Society #2

6.7K 687 38
                                    

Rabu malam, aku sudah memegang kartu VVIP yang diberikan Bu Anna bersamaan dengan undangan Anaknya. Kali ini aku memakai sheath dress buatanku, layer pertama aku memakai kain bewarna cream premium yang didapat dari India dan layer kedua aku memakasi brokat France lace yang cukup minimalis, aku juga memakai high hills Valentino Garavani dan tas Prada Saffuano Monochrome leather yang senada dengan dress yang aku pakai.

"Leora, wait ..." aku menarap kearah belakang, disana ada Bu Winata yang sedang berjalan cepat ke arahku. Dia sudah berumur lima puluh empat tahun, namun badannya masih langsing dan tetap awet muda. Dia mengenakan dress seletut lengan panjang bewarna dusty pink, sepatu Loubutin, dan jangan lupa tas Hermes dan perhiasannya.

"Tumben sendirian, nggak bareng Pak Wirawan?" tanyaku saat Bu Winata sudah berjalan di sampingku. "Ada meeting, by the way yang lain udah pada di dalam?" tanya Bu Winata saat memasuki ballroom. "Kayaknya udah, sih, apa mau langsung aja ke pelaminan?" Bu Winata mengangguk dan kami langsung berjalan ke arah pelaminan.

Bu Winata berjalan di depanku lalu berbisik sejenak pada Bu Anna yang sedang menatapku sambil tersenyum. "Aduh, adik aku. Thanks ya udah datang ke nikahan Robert." ucapnya sambil mencium pipi kanan dan kiriku. "Iya, congrats juga ya ... sekarang tinggal nunggu cucu." ucapku sambil sesekali melirik pasangan disampingku yang sepertinya sedang menatapku.

"Congrats Robert and Johanah. You two are perfect together." Robert tersenyum sambil bersalaman denganku. "Ya ... kayaknya Mama kalian udah nggak sabar nunggu cucu, sih." Senyuman Robert dan Johanah yang awalnya terlihat awkward dan sekarang terlihat sedikit- sangat-masam.

"Ah ... iya, Tante Elleonore juga kami tunggu undangan anaknya." Robert meringis saat Johanah mencubit pahanya. "Oh my ... Robert I'm still 41, lah." Yap, Singlish ku keluar. Ya, walaupun aksen Singlish-ku tidak begitu bagus. Biasanya aksen Singlish milikku keluar hanya pada saat aku sedang bersama keluarga dari Singapore atau dalam situasi-situasi tertentu seperti jika aku sedang dalam situasi mencekam.

"Ah ... I see." I see, I see apaan? Apa Robert pikir aku sudah berumur kepala lima? Dia bilang apa? Nikahan anak? Boro-boro nikahan anak, jodoh aja masih belum ketemu atau emang dia ngomong gitu ada maksud terselebung?

Aku dan Bu Winata turun dari pelaminan dan berjalan ke arah meja VVIP disana sudah ada Sydney, Hera, dan Bu Ambar. "Hai semua!" sapaan ramah yang keluar dari Bu Ambar saat aku dan Bu Winata duduk bersebekahan dengan mereka. "You both are so stunning." ucap Sydney. "Kalian semua juga."

"Jadi yang kesini cewek-ceweknya aja ya?" ucapku sambil mengatur posisi duduk agar lebih nyaman. "Iya, biar kita kompak semua." Aku melongo mendengar perkataan Bu Ambar. Disini aku merasa antara jadi beban atau memang jadi bahan penilaian kekompokan?

Aku menatap Bu Winata yang berada di sampingku, dia kelihatan senyum ramah namun penuh kepanikan disisi lainnya. Apa jangan-jangan dia bohong soal Pak Wirawan yang lagi  meeting?

Aku menatap para wanita sudah bergerombol di depan pelaminan menunggu Johanah untuk melempar bunga. "Leora, ngapain masih disini?" tanya Bu Winata serius. "Emang kenapa?" tanyaku sok polos, padahal aku tahu pasti mereka akan menyuruhku untuk ikut para wanita itu di depan pelaminan. "C'mon, Le, lo tinggal ngambil bunga doang, tapi kalau bisa, sih, langsung rebut aja." Benar, kan? Pasti saja setiap ke kondangan bareng dengan mereka, pasti mereka akan menyuruh atau bahkan menyeretku untuk mengikuti prosesi lempar bunga.

Aku menghela napas, daripada bakalan terjadi suara kegaduhan akhirnya aku memilih untuk berjalan ke arah depan pelaminan, aku sudah bisa mendengar ucapan semangat dari teman-temanku. Well, aku sudah merasa ikutan Olympic cabang lempar lembing kalau gini.

Empat PuluhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang