TLWBB | 00🍼

1.6K 76 0
                                    

"ESPERANZA AODRA!"

"Ya, Bu?" saut Aodra menghentikan langkahnya.

"Kamu lagi, kamu lagi, sehari tak membuat masalah bisa tidak?"

"Emang saya ngapain, Bu?" tanya Aodra menatap Bu Beta selaku guru BK itu bingung.

"Sudah salah, tidak sadar diri lagi!" sentak Bu Beta memancing emosi Aodra yang memang tengah dalam mood buruk.

"Loh, saya baru aja dari perpus Bu. Salah saya dimana?"

"Kamu bully Dania kemarin, kamu tahu Dania itu anak saya 'kan?!"

Aodra mengangguk, "saya tahu, tapi saya gak pernah bully anak Ibu. Saya memang di cap sebagai troublemaker dan ratu bully disini, tapi saya tidak pernah sekalipun mengusik jika tidak diusik."

"Kemarin anak saya pulang dengan keadaan yang sangat kacau, dan itu pasti ulah kamu 'kan?!" tuding Bu Beta.

"Jangan asal bicara kalo gak punya bukti, Bu. Saya bukan seseorang yang mengelak dari masalah, kalo saya salah pasti selalu saya akui!" tekan Aodra, hari masih pagi tapi emosinya sudah disulut.

"Tapi Vani bilang kamu yang bully anak saya!"

'Nyari mati tuh cewek,' batin Aodra mengepalkan tangannya.

"Dan Ibu percaya sama ucapan yang kebenarannya Ibu gak tau kayak gimana?"

Aodra tertawa pelan setelah bertanya, "saya bakal buktiin kalo saya gak pernah bully anak Ibu, tapi kalo setelah ini anak Ibu jadi korban bully saya, ya jangan salahin saya," ucap enteng Aodra berlalu setelah melemparkan senyum singkatnya.

"Tidak bisa begitu dong!" bantah Bu Beta panik, guru wanita itu ketar-ketir sendiri karena Aodra tidak bisa disepelekan ucapannya.

"Bisa, apa yang saya ucap akan saya buktikan," kata Aodra tanpa berbalik tetap berjalan meninggalkan guru itu.

Langkahnya terus masuk ke arah koridor sepi menuju halaman belakang.

"Hallo sugar."

Deg!

Keringat dingin mulai mengalir dipelipis dan telapak tangannya, napasnya tiba-tiba terasa tercekat, jantungnya berdegup kencang dua kali lebih cepat dari degupan normalnya.

"Pergi."

•••

Dibelakang sekolah tepatnya di taman yang sepi, terdapat dua insan yang sedang berkelahi sedangkan tiga orang lainnya hanya menonton.

"Brengshake!" umpat Abim pelan saat melihat rahang Rendra terkena pukulan.

Rendra dan Kelvan, dua orang itu terus saling membogem, menendang, bahkan keadaan mereka sudah benar-benar acak-acakan dengan darah yang terus keluar dari sudut bibir ataupun luka lainnya.

BUGH!

BUGH!

Rendra menendang perut dan rahang Kelvan hingga laki-laki itu terjatuh.

"Penghianat!" desis Rendra menatap tajam sembari mengusap sudut bibirnya.

"Uhukk! Uhukk!" Kelvan terbatuk dengan darah yang keluar dari mulutnya karena tendangan Rendra.

"A-ampunn," lirih Kelvan meremat seragam bagian dadanya.

"Gu-e terpaksa, uhukk!" lanjut Kelvan terbatuk.

"Terpaksa atau enggak, lo tetep penghianat!" sentak Rendra hendak menghajar Kelvan lagi, beruntung Jeff menahannya.

"Cukup Ren! Bim, Gal, bawa Vano pergi," titah Jeff selaku ketua dari Geng Edgar.

Abim dan Galih mengangguk dan mulai membantu Kelvan, memapah tubuh lemas penuh luka itu untuk dibawa ke rumah sakit.

"Tenangin diri lo," ucap Jeff menyodorkan dot berukuran mini berisi susu rasa vanila, sekarang dibelakang hanya ada mereka berdua.

Dengan mata berbinar Rendra menerima dot tersebut dan mulai menyedotnya, benar-benar definisi bayi besar. Emosi yang menguasai laki-laki itu hilang bersamaan dengan tiap tetes susu yang mengalir di tenggorokannya.

Dalam sekejap botol dot itu sudah kosong, Rendra memasukannya ke dalam tasnya dan berjalan menuju pintu belakang untuk membolos dengan Jeff menuju warbel atau sering disebut Warjok karena pemilik warungnya bernama Joko.

"Dasar bayi," gumam Jeff.

•••

"Brutal in public, baby in private."

Hallo guys, semoga kalian suka sama ceritaku ya:)

TARENDRA 「Living with big baby」[Slowly Up]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang