Aku berkata pada diri sendiri, jika semua ini hanyalah kebetulan semata.
Namun, sebagian dari diriku seakan terhipnotis pada pria yang sama sekali tidak pernah kuhiraukan, alih-alih membuang muka dan menganggapnya sebagai orang yang mampir ke dalam mimpiku setiap saat.
Apakah aku benar-benar butuh ke psekiater dan bertanya mengapa pria itu selalu muncul di setiap mimpiku?
_Lucy
***
Aku berjaln lurus ke depan tanpa memperhatikan ruang-ruang kelas yang terlihat sepi, tidak menghiraukan rasa gelisah yang membuat sebagian dari diriku merasa terancam. Aku tahu ini aneh, tapi aku bisa merasakan seseorang tengah menatapku entah dari mana dan aku tidak tahu siapa dia.
"Kau benar-benar gila!" Aku terkejut. Jantungku terasa sakit karena degupan kencang dan aku ingin mengutuk seseorang yang teriak di ujung lorong. Mataku menangkap sekumpulan gadis-gadis yang berbicara tentang hal memalukan dan saat mereka menatapku, beberapa di antara mereka berbisik. Well, lupakan saja mereka karena aku benci gadis-gadis yang hanya mendengar gosip.
Aku kembali berjalan dan meneruskan langkah lebih cepat dari sebelumnya saat tangan kekar seorang pria menarikku. Berteriak? Tentu saja sebelum dia membungkamku dengan satu tangannya. Aku mencoba memberontak sambil menggigit jarinya ketika melihat wajah itu. Oh Shit!
Dia melepasku dan mengangkat tangan ke udara. "Kau benar-benar ingin memakan jari-jariku."
"Tidak. Kau salah. Aku ingin menyantapmu hidup-hidup."
Rey tertawa dengan keras hingga otot-otot dari tangannya bergerak. Menjijikan. Apa yang dipikirkan otaknya?
"Kau selalu bisa membuatku tertawa, Ana."
Aku terkejut, sungguh. "Apa aku seperti seorang komedian atau pekerja sirkus bagimu?"
Dia mendekat ke arahku, tidak menghiraukan tatapan benciku. Matanya yang abu-abu seakan menelanku dan aku ingin segera pergi dari tempat ini. "Aku tidak pernah ingin putus denganmu," dia menutup mulutnya dan menyentuh ujung rambutku. "Kau membuangku begitu saja, sayang."
"Aku membuangmu." Aku tertawa. Keras. Apa dia sudah gila?
Dia menyudutkanku dan aku benar-benar berharap seseorang muncul untuk menolongku. Matanya lagi-lagi menghujamku dengan tatapan kejam, sebenarnya siapa yang salah di sini? Bukankah dia yang lebih dulu berkhianat, jadi apa salah aku meninggalkan pria brengsek seperti dirinya?
"Luciana." Bibirnya mendekat ke wajahku dan aku benar-benar frustasi. Oh Tuhan! Siapa sangka aku pernah menyukai pria gila ini?
"Rey," suaraku terdengar kecil, tapi aku tidak ingin kalah. Aku menarik napas panjang dan menatapnya tajam. "Jangan membuatku membencimu lebih dari sebelumnya."
Dia tersenyum tipis seakan tidak peduli dengan peringatan dariku. "Bagaimana, ji--"
"Apa yang kalian lakukan?"
Aku terkejut, seperti halnya Rey yang melepasku begitu saja saat mendengar suara berat seorang pria. Untuk beberapa detik aku merasa lega karena seseorang bisa menolongku, tapi ketika aku melihat siapa pemilik suara itu, pipiku terasa panas. Sial! Kenapa dia?
"Kami hanya membicarakan sesuatu, pro--"
"Aku tidak peduli apa yang sedang kau bicarakan dengannya." Dia menatapku dan aku memohon bantuan padanya. Siapa peduli jika dia menganggapku gadis aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Witch
FantasyUntuk kesekian kalinya aku berkata pada diri sendiri, jika ini hanyalah mimpi yang tidak punya arti khusus bagiku. Tapi, mimpi itu terus berlanjut... Dia di sana, menatapku diam dan memelukku di dalam mimpi yang berlanjut. Lalu, semua berjalan deng...