03

1 1 0
                                    

Keesokan harinya, Liana kembali menjalani rangkaian MOS sebelum ia resmi menjadi siswa kelas X.

Papa siap sedia dengan motor legend-nya mengantarkan Liana ke sekolah. Seperti biasa, Papa menghentikan motornya di depan gerbang utama. Lalu Liana turun.

"Pa, kalau dipikir-pikir Liana naik motor sendiri nggak papa," kata Liana sebelum masuk ke sekolah.

"Iyaa. Papa juga mikir gitu. Tapi nanti ya Papa beliin kalo udah ada uangnya."

"Pasti uangnya buat bayar sekolah kan?" Liana menghela nafas. "Pa, Liana udah bilang nggak papa kalau nggak sekolah swasta. Sekolah negeri yang top juga ada kok. Biayanya juga nggak berat-berat banget."

"Udahlah, Na. Nggak usah dipikirin. Sekarang masuk yaa. Dahh Papa pergi dulu."

Karena kemarin ia tidak masuk kelas, maka ia bingung dimana letak kelasnya.

Setelah bertanya sana-sini, akhirnya Liana berhasil mendapatkan kelasnya. Ternyata ia kebagian kelas X IPS 1. Katanya ini kelasnya tidak permanen hanya sementara. Lusa bakalan ada seleksi untuk masuk kelas unggulan.

Dan Liana masih bingung dengan jurusan yang akan ia pilih.

Setelah masuk, Liana kembali bingung. Ia belum mendapatkan teman. Dan di kelas itu semuanya sudah terisi. Tinggal satu di pojok depan— depan meja guru.

Liana menghampiri bangku itu yang di sebelahnya sudah ada seorang cewek manis meletakkan kepalanya di atas meja sedang merem. Liana mencolek tangan cewek itu.

"Halo…"

Cewek itu kaget, seketika matanya membuka. "Eh?"

Liana jadi canggung setelah membuat gadis itu kaget. "Boleh nggak duduk di sebelahmu?"

"Boleh. Boleh banget," ucap gadis itu mengangguk riang. Cewek itu memberi jalan agar Liana dapat masuk.

"Eh lo tau nggak sih? Kemarin gue itu sendirian. Nggak ada yang bisa gue ajak ngobrol. Semuanya pada dapat kawan. Lah gue sendiri. Pada judes-judes lagi kawan kita. Gue ajak ngobrol eh mereka malah biarin gue."

"Itu-"

"Lihat deh! Semua teman kita itu pada ambisi. Pagi-pagi mereka udah buka buku aja. Gue masuk tuh, kelas ini sepii banget. Kayak kuburan aja. Dengar kan kelas ini hening banget."

"Heh!" Liana menegur. Sukses membuat cewek cerewet ini berhenti ngoceh. Liana sebenarnya merasa agak bersalah, tapi di sisi lain juga Alhamdulillah.

"Sori ya udah motong omongan lo. Tapi sekarang lo lihat sekitar," ucap Liana pelan sambil menutupi wajahnya dengan name tag miliknya yang dari kertas buffalo dan diberi tali pita untuk dikalungkan di leher.

Gadis cerewet itu mengedarkan pandangannya. Seisi kelas pada melihatnya. Dengan tatapan tidak suka.

"Suara lo terlalu keras," lanjut Liana dengan posisi yang sama. "Lain kali boleh ngomong, tapi jangan keras gitu dong!"

Cewek itu malah tertawa membuat Liana muak. Entah kenapa setelah cewek ini ngoceh membuatnya tidak suka dan tidak nyaman.

Liana harap ia tidak sekelas dengan cewek itu lagi. Eh tidak sebangku lagi.

"Oh namanya Della."

_______

"SMA Nusa Indah memiliki 2 jurusan. Yaitu IPA dan IPS. Memang terlihat umum bukan? Tetapii, kami memiliki dua kelas unggulan khusus berisi anak-anak pintar. Kelas IPA 1 dan IPA 2, begitu pula IPS. IPS 1 dan IPS 2."

"Nah terus bagaimana cara mencari anak pintar itu? Seperti yang sudah disinggung kemarin, lusa setelah MOS akan diadakan seleksi untuk masuk dua kelas unggulan ini."

How To Be A Normal Teenager Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang