- 04 -

802 130 14
                                    

"Mark, aku ada acara."

"Baiklah, jadi kita tidak pulang bersama?"

"Iya."

"Tidak apa-apa, hati-hati."

Renjun hanya bergumam sebagai jawaban kemudian mematikan sambungan telefon. Sekarang Renjun berada di sebuah taman, duduk sambil menunggu seseorang yang sejak tadi membuatnya gugup.

Perasaan nya kini campur aduk, senang, takut, sedih, semua tercampur menjadi satu.

Renjun harap ini bukan mimpi. Sudah cukup hatinya merasa sakit karena kabar duka itu, jangan sampai ini semua hanya mimpi dan kembali membuatnya sakit hati.

"Hai."

Napas Renjun tercekat ketika seorang laki-laki berdiri di depan nya sambil tersenyum manis, tidak lupa kedua tangan laki-laki itu melambai ke arahnya.

"Apakah aku lama?"

Renjun menggeleng, "Tidak juga." lalu ia tersenyum kaku ketika Donghyuck duduk di sampingnya.

Sungguh Renjun masih belum percaya jika Donghyuck masih hidup. Laki-laki itu nyata keberadaan nya sekarang, bahkan jarak keduanya pun terbilang sangat dekat. Apakah itu bisa di bilang mimpi lagi? Tidak kan?

"Kamu pasti terkejut dengan kabar itu, ya?"

Renjun menoleh ke arah Donghyuck yang menatap lurus ke depan.

"Aku sengaja. Kamu pasti mengerti apa yang aku rasakan selama ini, Ren."

Jantung Renjun mulai berdegup kencang saat ia kembali mendengar sebutan 'Ren' yang keluar dari bibir Donghyuck.

"Di manfaatkan itu tidak enak. Mungkin wajar jika hanya satu orang, tapi ini... sepuluh orang saja lebih."

Renjun naas tidak bisa mengingat bagaimana kehidupan Donghyuck semasa SMP dulu ketika masih di Seoul, sebab ia terlalu sedih dan merasa sakit atas kabar palsu soal Donghyuck itu.

"Aku lelah, Ren. Lalu aku menceritakan semuanya pada keluargaku, kami memutuskan untuk pindah dan menyebarkan kabar bahwa aku meninggal. Kemudian aku mengganti identitasku."

Begitu ya?

Renjun mulai merasa sebal, tapi ia juga harus bisa bersimpati bahwa Seoul ternyata bukan tempat yang bagus untuk Donghyuck.

"Setidaknya aku lega karena berita itu palsu." ucap Renjun, "Aku tidak tahu lagi harus berbuat apa setelah mendengar itu, aku merasa sangat kehilanganmu, Donghyuck."

Renjun menundukkan kepala nya, ia hampir menangis lagi mengingat semua itu. Bahkan sekarang Donghyuck sudah ada di depannya, Renjun masih merasa sedih dan sakit.

"Aku menyakitimu, ya? Maafkan aku..."

Donghyuck ikut menunduk lalu meraih tangan Renjun untuk di genggam.

"Tapi nyatanya aku masih ada disini, bukan sebagai Donghyuck, tapi Haechan. Ingat itu ya."

Renjun kembali mendongakkan kepala nya. Donghyuck terkejut melihat pipi Renjun yang ternyata sudah basah karena air mata.

Lantas ia menangkup wajah cantik itu, mengusap jejak air mata di pipi laki-laki itu.

"Biarkan Donghyuck benar-benar mati dan membawa segala kisah pahit terdahulu. Sebab ada Haechan yang baru saja lahir dan siap memulai kisah baru, dan Haechan berjanji tidak akan menyakiti Ren, oke?"

Renjun terkekeh membuat Donghyuck-- Haechan tersenyum lebar melihatnya. Laki-laki Huang itu tanpa basa-basi langsung memeluk tubuh Haechan.

Haechan membalasnya lalu mengusap surai coklat itu dengan perasaan.

"Kamu juga harus berjanji untuk tidak meninggalkanku lagi, D-- Haechan."

Haechan terkekeh ketika mendengar Renjun hampir kembali menyebutnya dengan nama Donghyuck.

"Aku janji tidak akan meninggalkanmu lagi, Ren."

Renjun tersenyum walau matanya kembali mengeluarkan bulir bening yang kemudian jatuh dan membasahi baju milik Haechan.

"Rasanya... menyenangkan, ketika perasaan itu masih kujaga sampai sekarang." gumam Haechan, "Apa kamu ingat janjiku semasa SMP dulu?"

Renjun yang berada di dekapan Haechan itu menggeleng. Karena jujur... Renjun tidak ingat.

"Aku janji akan menjadikanmu sebagai milikku meski waktu itu kamu tidak memiliki perasaan yang sama denganku." jelas Haechan.

"Lalu..." lanjut Haechan, "...apa sekarang masih?"

Renjun lagi-lagi menggeleng, "Aku menyukaimu, Haechan. Aku juga mencintaimu."

Sangat puas mendengar jawaban sang lawan bicara, Haechan semakin mempererat pelukannya. Satu hal yang sebenarnya Haechan khawatirkan, apakah Renjun akan semakin tidak menyukainya saat mendengar kabar itu? Walau nyatanya perasaan itu akan tetap ia jaga sampai kapanpun.

Meski Renjun masih tidak menyukainya.

Renjun lalu menjauhkan dirinya dari Haechan, membuka tasnya dan meraih sesuatu kemudian menyerahkan nya pada Haechan.

"Buku harianmu." ucap Renjun.

"Ternyata nenek benar-benar memberikannya padamu." Haechan mendorong buku itu, "Simpan saja. Aku tidak memerlukannya lagi."

"Tapi masih banyak kertas kosong di dalamnya."

"Buku itu aku pakai untuk menuliskan perasaanku yang tak kunjung tersampaikan. Jadi aku tidak memerlukannya lagi." Haechan mengedikkan bahu nya.

"Benar, ya? Boleh ku simpan?"

Haechan mengangguk. Renjun kembali menyimpan buku bersampul coklat itu ke dalam tas nya.

Kemudian keduanya memilih untuk pergi dari sana.

▪▪▪▪▪









Vote & komen ^^

Dream About The Day | HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang