7. Lucaleon

2 0 0
                                    

"Jadi, artinya lo suka sama si preman?"

Lucaleon mencaplok kepala Willy keras. Dia keras karena si ketua kelas tersebut malah menatapnya dengan muka bego.

"Itu cerita dari jaman mana sih Will, perasaan dari dulu si Luca dah ngomong deh dia suka sama Nadean, gue aja sampe bosen denger dia ngomongin gebetannya mulu," ucap Joe yang juga ikut-ikutan menabok Willy.

Aku baru saja menceritakan kejadian kemarin pada dua sahabat koplokku ini. Tentu saja aku menggunakan bahasa yang dilebihkan agar cerita semakin menarik.

"Kau mah Will, otak kau tuh kadang suka ngeheng. Lo dari mana aja sih sampe ga sasar gue suka sama si Nadean. Kacamata doang tebel, otak tipis," cercahku.

"Tolong jangan samakan semua orang berkacamata dengan orang pintar please, entah kenapa rasanya beban saya sebagai pemakai kacamata jadi lebih berat."

"Makanya, kamu seharusnya berterimakasih pada saya. Akhirnya peran mu sebagai ketua kelas telah kembali," aku berkata dengan bangga, "harusnya lo ngasih gue apaa gitu buat ucapan makasih."

"Terimakasih mata kau! Hoream pisan urang jadi paketu deui di sma! Mentang-mentang make kacamata, jadi pada setuju buat nunjuk urang!" Kata Willy dengan emosi.

Aku dan Joe tertawa mendengar logat aslinya muncul, pasalnya dia itu sering sekali menggunakan bahasa ibunya ketika sedang marah. Bagiku yang tak terbiasa mendengar bahasa daerah, membuat perkataan Willy barusan jadi lucu, apa lagi logat yang di keluarkannya itu.

"Udahlah vakik ke topik awal. Jadi siapa yang ngebuat pacarmu itu tanding kemarin?" Pertanyaan Joe membuatku berhenti menggoda si mata empat dan berbalik padanya dengan tersenyum lebar.

"Ga tau! Tapi mukanya emang ga asing sih,kayanya pwrnah ketemu dimanaaa gitu gue lupa. Gue yakin tu cowo jadi malu karena kalah sama cewek gue!"

Willy membuka kacamatanya, dia biasanya melakukan otu hanya karena kebiasaan saja, bukan kalrena berubah ke mode serius atau bagaimana.

"Ca..." panggilnya.

"Jangan panggil Ca, kaya cewek aja," ucapku.

"Ca," ucap Willy dengan sengaja.

"Oi dibilangin!"

"Ca."

"Kampret."

"Lo ga ada niatan buat nembak si Nadean? Lo ga takut dia diambil orang lain? Lo tau kan meski dia itu agak preman tapi wajahnya lumayan."

"Kaya barang aja disebut lumayan." Komen Joe.

Aku tersenyum tertawa mendengarnya. "Meski cewek gue itu super cantik dan imut, gue ragu bakal ada yang dejetin dia karena sifatnya parah banget. Nadean itu diabga akan terlalu peduli sekitar, dia cuman bersikap biasa sama orang yang super deket dengannya. Dan dia juga ga suka diusik, jadi dia lebih suka kalau kemana mana sendiri."

"Nadean itu hebat, dia bahkan kayanya lebih kuat dari Willy yang ikut boxing, cowok normal ga akan mungkin suka sama dia." Aku merenggangkan tangan, karena dia yakin kalau apa yang kukatakan itu benar adanya, lagi pula orang terdekat dalam hidup Nadean itu aku dan Gelya saja.

"Karena dia senang sendiri, makanya aku harus tahan ga banyak omong soal perasaan, lagian gue sering ngomong ke dia 'cinta', 'sayang' dan dia ga oernah nagnggep itu serius, jadi gue seneng aja."

"Bilang aja lo takut ditolak," Tanpaku sadari, ternyata Riki juga sudah ikut duduk di bangku sampingku, berpose menahan dagunya dengan satu tangan.

"Wiih bang kemana aja baru nongol?"

"Biasa, anak-anak gue bikin masalah," ucapnya kalem.

"Anak baru?"

"Siapa lagi, kalau anak2 seangkatan kitamah dah pada paham dan ngerti aturan," tambahnya. "Lo takut ditolakkan, makanya ga pernah berani," katanya lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 19, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku & DirikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang