5. Something that blows me

369 59 9
                                    

TIMUTTA melirik ke bawah menatap datar kepala puteranya. Sudah sejak lama ia mengatakan bahwa penduduk Lugia tidak boleh ada di planet mereka tapi Jeremy melanggar peringatan tersebut.

"Kenapa kau ini susah sekali untuk menurut padaku, Jeremy?" Suara Timutta mengalun penuh dominasi di telinga Jeremy.

Renjun masih tidak sadarkan diri, berbaring di atas ranjang bernuansa merah dan hitam. Matanya memejam tak nyaman pertanda tubuhnya sedang menyesuaikan diri dengan planet tersebut.

"Tapi Renjun beda, Mama." Jeremy masih tetap bersujud tidak mau mengangkat kepalanya sama sekali.

"Beda bagaimana? Semua penduduk Lugia sama saja nak." Timutta mencoba melangkahkan kakinya tapi masih tetap ditahan oleh Jeremy.

Tetapi sang anak yang takut pada ibunya itu pun memberanikan diri mengangkat wajahnya, memohon belas kasihan seperti seekor anak anjing pada induknya, sambil berkata,

"Renjun imut, Mama."

Wajah datar Timutta refleks berubah muak. "Hanya karena imut kau melindunginya? Kau tidak butuh manusia seperti dia, Jeremy. Kau sudah punya segalanya. Kau mahluk terkuat di galaksi."

"Aku tidak imut seperti Renjun!"

"Kau itu tidak imut tapi kau menawan. Kau tau itu kan? Kau menawan seperti mama." Timutta menggerakkan kedua tangannya seolah sedang menyelipkan helai rambut ke belakang telinga.

"Aku menawan?" Jeremy merasa sedang dipuji oleh mamanya karena hal itu memang jarang dilakukan oleh induk dari mahluk tersebut.

"Sekarang berdiri, tidak perlu bersujud. Renjun tidak kau butuhkan. Orang Lugia tidak boleh berada di planet ini." 

Dengan gerakan jari saja, Timutta berhasil membuat tubuh Jeremy melayang tetap dalam posisi bersujudnya. Ia berjalan semakin mendekat pada Renjun, mulai menggerakkan jemarinya untuk melenyapkan nyawa Renjun dalam sekejap mata.

"Renjun!" Jeremy terbang cepat mengambil tubuh tak sadarkan diri itu dan dibawanya terbang sampai menembus atmosfer planet merah tempatnya tinggal.

"Jeremy! Kau mulai puber ha!" Teriakan Timutta yang mencekam, menyebar hingga seluruh penghuni planet dapat mendengarnya.

Panggilan mamanya tak digubris sama sekali. Jeremy beberapa saat lalu sudah memberikan energi kehidupan agar Renjun bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. 

Ia dengan mudahnya membawa sang kapten menuju bulan yang mengorbit pada planet mereka. Bulan berwarna merah keabuan dimana disana banyak sekali gunung-gunung vulkanik yang telah mati.

Sebuah bangunan berbentuk segitiga menyerupai piramida menjadi satu-satunya bangunan disana, ditengah hamparan gunung vulkanik non aktif dan dinginnya suhu bulan tersebut, Jeremy membawa Renjun masuk kesana.

Dibaringkannya Renjun di dalam kamar yang letaknya ada di puncak tertinggi bangunan super besar itu. Akses untuk menuju ke kamar tersebut hanya ada tangga spiral dimana bagian paling bawah dan paling ujung tangga tersebut telah hilang.

Orang biasa yang masuk ke dalam sana akan dipastikan tewas karena suhu yang begitu dingin dan minimnya oksigen. Ditambah lagi tidak ada air sama sekali, hanya semenit saja, orang biasa yang mendarat disana pasti akan langsung mati.

Suhu udaranya begitu kering, membuat tenggorokan tercekik jika tidak diguyur air. Melihat bahwa tidak ada mahluk hidup atau spesies penghuni asli dari planet merah.

Satu-satunya mahluk yang bebas kesitu, bolak-balik dari planet merah ke bulan merah, adalah Jeremy dan juga mamanya. Meski untuk sekarang, mamanya tidak bisa lagi menyusul sang anak ke bulan merah karena suatu hal, satelit dari planet merah itu dikenal sebagai ruang pribadi Jeremy Skaar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 30, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Skaargia ✦ JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang