Chap 1

371 18 4
                                    

Semua tampak begitu nyata meski aku tahu, jika ini hanyalah sebuah mimpi. Namun, hatiku kecilku berbisik, kau berada di tempat yang seharusnya.

_Lucy

Berkas sinar matahari membuat mataku terbuka, samar-samar aku bisa mendengar suara wanita yang sangat aku hormati di samping tempat tidurku. Dia tersenyum dan mengetuk jam tangan silver yang ada di tangannya.

"Apa kau akan tetap tidur, sayang?" pertanyaannya membuatku mengusap wajah, meski aku ingin menarik selimut dan kembali tertidur mengingat semalam kami-aku dan beberapa teman wanitaku-menghabiskan waktu di perpustakaan kampus kami hanya untuk mengerjakan sebuah essay dari prof. tercinta kami. Sial! Membayangkan pria tampan yang menjadi prof. kami membuat darahku mendidih, bukan karena dia mempengaruhiku dalam arti baik. Tentu tidak. Kukatakan, dia...pria bernama Jo Marcus itu hanya seorang adnois yang menyebalkan.

"Mom, bisakah aku tidur setengah jam lagi?" suaraku serak dan aku benar-benar ingin tidur kembali, tapi Mom menggelangkan kepala.

"Bukankah kau harus pergi menyelesaikan tugasmu, lagi pula Haru menunggumu di bawah." Sepenuhnya aku sadar dan bangkit dari tempat tidurku. Gadis itu akan membunuhku.

"Oh sial! Apa ini sudah jam 10 pagi, Mom?" aku berteriak dari kamar mandi saat mendengar Mom membuka lemari pakaianku.

"Yak! Aku tahu kau akan seperti ini. Cepatlah mandi." Aku meringis, suara merdu itu tentu saja milik gadis cantik yang sangat kusayangi.

Aku membuka pintu kamar mandi dan tersenyum lebar. Dia membalas senyumku dengan sangat manis sebelum bibirnya menegaskan-Aku. Tidak. Butuh. Senyumanmu-saat bantal kesayanganku melayang dengan pasti ke arahku. Hari yang indah!

***

"Bisakah kita beristirahat dengan tenang!" Aku mengacak rambut dan mendesah frustasi, tapi sahabat-sahabatku tercinta hanya diam dan melanjutkan essay mereka. "Woa, kalian benar-benar bekerja keras."

"Apa kau ingin essay-mu bertambah?" pertanyaan Hae Ra membuatku tersedak, peluru yang bagus. Aku menggeleng dan menjatuhkan kepalaku di atas meja.

"Tentu tidak," gumamku dan aku mencoba memejamkan mata. "Bangunkan aku 15 menit lagi, aku akan menyelesaikan sisanya." Aku tidak mendengar gerutuan mereka dan memilih menutup telingaku dengan sebuah jurnal.

Hembusan angin dingin membuat bulu halus di kulitku berdiri, gerakan-gerakan rumput ilalang di sekitarku membuat gesekan kasar di kulitku yang bebas. Mimpi yang sama.

Aku melihat beberapa kupu-kupu terbang di antara bunga-bunga liar yang tumbuh. Dedaunan dari pohon ek tua yang menutupi sebagian langit biru terbang terbawa angin.

Kau suka?

Aku tersenyum, merasakan sepasang tangan hangat yang melingkar di pundakku. Suara merdunya terdengar begitu indah bagaikan suara yang tercipta dari sebuah alat musik mahal.

Ya, benar-benar pemandangan yang menakjubkan.

Bisakah kau tinggl di sini, bersamaku.

Aku mengangguk dan menoleh ke samping, mencoba melihat wajah pria yang selalu hadir di mimpiku meski dia tidak pernah memperlihatkan wajahnya sejak kami bertemu di dunia mimpiku.

Kau...

Mataku berkedip, wajah pria yang kini ada di hadapanku bukanlah orang asing. Mata hitam segelap langit malam itu selalu membuatku merasa terintimidasi, bibirnya yang merah seakan berkata jangan mendekatiku dan aku tahu Tuhan menciptakan pria adonis ini hanya untuk satu tujuan. Menyesatkan kami.

Tangan hangatnya menyentuh pipiku dan-

"Dingin!" Aku membuka mata dan melihat Haru mengangkat sebuah botol soda di tangannya. "Aku ingin menecekikmu."

"Lakukan itu setelah kau menyelesaikan bagianmu karena kami sudah menyelesaikan bagian kami." Oh! Essay yang menyebalkan.

Hae Ra mengangguk dan mengambil tasnya di atas meja. Mereka berdiri dan meletakan air soda di samping laptopku. "Selamat bekerja dan kumpulkan pada prof. jika kau sudah selesai."

Aku meringis dan mengangguk saat mereka melambai, lalu meninggalkanku sendiri. Untuk beberapa detik aku berpikir tentang mimpiku. Pria itu...

Aku melihat seluet tubuh prof. Jo beberapa meter dariku, dia menatapku lama seakan ada sesuatu yang dia sembunyikan. Aku mencoba berpikir jernih dan berkata ini hanyalah sebuah kebetulan karena dia berada di mimpiku dan saat aku menggelengkan kepala, dia pergi dan menghilang di balik rak-rak buku perpustakan.

The Witch Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang