Hah..hah..hah.. aku menarik nafas sebentar sebelum melanjutkan lariku. Saat ini yang ada di pikiranku hanya mbakku satu-satunya. Aku terus berlari hingga sampai ditujuanku. Ruangan di lantai tiga dengan nomor 304. Tanganku ragu untuk membukanya, tiba-tiba Ibu muncul dari dalam dan memelukku sambil menangis. Tidak.. jangan, Mbak.
"Mbak Muti mana, Bu?" Tanyaku sambil melepas pelukan Ibu. Sedangkan Ibu hanya bisa menggeleng dan membiarkanku masuk.
Dengan hati dan tangan bergetar aku berjalan masuk. Disana sudah ada Ayah, Mas Adi sepupuku dan istrinya, serta beberapa saudara yang lain aku tidak begitu memperhatikan karena tujuan utamaku adalah orang yang saat ini sedang berbaring di ranjang putih.
"Mbak.." Aku tak tahu harus berkata apa. Entah aku harus bersikap bagaimana saat ini. Seharusnya hari ini adalah hari bahagia bagiku karena hari ini aku diterima bekerja di sebuah perusahaan multinasional dan mbakku melahirkan seorang putri cantik hari ini juga. Tapi, kenapa berujung menyedihkan seperti ini?
"Ras.. sini dek.." Katanya lemah sembari melambaikan tangannya menyuruhku mendekat. Dengan cepat aku menghampirinya.
"Mbak, Mbak nggak pa-pa kan? Jangan bikin Laras khawatir sih!" Tanpa bisa kutahan air mata mulai mengalir, sedih melihat mbak Muti yang biasa tampil cantik dan ceria sekarang berbaring lemah di ranjang rumah sakit seperti ini.
"Mbak nggak mau bohong sama kamu dengan bilang nggak kenapa-kenapa. Tapi mbak juga nggak mau kamu khawatir, dek. Mungkin ini bakal jadi permintaan terakhir dari mbak. Mau kan kamu lakuin?" Aku menggeleng kencang. Aku tidak pernah rela bila harus melepas kakak yang paling kusayangi.
"Ras, janji sama mbak. Janji kamu akan merawat anak mbak seperti kamu merawat anak kamu sendiri. Karena mbak nggak akan pernah bisa menjaga dia lagi, Ras.." Mbak Muti berbicara mulai terbata-bata, membuatku miris melihatnya. Mbakku tercantik dan terbaik kenapa bisa seperti ini? Ya Tuhan. Kenapa harus mbakku yang mendapatkan cobaan seberat ini?
"Mbak nggak boleh ngomong begitu! Mbak bakal sembuh dan bisa merawat anak mbak sampe dewasa nanti..hiks..percaya mbak..mbak.. pasti sembuh.."
"Nggak, Ras. Mbak tau ini sudah waktunya untuk mbak..please Ras..jaga.. anak mbak.." melihat mbak Muti memelas seperti itu apa yang bisa kulakukan selain memenuhi permintaannya. Aku yakin mbak Muti kuat.
"Iya, mbak..iya.. Laras bakal lakuin apa aja buat dedek bayi. Dia akan Laras besarkan seperti anak Laras sndiri. Dan mbak harus liat itu sendiri..jangan pergi mbak.."
"Makasih, Ras. Kamu memang adik mbak yang paling baik.. mbak sayang kamu dek..", setelah mengatakan itu. Mbak Muti menghembuskan nafas terakhirnya.
Aku. Seorang Larasta Kemuning Wijaya yang baru genap 18 tahun sudah resmi menjadi Ibu dari bayi bernama Felli Kenanga Wijaya. Entah bagaimana aku bisa membesarkan anak itu kelak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Mother
ChickLitLarasta Kemuning Wijaya, Ibu yang bawel tapi sayang banget sama anaknya. Felli Kenanga Wijaya, anak bandel, dewasa sebelum waktunya tapi bisa buat semua orang kangen padanya. Arya Putranto Louis, single, tajir tapi mesum. Mereka bertemu untuk saling...