Disclaimer: cerita ini murni FIKSI dan hasil imajinasi penulis belaka. Mohon bedakan antara fiksi dan realita, penulis MENENTANG KERAS tindakan asusila seperti prostitusi bawah umur.
Mohon jadilah pembaca yang bijak. Terima kasih.
Untuk kalian yang tidak nyaman dengan prostitusi anak di bawah umur, silahkan meng-skip chapter ini.******
Mungkin ini rasanya punya mama.
Remaja berusia 13 tahun itu siang ini diajak berkeliling mall oleh ibu kosnya. Awalnya Kiki mengira Bu Dina akan sekedar menemaninya memilih bra, namun ternyata ibu kosnya itu tidak hanya mengajari cara memilih ukuran yang tepat, cara memakai bra yang benar, hingga memilih bahan dan bentuk bra yang paling cocok untuknya. Tak hanya itu, Budin juga membayari semua belanjaan Kiki - 4 bra serta beberapa set celana dalam baru - dan menolak ketika Kiki menyodorkan uang untuk menggantikan uang sang bidan. Budin juga mengajak Kiki ke toko buku, memanjakan kuku mereka dengan nail art cantik di salon, kemudian makan di cafe. Walau Kiki bisa dibilang cukup sering berjalan-jalan ke mall (bersama 'sugar daddy' nya), namun rasanya 180 derajat berbeda!
Kiki baru pertama kali merasakan yang namanya 'girl's day out' seperti anak- anak perempuan sepantarannya yang sering ia lihat pergi berdua dengan mama mereka.
Sayangnya mood bahagia Kiki tidak berlanjut lama. Sore itu Jon mengirim pesan WA - malam ini jadwal Kiki bekerja. Bimo sudah pulang dari luar kota, jadi seperti biasa Kiki akan diantar Bang Jon ke apartemen sang klien. Dengan berat hati Kiki pun kembali menghadapi realita hidupnya. Bocah kurus berambut panjang itu segera menyiapkan 'tas menginap' berupa ransel pink pastel yang berisi perlengkapan kerjanya malam ini. Tak lupa sepasang bra yang baru ia beli tadi pun ia bawa serta.
*****
Tepat pukul 5 sore, Bang Jon membunyikan klakson motornya di depan kosan Budin. Kiki segera menyerahkan ransel pink nya untuk disimpan Bang Jon di bagian depan motor, diapit di bawah kaki sang germo.
Sekitar 30 menit kemudian, keduanya sampai di bangunan apartemen tua yang cukup terawat di tengah kota. Tanpa banyak basa-basi, Bang Jon menyodorkan tas Kiki dan berpesan, "Servis yang bagus, Ki. Ingat, Bimo itu klien VIP kita." Sang inang lalu pergi begitu saja, meninggalkan Kiki di lobby apartemen. Remaja itu dengan gontai berjalan memasuki foyer dan men-'tap' kartu akses yang telah diberikan Bimo padanya. Maklum, Bimo malas jika resepsionis bertanya2 akan identitas Kiki jika anak itu harus minta dibukakan pintu setiap kali ia berkunjung. Lebih praktis menyerahkan kartu serep saja pada Kiki. Dengan begini, aktivitas ilegal Bimo tidak akan tercium oleh pihak pengelola.
Kiki kemudian masuk ke lift bersamaan dengan penghuni apartemen lainnya; dua orang ibu-ibu, serta seorang ayah dan balita yang digendongnya.
'Mau ke lantai berapa, dik?' tanya si ibu yang berdiri di depan tombol lift.
"Lantai 28, bu."
"Oh, sama dong. Kamu unit berapa?" tanya si ibu dengan nada ceria. Kiki pun terpaksa menjawab dengan sedikit was-was, "...28B".
Wanita yang merupakan ART di unit 28K itu manggut-manggut, karena ternyata unit mereka berjauhan, ada di lorong yang berbeda. Perjalanan di dalam lift yang hanya memakan waktu kurang dari 2 menit itu terasa sangat panjang buat Kiki. Ia takut ibu-ibu tadi lanjut bertanya hal-hal lain. Kiki tahu bahwa pekerjaannya ilegal dan Bimo serta Bang Jon bisa terjerat masalah besar jika aktivitas mereka diketahui orang lain. Beruntung ibu ART itu tampaknya sudah menggeser fokusnya dan beralih mengobrol dengan ibu satu lagi, yang juga merupakan ART di unit lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Preggo hunter
General FictionMature 21+ Graphic description of birth and female reproductive system. Panggil dia Bu Dina. Mantan perawat bidan yang kini beralih jadi perawat privat bayaran, spesialis perawatan ibu hamil dan melahirkan. Sekilas nampak seperti perawat keibuan lai...