pun memulai perjalanan kami mengantarkan sayur-mayur tersebut kepada semua pelanggan. Pemesan pertama Miss Lodge dengan pesanannya beberapa ikat wortel dan sekarung kentang. Miss Lodge adalah tipikal orang yang pendiam, dia benar-benar bekerja sesuai dengan jadwal otomatis di otaknya, dia keluar membawa uang bayaran, tanpa basa-basi dia membayar kami dan kami pun membawakan semuanya ke dapurnya. Setelah kami keluar selangkah dari rumahnya, tanpa mengucapkan banyak kata, hanya satu kalimat pendek, “terima kasih” dan pintu pun tertutup rapat. Agak aneh menurutku. Lalu rumah kedua sampai keempat juga memiliki jarak yang tidak terlampau jauh, semuanya juga menerapkan sistem sopan santun yang hampir sama, seperti tersenyum lebar dan mempersilahkan kami masuk untuk menaruh pesanan belanjaan, mengucapkan terima kasih dan memberikan beberapa tip untuk kami, aku masih tidak bisa melupakan senyum Mr Franklin yang terlalu lebar sampai aku sendiri ngeri melihatnya namun hal tersebut membuatku tertawa di dalam hati. Sampai tiba pada pesanan untuk keluarga Hermington, memang rumahnya yang paling berada di ujung sehingga pesanannya akan selalu menjadi pesanan terakhir yang akan kami antar. Kali ini kami berusaha berjalan lebih ke pinggir dan berhati-hati. Takut kalau nanti Pierre kembali terkilir. Padahal kakinya yang kemarin saja belum sembuh benar. Namun aku merasa salut kepadanya karena walau kakinya baru terkilir tapi hari ini masih sanggup membawa gerobak dan sama sekali tidak terlihat kesakitan. Well, that’s what we called tough guy.  Matahari sudah semakin menunjukkan bahwa hari sudah semakin sore, tapi kami sudah berada di depan rumah keluarga Hermington. Seperti biasa Jaque membukakan pintu gerbang dan menggiring kami ke pintu dapur. Disana Paula sudah menunggu kami. Dia lalu memerintahkan beberapa pekerja pria untuk membantu Pierre. Walau pesanannya tidak sebanyak kemarin, tapi tetap pesanan keluarga ini yang paling banyak. Lalu sembari mengecek pesanan, tiba-tiba Paula berbisik kepadaku, “Apakah  kau sudah melihat tuan muda keluarga Hermington yang baru datang kemarin? Dia sekarang sudah menjelma dari anak bocah yang nakal menjadi pria yang tampan”. Aku sebenarnya tidak terlalu tertarik, namun tetap penasaran. Memangnya seperti apa dia sekarang. Aku pernah melihatnya dulu waktu kami masih kecil. Dia pernah sekali mengunjungi toko Miss Bucket bersama ayah dan ibunya juga si gendut Thomas. Dia memang cukup tampan menurutku namun tingkahnya bagai monyet kecil membuat toko Miss Bucket cukup berantakan. Aku tidak lupa waktu Mr Hermington memukul bokongnya dengan sabuknya didepan mata kami semua. Bukannya kasihan, kami malah tertawa. Adegan tersebut memang cukup lucu di mata kami semua melihat tingkah tuan muda “tampan” tersebut tak ubahnya badut pada saat itu. Maka dari itu aku menjadi sangat penasaran. “Dia sekarang sedang berada di taman, sedang melukis sepertinya”, kata Paula lagi. Perkataan Laura benar-benar menggiringku kepada rasa ingin tahuku yang tinggi ini. Memangnya seperti apa rupa yang dianggap “tampan” oleh Paula?.

 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 09, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CoinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang