Chapter 17.

732 79 12
                                    

Suara mesin printer memenuhi seluruh ruangan. Semua orang sudah pulang, menyisakan Ara dan beberapa atasan lain yang masih ingin melanjutkan kerjanya. Pekerjaan Ara telah selesai beberapa menit yang lalu. Oleh karenanya, Ara baru bisa print kertas kesan dan pesan nya sekarang. Untung saja Taeil masih di ruangannya karena ada urusan yang belum selesai.

Kesan pesan terakhir telah selesai di print. Kini Ara berencana untuk menyerahkannya pada Taeil ke ruangan beliau.

Ara berjalan di koridor yang sepi. Hanya derap langkah sepatu nya yang terdengar di telinga. Entah kenapa Ara mendadak takut dengan suasana sunyi seperti ini, karena Ara tidak biasa lembur. Sekalipun lembur, pasti ditemani oleh Johnny.

Ara mengetuk pintu ruang kerja Taeil. Tak perlu waktu lama, Taeil pun mengizinkan Ara untuk masuk ke dalam.

"Masuk,"

"Permisi, Pak. Saya udah print kesan pesan yang bapak minta,"

"Taruh di meja," ucap Taeil masih terfokus dengan layar monitor nya.

Ara kemudian menaruh lembaran-lembaran kertas tersebut ke atas meja setelah Taeil berkata demikian. Setelah itu, Ara lantas pamit pergi dari ruangan. Namun, ketika baru melangkahkan kaki menuju pintu, nama lengkap Ara dipanggil oleh Taeil.

"Ada apa, Pak?" tanya Ara kembali menghadap Taeil.

"Acara Anniversary nya minggu depan, usahain kalian semua kosongin jadwal pas hari itu. Kalau memang ada keperluan mendesak, tolong kabarin ke kamu, ya?"

Ara mengangguk. "Baik, Pak,"

---•••---

Akhir pekan telah tiba. Sesuai dengan janji—Ara, Mark, Johnny dan Cia pun berkumpul di tempat masuk Dufan.

Mereka berempat terdiam cukup lama di depan gerbang masuk. Mark dan Ara diam-diam melempar pandangan bingung, sebab mereka berdua merasakan kecanggungan yang luar biasa. Mungkin tidak bagi Johnny dan Cia, kedua nya nampak terlihat biasa saja. Beberapa kali pasangan itu juga mengambil selfie bersama untuk mengabadikan momen. Tapi karena namanya pasangan baru, mereka berdua masih malu-malu.

Mark mengeluarkan ponselnya. "Kak,"

Ara membalas, "Kenapa?"

Mark menekan fitur kamera di ponselnya, lalu berancang-ancang untuk mengambil selfie berdua. "A-ayo foto,"

Sontak Ara merasa salut pada Mark. Lelaki itu sepertinya tidak ingin hanya diam saja memandang pasangan baru berbahagia di hadapannya.

"Ayo!"

Mark mengulurkan tangannya ke atas dengan kaku. Jujur saja, Mark jarang sekali mengambil gambar selfie dirinya sendiri. Paling-paling dia bakalan selfie kalau Mamahnya kepengen tau kabarnya.

Ara mendekatkan kepalanya agar bisa mencakup layar. Gak lucu, kan, kalau wajahnya terambil sepotong?

"Mark, tangan kamu gemeteran," bisik Ara.

"Se-sebentar, Kak..." bukan hanya tangan saja yang seperti itu, bahkan suara Mark pun juga terdengar bergetar. Ia berusaha untuk mengambil angle yang pas.

"Mau saya fotoin?" tanya Cia menatap Mark dan Ara bergantian.

"Eh, gapapa kok, gak usah. Kita bisa foto sendiri," ucap Ara tersenyum. "Ayo, Mark,"

"I-iya!" Mark tersenyum dengan canggung. Hal itu berbanding terbalik dengan Ara yang tersenyum amat sangat lebar.

Tangan Mark masih bergetar, dan menyebabkan tangkapan gambar yang diambil menjadi kabur dan tidak jelas. Ara berinisiatif melihat hasil fotonya. Wajah bingung adalah ekspresi pertama yang Ara tunjukkan. Namun, sedetik kemudian, Ara menepuk bahu Mark.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 07, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Stalker - NCT127Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang