3. Floating in the red planet

620 139 20
                                    

RENJUN lama-lama merasa tidak nyaman dengan tatapan Jeremy padanya. Tak hanya menatap tanpa berkedip dengan kedua bola mata merahnya itu, senyuman bodoh juga menghiasi wajah tampan Jeremy, membiarkan angin menggoyang-goyangkan helaian merahnya.

"Tidak usah lihat-lihat seperti itu bisa? Kau seperti orang bodoh." Renjun menyingkirkan wajah Jeremy yang begitu dekat dengan wajahnya.

"No, no, no, aku suka melihat wajah Renjun," katanya yang sudah berkenalan dengan Renjun beberapa saat lalu.

Jeremy yang tak mengenal rasa sakit itu malah semakin memandangi Renjun lekat. "Boleh sentuh ini?" Ia menunjuk ujung hidung mancung Renjun namun tak sampai menyentuhnya.

"Tidak boleh." Renjun melotot, menyingkirkan telunjuk Jeremy dari hadapannya.

"Kenapa tidak boleh? Ini lucu." Jeremy kembali meletakkan telunjuknya disana.

"Kubilang tidak ya tidak! Idiot!" Renjun melotot pada Jeremy namun nampaknya alien, ya mari kita sebut saja Jeremy alien karena spesiesnya belum pernah diteliti oleh sang kapten penjelajah semesta itu.

Jeremy adalah spesies pertama yang dilihatnya memiliki kemampuan super. Kecepatan terbang hypersonic, wajah tampan menyerupai manusia, namun kecerdasan minim dan entah misteri apalagi yang Jeremy punya, Renjun masih belum mendapatkan jawabannya.

"Kembalikan robot peliharaanku."

"No, no, no, peliharaanku." Jeremy menunjuk dirinya sendiri.

"Apa maksudmu? Pupi adalah ciptaanku dan kekasihku!" Renjun yang memang bersumbu pendek hampir kehilangan kesabaran menghadapi alien bodoh itu.

"Kekasih? Kekasih itu apa? Ini kekasih." Jeremy menunjuk ujung hidung Renjun lagi.

"Ini namanya hidung, astaga. Kau ini keluar dari batu apa?" keluh Renjun yang suaranya mulai memelan.

"Dari telur." Jeremy tersenyum, membuat gerakan dengan kedua tangan membentuk wujud telur tak kasat mata lalu memperagakan bagaimana telur itu pecah. "Aku keluar dari telur."

Renjun menatap Jeremy tak percaya. Alis menukik, mata melotot dan bibir membuka. Heran luar biasa. Alien ini lahir dari telur. "Apa kau ini spesies unggas?" tanya Renjun memastikan. Namun sebelum Jeremy membuka mulut untuk menjawab, ia melanjutkan, "lupakan, kau pasti juga tidak tau apa itu unggas."

"Tidak tau. Apa ini unggas?" Jeremy yang sangat bernafsu menyentuh hidung Renjun itu kembali menunjuk bagian tubuh tersebut.

"Astaga, hentikan. Ini hidung. Kan sudah kubilang tadi ini namanya hidung!" Renjun kesal dan mulai berdiri. Ia sedikit terbatuk karena penyesuaian diri dengan oksigen planet merah ini.

"Boleh sentuh hidung?" Jeremy mencebikkan bibirnya.

"Buat apa sentuh hidung? Bawa dulu Pupi kesini baru boleh sentuh hidung."

Jeremy tersenyum lebar karena mendapat izin. Dalam kedipan mata, ia melesat cepat mengambil Pupi yang sempat terpental jauh karena kekuatan supernya itu, memeluknya lalu kembali jongkok dan diberikan pada Renjun.

"Pupi, activate satellite mode," ucap Renjun.

"Piiip piiip." Pupi mengangguk dan kemudian bentuknya yang bulat itu perlahan berubah menjadi seperti meriam, bersiap menembakkan sesuatu dari dalam tubuhnya itu. "Piiip ... piii-pii—iiii—" Namun suaranya tiba-tiba memudar dan Renjun tau apa penyebabnya.

"Pesawatku benar-benar hancur ya? Apa yang harus kulakukan jika seperti ini? Bagaimana caranya aku memberi kabar pada Jay dan Soobin?" gumam Renjun putus asa.

"Renjun butuh satelit?" Di luar dugaan, Jeremy malah bertanya padanya.

Kembali Renjun dibuat mengernyit dan heran, menatap Jeremy penuh kekesalan. "Kau ini tidak tau hidung tapi tau satellite? Yang benar saja?"

Skaargia ✦ JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang