000 - PROLOG

13 4 0
                                    


𖤐 𖤐 𖤐

Huff!

Malam ini entah kenapa udara terasa lebih dingin dari pada malam-malam sebelumnya. Aku sedikit menengok kearah jendela kamarku, langit tidak mendung, tidak pula hujan. Namun entah kenapa udaranya terasa sangat dingin hingga mampu menembus kulitku, padahal aku sudah mengenakan hoodie tebal untuk menghangatkan tubuh.

Aku melangkah perlahan menuju meja belajarku, mendudukan diri disana sambil menikmati denting jarum jam yang berbunyi seirama. Aku melamun, entah apa yang aku pikirkan saat ini.

Suara ketukan pintu menyadarkanku dari lamunan. "Non ini Bibi" ujar seseorang dari luar sana.

"Masuk aja Bi, pintunya nggak dikunci" sahutku dari dalam tanpa mengubah posisi dudukku. Suara pintu terbuka membuatku menoleh kebelakang. Bi Wati--Asisten Rumah Tangga ku datang seraya membawa nampan yang berisi cemilan dan segelas teh hangat.

"Bibi buatin teh anget, jangan lupa diminum ya Non" aku tersenyum kecil lalu mengangguk.

"Oh iya Bi, Mama Papa sama yang lainnya ada dirumah?" tanyaku.

"Dirumah ini cuma ada Bibi sama Non Salsa aja. Yang lainnya nggak tau kemana" jawaban Bi Wati membuat hatiku sedikit mencelos.

"Dari kapan Bi perginya?"

"Dari sore tadi Non, sekitar jam 5-an. Lho? Memangnya Non nggak dikasih tau mereka mau pergi kemana?" aku tersenyum sendu lalu menggeleng.

"Kan Bibi tau, mereka nggak pernah anggap aku ada di keluarga ini" ujarku sendu. Kurasakan sebuah usapan di bahuku, aku menoleh dan mendapati Bibi tengah tersenyum menenangkan.

"Nggak papa Non, ada Bibi disini. Non jangan merasa kesepian ya" Bi Wati mendekapku ke dalam pelukannya. Aku melingkarkan tanganku pada perutnya.

Hangat. Itulah yang kurasakan. Entah mengapa pelukan ini mengingatkanku tentang pelukan yang belum pernah aku dapatkan dari Mama--Ibu yang melahirkanku ke dunia ini.

Ya, selama 16 tahun aku hidup didunia ini, aku jarang dipeluk oleh Mama. Bahkan tidak pernah. Berbeda dengan kembaranku yang hampir setiap hari mendapatkan pelukan hangat itu.

"Yaudah Bibi ke dapur dulu ya Non. Jangan lupa diminum teh angetnya" Bi Wati mengelus lembut puncak kepalaku lalu pergi menuju dapur.

Aku tersenyum simpul. Bi Wati sudah aku anggap seperti ibuku sendiri, bahkan Bi Wati memperlakukanku seperti anaknya. Andai saja tidak ada Bi Wati, mungkin aku tidak akan pernah tau bagaimana hangatnya kasih sayang dari seorang 'Ibu'.

Suara deru mobil dari luar rumah membuatku sedikit mengintip dari jendela yang berhadapan langsung dengan halaman depan rumah dan gerbang. Aku tersenyum sendu melihat 4 orang turun dari dalam mobil dengan tawa dan canda yang menghiasi.

Ah, entah kapan aku akan merasakan hal itu. Hidup dalam keluarga yang lengkap dan utuh, mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tua adalah impianku. Namun sepertinya itu hanya akan menjadi impian semata.

Di keluarga ini aku dianggap bagai angin lalu. Mereka tak menganggapku sebagai anak mereka. Aku hidup di keluarga yang kaya dan serba berkecukupan, tapi tidak dengan kasih sayang. Aku kekurangan hal itu, sangat!.

Sangat berbeda dengan saudari kembarku dan Abangku yang sangat berlimpah kasih sayang, tak kurang sama sekali. Aku berbeda dari Abang dan Kembaranku, entah apa alasannya. Aku sama sekali tidak tau.

-23 Jan 2022

𖤐 𖤐 𖤐
Draf dari lama tp baru sempet di up, wkwkwk.

Jakarta : 365 Day Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang