04. Hadirnya Cukup Abadi

402 162 770
                                    

Keheningan di langit gelap tanpa bintang-bintang, kini ia memandang ke luar jendela kaca. Gadis itu hanya terdiam sejak dua jam yang lalu sampai menjelang larut malam. Sungguh sunyi pikirnya. Hanya ditemani oleh beberapa suara jangkrik.

Tanpa dia sadari, Alinea tersenyum mengingat kejadian tadi saat di sekolah. Alinea memejamkan mata merasakan hembusan angin malam yang menyapu wajah eloknya. Membiarkan rambutnya ikut terurai diterpa angin.

Hari ini Alinea mulai bersiap-siap pergi ke sekolah.

Ternyata ruang kelas ini hanya ada beberapa anak yang baru datang memasukinya. Atau dirinya yang datang sepagi ini? Selang beberapa menit akhirnya sudah mulai banyak yang datang.

Pergerakan matanya tak sengaja menangkap ada sosok anak laki-laki yang mulai memasuki kelas, membawa sebuah gitar yang ia pegang pada tangan kanannya.

Alinea menatapnya dalam-dalam, berpikir sejenak.

"Itu yang selama ini diincar oleh para cewek? Sampai dari luar sekolah juga ya," batinnya sembari berpikir kenapa dia bisa-bisanya jadi incaran para gadis? Apanya yang menarik?

Teringat sesuatu dari pikirannya yang sejak tadi bergelut. Tunggu, kenapa bisa-bisanya dia sekelas dengan mantannya?

Alinea mengira bahwa mereka bakal seperti apa nanti, ternyata hanya biasa saja tidak ada hal seperti yang selalu dia pikirkan, selalu saja otaknya berpikir mengada-ngada.

Laki-laki yang membuatnya menarik perhatian sejak masuk kelas, kini dia sedang memainkan gitarnya. Memainkan senarnya hingga terdengarlah sebuah nada dari petikan gitar. Entah kenapa seakan-akan terhanyut pada laki-laki yang bermain gitar tadi, begitu lihai dan melodinya sungguh indah.

Aksara ya. Gumamnya pada diri sendiri.

Alinea lihatlah dirimu sekarang. Begitu cepatnya suka dengan orang baru. Kenal dekat saja belum. Apakah ini pertanda dirinya suka kepada seseorang? Tentu saja tidak. Gadis itu masih ragu akan perasaannya.

Jika dipikir-pikir tatapan Aksara tadi—

Ah tidak juga. Jangan berpikiran aneh. Hanya saja ia ingin tahu lebih dalam tentang anak yang membuat dia menarik atensinya.

Aksara? Kayak pernah liat tapi di mana? Si Michella juga kayak nggak asing.

Berbagai pertanyaan beruntun tiba-tiba muncul dalam pikirannya. Dentingan suara jam dinding dalam kamarnya terus berdetak tiada henti, dan saat ini menunjukkan pukul 12 malam.

"Napa gue malah bengong di jendela jam segini, lama-lama merinding kena angin."

Dengan segera Alinea meraih ujung jendela kaca tersebut untuk mencegah angin masuk lebih lama dan beranjak pergi ke tempat ternyaman. Apalagi kalau bukan ranjang kesayangannya.

Argh

Belum sampai ia menapaki pada ranjang empuknya, tiba-tiba ada rasa bergejolak dari dalam perutnya seakan melilit. Gadis itu merintih memegangi perutnya yang terasa sakit, sepertinya lambungnya kini sedang bermasalah.

"Udah malem ini perut ngapain pake mules segala. Gue juga takut mau tengah malam ke kamar mandi," terpaksa Alinea melangkahkan kakinya keluar dari dalam kamar menuju tempat yang ia yakini saat ini menyeramkan.

Bagaimana tidak menyeramkan bila semua lampu sekarang tak ada satupun yang menyala. Sudah menjadi rutinitas di dalam rumah mereka saat waktu tidur, lampu selalu dimatikan.

Memang benar dirinya tidak bisa tidur dengan keadaan lampu menyala. Itu sangat menganggunya, terlebih lagi jika lampu kamar mandi menyala saja dia ketakutan.

Losing My Life | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang