Jake berjalan melewati hiruk pikuk lalu lintas yang masih ramai di malam hari. Ia melangkahkan kakinya menuju Subway yang tidak jauh dari kampusnya.
Sesampainya di Subway, Jake mendekati Coin Machine yang berada tak jauh di tempat ia melangkah. Jake memilih destinasi dan menekan tombol tersebut, tak butuh waktu lama untuk satu koin keluar dari mesin tersebut.
Dirinya kemudian berjalan menuju kursi tunggu penumpang di sebelahnya. Ia memilih kursi yang berada di pojok sembari mendengarkan musik melalui earphone yang sedari tadi belum ia lepas.
Beberapa menit berlalu, kereta pun datang. Orang-orang bergantian untuk memasuki kereta, tapi sebelum itu, mereka membiarkan para penumpang untuk keluar dari kereta terlebih dahulu agar tidak sahut-sahutan dan terdesak.
Jake memasuki kereta di urutan terakhir sebelum akhirnya kereta tersebut menjalankan mesinnya.
Di kereta, pandangan Jake terasa kabur karena guncangan yang dibuatnya. Ia menatap orang-orang yang melihat dan tertuju di satu titik, tak jarang orang-orang menyempatkan diri untuk membaca novel ataupun surat kabar.
Sedangkan Jake mengitari setiap sisi dengan matanya.
Ia menghela napasnya perlahan setelah itu Jake menyandarkan dirinya ke dinding kereta dengan hati-hati.
Seiring berjalannya waktu, kereta yang ditumpangi Jake sampai di tempat tujuan. Jake keluar dengan sedikit mendorong orang-orang di depannya tanpa mengucapkan 'Permisi'.
Ia hanya tetap bungkam membiarkan tangannya beraksi. Jake menghela napas perlahan setelah ia keluar dari kereta yang sesak tersebut.
Tempat kerjanya tidak jauh dari Subway bisa dibilang hanya membutuhkan waktu lima belas menit untuk menuju ke sana.
Cling!
Suara bel pintu dari sebuah toko kecil berbunyi menandakan ada seseorang yang masuk.
Jansen Jonah, kakak dari sang ibu yang kini juga sedang membuka sebuah usaha toko kecil untuk mendapatkan penghasilan.
Jansen mengalihkan atensinya kepada Jake, ia menggerakkan kursi kerjanya menghampiri Jake. "Bagaimana kuliahmu?".
Jake hanya mengangguk sembari mengangkat bahunya.
Jansen sudah mengerti apa jawaban dari Jake itu. 'Baik-baik saja'
***
Jansen tidak berbicara dengan Jake begitu banyak. Bukan berarti mereka tidak akrab, hanya saja tidak ada poin penting yang harus diobrolkan. Jake juga tidak akan membalas ucapannya begitu cepat, kadang kala Jake menggunakan bahasa isyarat untuk membala ucapan dari Jansen. Dan untung saja Jansen mengerti sedikit-sedikit tentang bahasa isyarat yang diberikan oleh Jake.
Berdiam diri di depan laptop sembari mengetik sesuatu menurut Jake itu adalah hal yang menenangkan baginya, dirinya dapat mencurahkan semua emosi dan lantunannya melalui ketikan tersebut.
Ruangan belakang menjadi tempat favorit Jake untuk menulis atau sekedar mengetik dan membuat tugas. Sunyi, Jake suka suasana tempat seperti itu. Walau sesekali ia keluar untuk sekedar mengambil minuman dan berpindah tempat duduk.
Menjauh dari pamannya membuat Jake sedikit tenang dan juga ia bisa bernapas dengan tenang pula. Walaupun ia tidak bisa menginap di toko kecil Jansen, itu jauh lebih baik daripada ia berdiam diri di kamarnya dengan bentakan pamannya.
'Kau harus keluar, Jake!'
'Kau tidak bisa berdiam diri seperti ini, apa kau mau menjadi seperti ibumu?!'
![](https://img.wattpad.com/cover/279421603-288-k187717.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope For Happiness || Sungjake
FanfictionJake hanya ingin mengabulkan salah satu harapannya, harapan untuk bahagia. Sungjake! Top! Sunghoon Bot! Jake BxB! Rated - 15+ (Very slow update) [Road to Paradise remake story] [06.02.22 - Present]