Words Count : 7.553
Genre : Angst
Rating : Mature
Tags! Suicidal, Mention of “27 Club”, Car Crushed, Suicide Attempt, Mention of Depression, Orphan!Min Yoongi, Park Jimin, Child Neglect
Commission by: DynYoonmin
Park Jimin tidak pernah tahu, bahwa hanya dengan mengharapkan kematian, ia telah menjual jiwanya pada terkabulnya ucapan. Park Jimin tidak pernah menyadari bahwa menginginkan kematian sama dengan seorang anak kecil yang menginginkan sebuah mainan.
Ia hanya akan mendapatkannya di saat ia tak lagi menginginkannya.
Tetapi Park Jimin, ia tak akan pernah dapat menolak mainan yang ditawarkan. Karena meskipun ia tak lagi menginginkannya, sejak bibir itu mengucap, jiwanya memang sudah terikat.
+++
Pagi hari di musim gugur kali ini terasa jauh lebih dingin bahkan saat sebuah mantel hitam sudah membalut tubuh mungilnya erat. Hatinya terasa beku setiap kali hidung mungilnya mengais satu tarikan napas, tetapi Park Jimin menyukainya. Ia menyukai bagaimana udara pagi ini membuat hatinya membeku. Semua itu jauh lebih baik daripada terus merasakan sakit.
Mata itu terbuka perlahan, napas itu diembuskan bibir berisinya, seolah berusaha untuk meyakinkan diri bahwa ia akan mampu.
“Tuan Park.”
Ia menoleh ke arah sumber suara, tersenyum hingga mata tembamnya hilang. “Mobilnya sudah siap?”
Pria paruh baya itu mengangguk sopan, menuntun lelaki bersurai kecokelatan itu ke arah mobil. Membuka pintunya lalu menyerahkan sebuah buket bunga pada Jimin yang kini menarik tipis kedua sudut bibirnya.
Ia sudah berusaha.
Park Jimin sudah berusaha untuk membuat dirinya terlihat bahagia, persis seperti apa yang kekasihnya inginkan. Tetapi itu semua tidak dapat mengubah fakta yang menjadi luka terbesar di dalam hidupnya.
“Aku sudah kehilangan,” ujarnya. Berdiri di hadapan sebuah nisan yang terlihat cantik. Park Jimin bilang, itu adalah penghormatan bagi ia yang hatinya terlalu lembut untuk dunia. “Tapi, aku sudah berjanji, ya ... lagi pula, aku tidak memiliki alasan untuk berdusta.” Ia tersenyum seolah lelaki yang kini berada di pembaringan terakhir itu dapat melihatnya. “Lihat, bunga lili putih,”-menunjukkan buket di tangannya-“kesukaan ibumu, ‘kan? Aku sengaja memilihnya agar kau bisa merawatnya di sana.”
Menghela napasnya lelah, Park Jimin memilih untuk berjongkok di depan nisan berukirkan nama “Min Yoongi”. “Apa kau merasa nyaman di sana, Min Yoongi-ssi?” Kekehnya. “Kau benar-benar meninggalkan aku sendirian.”
“Jimin.” Ia mendongak saat sebuah lengan menyentuh pundaknya. “Ayo, hampir setengah jam kau berada di sini. Kau tidak kasihan pada Tuan Oh? Kau membuatnya menunggu lama di dalam mobil.”
Jimin tersenyum pada candaan salah satu sahabat terbaik dirinya dan Yoongi. Bersyukur karena dalam kehilangannya, ia masih bisa melihat sosok itu dalam hidupnya. Entah apa yang bisa ia lakukan jika Yoongi meninggalkan dirinya sendirian tanpa menyisakan Seokjin untuk dirinya. Mungkin, ini adalah salah satu alasan mengapa Seokjin selamat dari kecelakaan maut yang menelan jiwa kekasihnya.
“Sebentar lagi, Jin.” Jimin tersenyum. “Sebentar lagi.”
Dan Seokjin tidak memiliki bantahan untuk permintaan itu. Ia tahu, Jimin pasti merindukan kekasihnya.