BAB 25

14 19 3
                                    

Kau akan kubiarkan terbang dengan sayapmu. Tetapi, apa tidak ada sedikit rasa hatimu agar kau lebih memperpanjang waktumu? Semua bunga kini layu saat kepergian dirimu yang indah. Jika bidadari pergi, maka mereka akan lemah dan tidak ada penyemangat hidup. Dirimu sang bidadari, bisakah kau menetap di sisi kami, para bunga yang membutuhkanmu?

~Seven Gold~


Ramainya kota tidak pernah menghentikan langkah seorang gadis. Jalan yang tertutup salju membuatnya berkali-kali jatuh. Dinginnya salju tidak sebanding dengan apa yang Clarissa rasakan. Hatinya hancur membentuk kepingan yang sulit untuk disatukan bahkan dengan sebuah sentuhan hangat dari malaikatnya. Langkahnya memelan, saat dia merasakan sakit yang teramat di dada kirinya. Nafasnya terputus-putus layaknya orang yang sekarat. Tanpa perlu penjelasan orang lain, Clarissa memang tengah sekarat. Kekasihnya tidak lagi mencintainya. James membencinya.

Suara klakson mobil terdengar dari arah belakang Clarissa. Gadis itu menepi dan dia memegang kepalanya yang sangat berat. Tubuhnya sedikit limbung dan sebuah darah sudah ada di tangannya. Kondisinya sangat buruk dan tidak ada yang menolongnya sama sekali. Clarissa terduduk di atas salju yang menumpuk bagaikan bukit. Tangannya memegang dadanya dan meremas tumpukan salju yang ada di bawahnya.

“Tolong, aku! Aku mohon, jangan biarkan aku mati sekarang! Aku ingin pergi dengan cara yang indah. Aku ingin pergi dengan kehadiran mereka yang aku sayangi saat ini. Tuhan, aku mohon kuatkanlah aku. Berikan waktumu untukku.”

Sebuah tangan terjulur di hadapannya. Gadis itu mendongak dan menemukan kakaknya yang tengah menatap dirinya dengan mata yang penuh kesedihan. Clarissa tersenyum dan meraih uluran tangan Rion. Dia menghapus air mata Rion dengan tangan yang dingin dan lemah. Clarissa tidak ingin jika Rion mengeluarkan air mata akan kepergiannya.

“Kak, aku baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir tentangku. Hapus air matamu. Kau adalah kakakku. Jika kau lemah, lalu bagaimana 6dengan diriku ini?”

“Jangan katakan seolah waktumu masih panjang, Clarissa. Kau akan mati. Kau akan menemui eomma dan appa. Kau akan meninggalkanku sendirian. Kenapa kau masih bisa tersenyum dan mengatakan baik-baik saja?” Rion menunduk.

“Hey, ini bukan dirimu. Rion adalah kakak Clarissa yang kuat dan tidak akan pernah menangis. Rion adalah pria yang tegas. Rion adalah mantan psikopat gila. Kenapa kau jadi lemah begini, Kak?” tanya Clarissa.

Pria dengan rambut pirang itu, memeluk adiknya dan menangis dalam pelukannya. Sementara, Clarissa tersenyum menanggapinya. Rion ingin membantu Clarissa menjelaskan semuanya pada James, pria yang adiknya cintai. Tetapi, Clarissa masih enggan. Namun, dalam lubuk hati adiknya, Rion tahu jika Clarissa ingin pergi di antara mereka.

Clarissa melemah. Rion merasakan nafas Clarissa yang tercekat dan dia merasakan dekapan Clarissa melonggar. Dengan cemas, Rion melepaskan pelukannya pada Clarissa. Adiknya kini terpejam dan tidak ada lagi suara deru nafas yang keluar dari hidungnya maupun mulutnya. Rion kembali mendekap Clarissa dan dia berteriak histeris. Tangannya mengguncang tubuh adiknya, namun nihil karena tidak ada respon apa pun dari adiknya itu.

Rion membawa Clarissa dalam gendongannya. Dia melangkahkan kakinya menuju suatu tempat. Hatinya hancur saat harus membawa adiknya yang sudah tidak bernyawa dalam gendongannya. Sebuah bayangan saat dia bertindak kasar pada Clarissa meluncur dalam ingatannya. Air mata Rion menetes dan membasahi wajah damai Clarissa yang terpejam.

Dinginnya malam, membuat suasana haru semakin Rion rasakan. Kakinya lemah dan sebuah mobil datang menghampirinya. Rion bisa merasakan jika sang empunya turun dari mobil dan segera merapatkan jaket yang tebal pada dirinya. Pria itu mendongak dan dia menemukan Yana sedang menatapnya sedih. Gadis itu menangis dan meminta Rion untuk tenang dan memasukkan Clarissa dalam mobilnya.

I Need U [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang