"Mas?"
Hening.
"Mas Kun?"
Masih belum ada pergerakan.
"Mas Kuncoro~"
Sama sekali tak ada reaksi yang Joy dapatkan. Dengan agak kesal, ia mulai menarik nafas dalam-dalam. Kemudian...
"Maaas...! Bangun, Maaaas! Udah siaaang!" Joy mengguncang kasar tubuh suaminya yang masih meringkuk dalam selimut.
Bukannya bergerak bangun, Kun justru bergerak merapatkan selimut dan mengambil guling untuk didekapnya erat. Joy hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Kamu nggak siap-siap packing? Flight kamu, kan, mulai besok lusa! Kamu pergi untuk jadwal sebulan, loh!" Joy mengingatkan suaminya. Entah didengar atau tidak.
Meski dalam hati agak tak rela juga ditinggal pergi lagi.
Baru saja seminggu ini suaminya itu berada di rumah. Pulang setelah jadwal penerbangan-penerbangan sebelumnya. Normalnya, Kun selalu pulang ke rumah setelah dua minggu. Ia diberi waktu seminggu untuk beristirahat di rumah. Karena kesehatan, stamina dan kebugaran fisik seorang pilot itu sangat diutamakan. Mereka dibayar mahal untuk memastikan nyawa ratusan penumpang yang mereka bawa, semua selamat sampai tujuan.
Dan Kun biasanya hanya akan menghabiskan waktu untuk tidur, olahraga dan makan secara teratur. Tak jarang saat weekdays, bila Ningning tidak ada jadwal ulangan, ia akan mengajak keluarga kecilnya pergi keluar kota untuk berwisata. Tapi itu bisa dihitung jari. Dalam setahun, biasanya mereka hanya punya kesempatan itu tak lebih dari tiga kali.
Kali ini, Kun diminta lembur. Sehingga ia akan berada di luar rumah selama sebulan ke depan. Karena ia mendapat jadwal penerbangan untuk destinasi ke beberapa kota di benua Eropa. Ia menggantikan dua kawannya sekaligus yang ijin cuti. Jadi, kali ini ia terlihat seperti tidak pulang sama sekali selama sebulan.
Akan sangat merepotkan bila ia harus pulang dulu ke rumah, terlebih karena jarak tempuh yang sama sekali tidak dekat itu. Ia akan menghabiskan waktu istirahat di antara sela jadwal penerbangannya di hotel-hotel yang telah dipersiapkan pihak maskapai penerbangan. Seperti biasa. Dan ia akan mencoba mencari sela lagi di antara perbedaan waktunya dengan Joy dan Ningning yang berada di rumah untuk sekedar menelepon. Berkomunikasi dengan sang istri tercinta ataupun sang putri tersayang. Menanyakan buah tangan apa yang diinginkan Joy dan Ningning.
Setelah berumah tangga dengan seorang pilot selama 15 tahun, agaknya Joy sudah sangat terbiasa hidup mandiri tanpa dampingan suami. Dan Kun bukannya tidak menyadari hal ini. Sedari awal justru karena ia sangat paham, ia terburu-buru mengikat Joy untuk sehidup semati dengannya. Karena ia benar-benar tak bisa hidup tanpa memandang dan bersama dengan Joy yang sudah membuatnya mabuk kepayang. Hanya pada wanita cantik itulah ia bisa merasakan berbagai macam perasaan yang belum pernah ia dapatkan dari wanita manapun.
Begitu pula sebaliknya. Salah satu pertimbangan Joy menerima pinangan Kun waktu itu, selain karena kepribadiannya yang sabar dan kalem, adalah karena pekerjaan yang ditekuni pria tersebut. Akan selalu ada sisi dalam diri Joy yang menginginkan kebebasan, tak terkekang oleh sesuatu. Begitu ia menyadari rumah tangga seperti apa yang akan ia jalani bersama Kun, ia dengan senang hati menerima pinangan tersebut.
Yang luput dari pertimbangan adalah... sisi buruk pekerjaan suaminya. Meski pondasi dasar sebuah hubungan adalah kepercayaan, Joy seakan lupa bahwa seiring berjalannya waktu, kadar kepercayaan tersebut bisa secara alami menurun. Bila tidak dibarengi dengan jalinan komunikasi dan kontak fisik yang seimbang, kemungkinan buruk itu bisa menimpa rumah tangganya setiap saat. Bukan hanya rumah tangganya, tapi rumah tangga siapa saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Bapak Kuncoro
Fiksi PenggemarAdalah Kuncoro Adi Asmoro, seorang kepala rumah tangga yang akrab disapa Kun, akhir-akhir ini merasa harus ekstra sabar dalam menghadapi kelakuan putri semata wayangnya beserta sang istri. Sang putri yang baru saja memasuki dunia SMA, Ningsih alias...