Nabila tampak sedang duduk di bangku panjang sebuah taman Rumah sakit. Ekspresi wajahnya datar, pandangan matanya kosong menatap ke arah depan. Tak akan ada yang bisa menebak sedikit pun apa yang sedang dipikirkan oleh gadis itu.
Angin yang berhembus sore itu turut memainkan beberapa helai rambut hitam panjang miliknya. Bahkan beberapa kali rambutnya kerap kali hinggap menutupi pandangannya. Nabila masih tak berkutik, tak merasa terganggu sedikit pun dengan hal itu.
Senyum dan tawa ringan sesekali menghiasi wajah tirus nya yang semakin pucat menandakan pesakitan yang di derita gadis itu. Ntah apa yang dipikirkan oleh Nabila saat ini, dan sepertinya dirinya pun tak tahu apa yang tengah di pikirkannya.
Lima bulan lalu Nabila masih menjadi gadis yang ceria. Mahasiswa semester akhir ini masih menjalankan aktivitasnya seperti biasa. Sampai suatu hari, Nabila harus menerima kenyataan takdir hidupnya. Hari itu, Nabila menerima cobaan yang sangat menguji kesabarannya, pasalnya proposal skripsi yang baru saja ia presentasikan di tolak mentah-mentah oleh dewan penguji. Bahkan Nabila harus mulai dari awal lagi. Padahal waktu wisuda yang telah ditentukan hanya tinggal beberapa bulan lagi. Perjuangannya selama ini harus terbuang sia-sia.
Bersyukur Nabila masih punya kedua orang tua dan keluarga serta sahabat yang terus mendukungnya. Berkat mereka, Nabila tak pernah 1 hari pun membuang waktunya untuk merenung dan bersedih. Namun memang takdir Tuhan tak ada yang dapat menebak. Dua hari setelah hal itu, Bunda Nabila meninggal dunia. Nabila kembali terguncang, ia merasa separuh jiwa sudah menghilang, tak ada lagi penyemangat dalam dirinya.
Seminggu sudah sejak kepergian sang ibunda, Nabila masih betah dalam kesedihannya. Setiap malam hanya suara tangisan yang terdengar dari dalam kamarnya. Proposal skripsi tak lagi menarik perhatiannya. Bahkan suara-suara semangat yang diberikan oleh sang ayah, abang, dan sahabatnya hanya menjadi angin lalu bagi Nabila.
Aku gak bisa kayak gini terus, Bunda pasti sedih lyat aku kayak gini. Aku harus berubah, aku pasti bisa. Suara hati Nabila mulai menyadarkannya.
Pernah dengar istilah manusia hanya bisa merencanakan, tapi Tuhan yang menentukan? Nabila membuktikannya. Saat Nabila mulai bangkit kembali dari kesedihannya, saat itu pula lah takdir kembali mengujinya. Kali ini sang ayah, orang tua tunggalnya harus merasakan dinginnya jeruji besi penjara, atas tuduhan kasus korupsi.
Depresi? Kosong? Jelas saja! Nabila bukanlah wonder woman, dia hanya gadis biasa. Berita tentang ayahnya menyebar hingga ke area kampus nya. Sejak itu, Nabila kerap di bully, di lecehkan, di hina, di caci maki oleh temannya dan bahkan adik juniornya juga ikut memandang rendah dirinya.
Kerap kali Nabila pulang je rumah dengan wajah sembab habis menangis. Hal itu tentu saja tak luput dari perhatian nya Ken, abangnya. Tapi tiap kali Ken bertanya, tak ada 1 jawaban pun yang ia terima dari bibir mungil Nabila kecuali haya sebuah gelengan lemah dari Nabila.
Apa yang bisa Nabila lakukan? Mengatakan semua nya pada abang nya? Bahwa ia selalu mendapat perlakuan tak menyenangkan di kampus? Oh tidak, Nabila tak ingin menambah beban fikiran Ken lagi. Ia tahu betul abang nya juga sama tertekannya dengan dirinya, hanya saja Ken laki-laki dewasa dan dia kuat. Menyalahkan dan marah pada sang ayah juga tak bisa Nabila lakukan, ia sendiri tak begitu yakin dengan tuduhan itu. Nabila hanya bisa memendamnya sendiri, menikmati perasaan dan fikirannya yang semakin kusut sendirian.
Hingga pada puncaknya, pihak direktorat kampus Nabila mengambil sebuah keputusan harua mengeluarkan Nabila untuk melindungi nama baik universitas. Nabila hampir tak percaya dengan kenyataan yang menimpa dirinya. Air matanya mengalir deras dari kedua matanya, tapi bibirnya terkekeh ringan menatap lembaran surat DO dari kampus yang baru ia terima pagi itu, tangan nya bergetar hebat membaca setiap kalimat di dalam surat itu.
Nabila tak berani mengatakan hal yang sebenarnya pada Ken. Hingga malam harinya, Ken mendengar suara jeritan dari sebelah kamarnya. Yang merupakan kamar Nabila. Ken terkejut saat mandapati Nabila sudah terduduk di sebelah tempat tidurnya. Tubuhnya di tekuk, tangannya menjambak rambutny di kepala, tubuhnya bergetar, air matanya terus terurai seiring dengan suara isak tangis dan jeritan yang keluar dari bibirnya. Ken panik, hingga akhirnya ia memanggil seorang dokter dan membuat Ken tak punya pilihan lain selain mengikuti saran sang dokter untuk membawa adik tersayangnya tersebut ke sebuah rumah sakit.
*****************
Bram masih asyik menikmati pemandangan di hadapannya. Lima menit lalu ia meminta seorang suster untuk membawakan beberapa data pasiennya. Ya, Bram seorang dokter muda yang baru saja menyelesaikan studinya di Korea 3 bulan lalu. Begitu sampai di Indonesia, Bram langsung saja di tugaskan di salah satu RSJ di Jakarta."Ini dok, data yang anda minta." Suara suster tersebut mengusik lamunan Bram.
"Oh ya, terima kasih silvi." Bram menerima dokumen tersebut lalu membuka dan membacanya.
Silvi mengikuti arah pandangan Bram tadi. Kemudian ia menghembuskan nafas perlahan. "Mau sampai kapan lo kayak gini terus Bram? Lo itu uda tua, uda waktunya berumah tangga. Nyokap lo sering banget ngomel-ngomel sama gue soal lo yang selalu nolak cewek pilihannya." Silvi mulai mengomel.
Senyum tipis terbentuk di bibir Bram. Pandangannya masih menatap pada berkas di tangannya. "Suster Silvi, anda sadarkan sedang berbicara dengan siapa?"
Silvi menatap Bram tak percaya. "Gue ngomong kayak gini sebagai sahabat lo Bram, bukan sebagai suster lo." Silvi langsung saja mengalihkan pandangannya dari Bram dengan kesal.
Kali ini Bram menghentikan aktivitas membacanya. Ia kembali menatap ke depan, gadis itu masih setia di tempatnya, dan masih dengan ekspresi yang sama. Ya, gadis yang sedari tadi menjadi objek pemandangannya dan juga sekaligus objek yang membuat sahabat yang saat ini berdiri di sampingnya kesal dengan sikapnya.
"Sampai dia sadar kalau disini masih ada cinta yang akan selalu menantinya." Bram tersenyum, kemudian kembali membuka dokumen di tangannya. Membaca sebuah nama sambil terus tersenyum, "Nabila Aditya Putri Kuncoro."
END
Akhirnya cerita ini selesai juga. Idenya uda lam banget tapi gak sempat nulisnya. #author sok sibuk hahahahahahaha
Sorry klu kurang ngena fiil nya, sorry jg klu gaje. And thanks buat yang uda nyempetin baca. Tinggalkan jejak kalian ya guys, VOMMENTnya di tunggu loh...
#kisshug dari author