6. Nadean

10 0 0
                                    


Aku membalas lambaian tangan Luca dengan senyuman. Anak itu memang selalu membuatku kesal tapi aku tidak pernah membencinya, meski dia sering membuat masalah dan menarik putus tali kesabaran ku, aku tak akan pernah bisa marah padanya.

Karena itu sejak sekolah menengah dulu aku sudah berjanji.

Aku tidak akan melibatkan dia pada satupun masalah yang ku punya.

"Dari mana saja?" Pria ini adalah ayah kandungku. satu-satunya orag yang tersisa dalam hidupku setelah ibuku memutuskan untuk pergi.

aku melirik tajam padanya yang kini dengan santai duduk di salah satu kursi yang ada di ruang tamu.

"Tadi Lucaleon kan, aku tak tahu kalian masih sangat dekat seperti dulu. Tapi kenapa ku pulan malam sekali, apa kalian kini sedang pacaran? yah aku tak melarangmu karena itu urusanmu, tapi papa harap kamu berhenti bermain perasaan seperti itu karena kalian tak akan pernah melanjutkan hubungan tersebut ke tahap yang lebih serius."

"Memang kenapa, apa urusanmu dengan teman dan pacarku?" Dia bahkan tidak pernah ada untukku selain membiayai sekolahku saja, dia selalu sibuk bermesraan dengan ibu tiri yang baru aku ketahui saat dulu ibuku memutuskan untuk pergi. Bahkan saat usiaku masih kecil saja aku sudah paham. kebencian yang dikeluarkan oleh ibu dan kakak tiri saat mereka juga pertama melihatku. Sinar mata yang mengatakan bahwa akulah penyebab semua hal gila itu.

"Aku membiarkan mu bersekolah disini karena itu kemauanmu, Nadean. Kau harus ingat setelah lulus nanti kau harus kuliah dan membantu bisnis papa, tak ada masalah kalau kau memiliki hubungan dengan anak Robert, tapi papa harap hubunganmu dengan anak kedua Robert hanya sebatas teman saja, dia bahkan tidak memiliki masa depan yang menjanjikan, sangat berbeda dengan kedua orang tua dan kakaknya itu."

Aku menggertakan gigi atas perkataan yang orang tua itu lontarkan

"Itu kehidupanku, kenapa anda begitu peduli?"

"Karena... kau anak perempuanku satu-satunya."

Bulshit! dalam perkataannya memnag tidak salah, tapi dia juga memiliki seorang anak laki-laki satu-satunya yang selalu dia bangga-banggakan. Kenapa orang ini malah datang sekarang dan menyuruhku untuk hidup sesuai dengan arahannya?!

"Kau berkata seakan aku adalah satu-satunya anakmu."

"Kau memang ank perempuanku satu-satunya. Setidaknya kalau kau ingin berhubungan kau harus memiliki seorang kekasih yang sebanding dengan papamu ini, Anak sulung Robert juga tak masalah. meski dia tak terlalu bagus tapi dia masih lebih baik dibandingkan temanmu yang menentang karena ingin menjadi fotografer," katanya. Aku bisa melihat pandangan luwes yang selalu di tunjukan padaku, tapi setiap kata-kata yang muncul dari mulut menjijikan itu selalu menyuruhku utuk patuh atas semua permintaannya.

"Kenapa anda selalu menyebut Luca dengan anak yang tak pantas untuk saya." Tanpa sadar perkataan itu keluar dari mulutku, mungkin juga karena terpancing olehnya aku jadi mengeluarkan perkataan seperti ini.

"Tentu saja bukankah sudah jelas, di masa depan nanti anak itu hanya an menjadi beban kelurga-"

"Cukup!" Aku bisa merasakan urat-urat di leherku muncul karena menahan amarah.

Sebenarnya aku sudah biasa dengan perkataannya yang peda dan tajam itu padaku, tapi kali ini dia mengatakan hal mengerikan seperti itu pada sahabatku, teman dekatku, orang yang sudah menemaniku ketika satu-satunya orang yang aku sayangi memutuskan pergi meninggalkan anak gadisnya yang masih belia di sebuah rumah tanpa penghuni selain gadis itu sendiri. Sendiri!

"Apa maumu kemari, kalau ku ada perlu langsung saja katakan keinginanmu dan jangan pernah berkomentar dengan orang-orang yang menjalin hubungan denganku." Au menatap pria tua itu dingin, penuh dengan permusuhan yang mendalam. Pria itu hanya membuang nafas lalu berdiri mendekatiku.

Aku & DirikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang