3

2 0 0
                                    

°°°

"Ku kejar kau takkan bertepi
Menggapaimu takkan bersambut
Sendiri membendung rasa ini
Sementara kau membeku"

Satu bintang di langit kelam,
Maudy Ayunda

°°°
.
.
.

Happy reading

.
.
.

•••

Suara grasak-grusuk terdengar dari arah dapur saat Ardhan berhasil menapaki lantai dasar rumahnya. Dengan tangan yang masih sibuk menyimpulkan dasi, ia berjalan dengan raut penasaran kearah dapurnya.

Ternyata Tsana sang adiklah yang penyebab keributan di pagi hari itu terjadi. Memastikan simpulan dasinya sudah rapi ia berjalan mendekati Tsana dengan kedua tangan yang dimasukkan kedalam saku celana abu nya.

Ekhem..

Deheman berat itu mengalihkan perhatian Tsana dari kesibukannya saat ini,tanpa perlu mengatakan sesuatu Tsana hanya melirik malas sang Abang yang sudah rapi di hadapannya.

Seolah mengerti tatapan malas sang adik, Ardhan membuka suara.

"Tumben banget rajin" sahut Ardhan dengan nada jahil di ucapannya.

Ck

Kan, sudah Ardhan pastikan adiknya akan berdecak mendengar ucapannya. Setelah ini pasti akan mengomel padanya.

"Rajin salah, males juga salah. Emang adek gak pernah bener ya kalo sama mas Ardhan"

Nah kan, apa yang Ardhan ucap terbukti, bukan?

"Sans dong dek, mas kan cuma heran aja gitu, kok tumben tumbenan kamu mau ke dapur pagi pagi gini. Biasanya kan masih sibuk sama sepatu atau kaos kaki, hehehe"

Tsana memutar bola matanya jengah dan memilih mempercepat kegiatan yang saat ini sedang ia lakukan. Dan setelah lima menit kemudian selesai juga yang ia buat.

Dua buah Roti sandwich dengan beef dan ekstra keju telah berhasil ia sajikan diatas piring serta dua gelas susu vanila hangat yang baru saja ia tuangkan kedalam gelas panjang didekatnya.

Ardhan menatap penuh minat pada makanan yang telah dibuat oleh adiknya dari tempat duduk yang tengah ia duduki setelah lima menit yang lalu sibuk menggoda sang adik.

"Maaf kalo adek cuma bisa bikin sandwich doang" lirih Tsana setelah meletakkan dua buah sandwich itu di meja pantry tempat abangnya tengah duduk sambil menatapnya.

"No problem dek, kamu udah bisa nyiapin ini semuanya udah keren banget sih. Btw makasih ya adek mas yang baik banget" lalu tangan besarnya mengelus pelan surai coklat sang adik.

Tsana tersenyum tipis dan mengangguk sebagai respon. Setelahnya ia berpamitan untuk ke kamar sebentar yang bertujuan mengambil tas dan merapikan sedikit rambutnya yang ikatannya agak mulai mengendur akibat memasaknya tadi.

Ardhan mengiyakan pamitan sang adik dan kemudian menikmati sandwich yang tampak lezat dari tampilannya itu.

Satu gigitan berhasil ia lakukan,dan rasanya tidak begitu buruk untuk ukuran pemula seperti Tsana adiknya. Lain kali Ardhan akan meminta Tsana untuk membuatkan untuknya lagi~

•••

"Bunda bilang seminggu lagi baru pulang, Oma drop parah disana" ujar Tsana saat hendak menaiki motor Scoopy biru abangnya.

"Kasihan Oma ya dek, sayang banget kita gak bisa kesana karena masih awal ajaran baru mana dikasih izin"

"Ayah cuma anter bunda kesana mas, besok paginya dapat tugas ke Kalimantan"

"Kirain ayah bakal nemenin bunda. Jangan lupa pegangan dek" tangan Ardhan meraih tangan mungil Tsana untuk memeluk pinggangnya erat.

Tsana hanya mengikuti instruksi sang Abang dan motor sang Abang mulai melaju pelan meninggalkan halaman rumah dua lantai tersebut. Tsana seperti biasa menikmati semilir angin yang berhasil membuat rambutnya yang tak diikat itu menari-nari disepanjang perjalanan.

Senyum tipis terbit dibibir merah muda alaminya,dan pemandangan itu tak luput dari penglihatan abangnya dari spion yang menampilkan ekspresi sang adik.

•••

Kumuh dan kusam serta penuh debu, siapa yang berkenan mengunjungi tempat bernama gudang penyimpanan sekolah itu. Namun sayup-sayup terdengar erangan serta rintihan seseorang didalam sana. Bunyi kursi terlempar kuat berhasil menjadi perhatian seorang pemuda yang kebetulan lewat saat hendak mengembalikan bola basket keruang penyimpanan.

Bugh!!

Argh...

Brak!!

shhh...

"Gue suka teriakan Lo"

" Tunggu bentar, masih ada kejutan manis lagi buat Lo." Ujar pemuda itu bersemangat dan mulai berjalan dengan senyum iblis terpancar dibibirnya.

Byur...

Inilah kejutan manis yang dimaksud pemuda bernetra tajam itu, air bekas cucian pel yang warna dan aromanya sungguh tak sedap dipenciuman.

"Gimana sama kejutannya? suka gak? atau mau gue tambahin, hm?" Suara berat dan mencekam itu memenuhi ruangan gelap nan kumuh itu.

Sosok yang menjadi korban tersebut hanya mampu menggeleng dengan tubuh bergetar hebat akibat efek yang ditimbulkan dari perilaku sadis sang senior pada dirinya.

"Ck,baru segitu doang Lo udah gemeter. Gue benci makhluk lemah kayak Lo!!" Dengus pemuda berwatak iblis tersebut.

ceklek

Decitan pintu terbuka mengundang atensi sosok itu dari kegiatan menyenangkannya, terlihat seorang pemuda dengan pakaian basket yang penuh keringat menghampirinya tanpa rasa takut. 

"Gue kira lo gak masuk, Nta." Ucap pemuda itu tampak tenang

"Gak usah banyak basa basi, kenapa lo masuk dan ganggu kegiatan gue!!" 

"Gue mau lo berhenti nyakitin orang, Nta."

"Lo cuma temen gue, this my life. You have no right to side!!" tajam dan penuh penekanan disetiap kata yang sosok itu ucapan.

Nta atau Ganta Mahari, tidak ada yang bisa mengatur kehidupan serta menilai setiap hal yang ia lakukan terutama ia senangi. Memiliki kedua orang tua yang berpengaruh serta harta yang berlimpah membuat sosok pemuda yang kerap dipanggil Anta itu tumbuh menjadi kepribadian arogan serta tak berperasaan dalam menindas orang-orang yang tampak lemah dimatanya.

"Gue peringatin buat Lo!! kalau besok masih ganggu dan nolongin mangsa gue, siap-siap aja adek lu yang bakal gue jadiin mangsa selanjutnya" kalimat itu meluncur dari bibir Ganta

Yang mendapat ancaman tampak mengetatkan rahangnya, pertanda marah dan tak suka jika sudah menyangkut soal adik kesayangannya.

"Well lo ingat itu, lo kenal gue gak sehari dua hari. Jadi apa yang keluar dari mulut gue udah pasti bakal gue wujudin. Bye dude..."

Brengsek

...

sorry kependekan

vote dan komen

see you next chapter

bye guyss



DIALOG HUJANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang