[ akhir kisah kehidupan pertama seorang nona muda keluarga Natsuka ]
Perlahan genangan air menyentuh gaun putih yang sudah lusuh termakan debu serta kotoran. Rambut yang biasanya tertata dengan rapi, kini acak acakan seolah tidak pernah di urus.
Sekarang tidak ada lagi nona muda keluarga Natsuka. Yang ada hanya Alice, gadis mudah yang hancur karena cinta.
Sreeeekkk!
Bunyi gesekan antara jeruji besi serta lantai kotor menggema di ruangan sempit itu. Alice mendongkakan kepalanya, senyum sendu terbit di wajahnya saat melihat siapa si pengunjung pada detik detik terakhir dia merasakan kehidupan.
"Masih belum menyesal?"
Pertanyaan hanya di sambut oleh kesunyian. Bibir Alice bergetar hebat ketika telinganya menangkap nada dingin keluar dari bibir lelaki itu.
"Eiji...."
Hideyoshi Eiji dengan tatapan dingin andalannya berdecak mencemooh.
"Tiga tahun..., Tiga tahun aku berjuang buat dapetin cinta kamu, apa masih belum cukup?" Alice menggigit bibirnya, tangannya mencengkram erat gaun polos yang ia kenakan sambil berusaha untuk kembali bersitatap dengan netra hitam itu.
"Gak ada kata 'cukup' Alice, hanya ada kata 'berhenti' untuk semua hal yang lo lakuin."
Merogoh sesuatu dari dalam saku celananya, Eiji maju selangkah kemudian berjongkok di depan Alice.
"Berbahagialah karna gue masih mau sebutin nama busuk lo di saat saat terakhir lo merasakan oksigen," ujar Eiji sambil menyodorkan botol kaca kecil dengan cairan bening di dalamnya.
Sakit
Sangat sakit hingga Alice dapat merasakan sesak pada dadanya. Ia tau bahwa Eiji tidak akan pernah berubah, ia tau bahwa tidak akan ada tempat bagi dirinya di hati Eiji. Namun kenapa itu masih saja terasa sakit? Tiga tahun ia hidup dengan di temani oleh rasa sakit. Tidak hanya dari pria yang dia cintai, melainkan juga dari keluarga yang seharusnya mendukungnya.
Perlahan Alice mengulurkan tangannya ke arah Eiji.
Bersamaan dengan itu pula senyuman terbit di bibir lelaki itu.
"Tenang aja, lo gak bakal ngerasain sakit yang lama. Racun ini di buat untuk membunuh tanpa menyiksa. Cuih! Gea terlalu baik buat saranin mati dengan meminum racun di saat kejahatan yang lo perbuat seharusnya menerima lebih dari itu."
Tangan Alice terhenti di udara saat mendengar ucapan Eiji. Bukan, Alice tidak mempermasalahkan soal racun yang diberikan Eiji, karna Alice tau bahwa walau tanpa racun ia akan mati hari ini.
Gea
Satu nama yang membuat Alice jatuh. Parasit yang berhasil masuk ke kehidupan Alice. Dengan bermodalkan air mata, Gea merenggut semua darinya. Cinta, teman, bahkan keluarga, tidak ada satu pun yang tersisa dari Alice.
Berbagai macam cara Alice lakukan untuk menyingkirkan Gea, namun apa yang dia terima, hanya cemooh serta pandangan jahat. Alice dan martabatnya kini di kenal sebagai sang antagonis.
Satu alis Eiji terangkat saat tak mendapati pergerakan dari gadis di depannya. Dengan kasar dia berdecak.
"Tunggu apa––"
"Eiji, lo tau?"
Alice menyela kalimat Eiji sambil mengambil botol itu. Ucapannya terkesan dingin membuat Eiji mengernyit keheranan. Alice tidak pernah berbicara dengannya menggunakan nada seperti itu. Setiap kali berbicara dengannya, Alice akan mengeluarkan nada lembut dan terkesan menjijikkan. Eiji benci ketika sapaan Alice masuk ke telinganya.
Ck! Kenapa dia malah memikirkan orang yang sedikit lagi akan mati? Seharusnya sekarang dia sedang berbahagia karena tidak akan ada lagi pengganggu dalam hubungannya dan Gea.
"Gue gak pernah menyesal dengan tindakan meracuni Gea waktu itu."
Eiji menggertakkan giginya, "apa maksud lo?!" Bentaknya. Lelaki itu mencengkeram erat lengan Alice hingga ringisan kecil keluar dari bibir pucatnya.
"Seharusnya Gea mati saat itu!" Alice berteriak, menghiraukan cengkeraman yang semakin mengeras di lengannya.
"Seharusnya Gea gak pernah keluar dari tempat hina itu!"
"ALICE!!"
Eiji menjambak rambut Alice hingga gadis itu mendongkak. Detik itu juga mata Eiji membelak. Tatapan Alice begitu kosong, netra kecoklatan kini terlihat pekat, tidak ada lagi binar disana, seolah hanya tubuh yang tidak menampung jiwa.
Seakan tersadar, Eiji kembali dengan tatapan dinginnya.
"Terlalu banyak kata seharusnya, tutup mulut lo atau lo bakal menerima akibatnya!"
Alice tersenyum, namun matanya tidak. Tetap kosong dan terasa hampa. "Akibat? Memangnya akibat apa yang bakal lo berikan pada orang yang sedikit lagi akan menghadap Tuhan?"
Lelaki terdiam, sedikit mengendurkan cengkeramannya kemudian kembali menguatkan itu.
"Apapun itu lo gak perlu tau!" Tekan Eiji. Ia menghempaskan tangannya hingga tubuh Alice ikut terhempas sedikit menjauhi posisinya.
"Gue gak pernah menyesali apa yang gue perbuat, entah itu melukai Gea atau rencana pembunuhan yang gue lakukan ke dia," ujar Alice sambil membuka tutup botol yang sedari tadi dia genggam.
Lagi lagi keterdiaman mengisi ruangan kotor itu.
"Namun, Eiji...."
Glek!
Alice meneguk cairan bening itu tanpa ragu, mengusap bibirnya sejenak kemudian kembali menetap Eiji yang terlihat tengah menegang di sana.
"Jika kehidupan kedua ada...." Alice berdiri dengan susah payah. Kakinya gemetar saat berusaha untuk menopang bobot tubuhnya yang tidak seberapa. Ahh,,, ini mungkin akibat dari sudah tiga hari dia tidak menerima makanan.
Ia berjalan ke arah sudut dinding dan duduk di sana. Perlahan rasa pusing melanda, perutnya seolah diacak acak serta rasa sakit yang kini mulai menyerang ke arah jantung. Sepertinya tidak akan lama lagi.
Mata Alice mulai sayu diikuti oleh pandangan yang mulai mengabur.
"Seandainya benar benar ada....Dikehidupan selanjutnya..."
"...Gue berhenti berharap untuk di cintai." Kemudian semuanya gelap.
Kini Natsuka Alice hanya tinggal nama. Gadis rapuh yang haus akan cinta, gadis biasa yang hancur akan cinta.
Alice sang egois telah tiada, tanpa meninggalkan luka bagi mereka yang masih beruntung menghirup udara.
Hey....
Jika segalanya dapat ku buang,
Apa hidup tanpa cinta akan terasa lebih baik?
–sepenggal lirik lagu kokoronashi
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Tidak Mengharapkan Cinta Lagi
Teen FictionAlice adalah sang antagonis Diakhir kehidupannya, ia mati ditangan orang yang dia cinta dengan racun yang seharusnya membunuh si gadis beruntung. Tapi, bukannya pergi untuk mendapat hukuman di neraka, Alice malah terbangun di kamar yang dia tempati...