.
.
.
.
.
_________________
Gracia termenung di balkon kamarnya.
Pikirannya berkelana pada kejadian siang tadi saat ia tidak sengaja menabrak seorang pria dewasa.
Usianya mungkin seperti papinya, bahkan penampilannya juga menunjukan ia seorang bisnis man.Tapi ada yang begitu menjanggal dalam pikiran Gracia.
Perasaannya tidak biasa. Gracia bisa memastikan bahwa ia baik-baik saja saat menuju rumah sakit. Ia tidak merasa hal aneh pada dirinya bahkan pada jantungnya.
Tapi saat ia bertemu pria itu...
"Huuft.. Rasanya gak asing,, seakan aku udah merasa kenal.. Tapi.."
"Gak mungkin,, aku baru pertama kali ngeliat om itu. Aneh kalo aku udah ngerasa kenal dia kan.. Tapi.."
"Arghh memikirkannya saja sudah membuat pusing."
Gracia mengacak rambutnya kesal karena merasa frustasi dengan pikirannya yang terus melontarkan pertanyaan-pertanyaan.
Ia lalu menatap langit malam. Menelisik hamparan bintang yang menemani sang bulan, menambah kecantikan sang langit malam.
Gracia menyukai apa yang dilihatnya. Salah satu hal yang bisa membuat hatinya tenang.
-
Saat sedang asik menatap langit. Tiba-tiba Gracia dikagetkan dengan adanya tangan yang melingkar diperutnya serta tubuh hangat yang bersandar pada punggungnya.
Tubuh itu mendekap erat tubuh Gracia dari belakang. Membuai Gracia dengan kehangatan yang diberikan.
"Gege kok belum tidur..? Lagi mikirin apa hmm?" Tanya suara dari pemilik tubuh hangat itu.
"Cici juga belum tidur"
Dan tubuh itu ternyata milik Shani, cicinya. Ia mengeratkan pelukannya pada sang adik kala merasa Gracia menghembuskan nafas berat. Ia juga menyandarkan dagunya pada bahu Gracia.
Inilah posisi favorit Shani setiap ia memeluk sang adik. Ia tidak pernah takut debaran jantungnya di dengarkan oleh Gracia. Yang Shani tahu hanya ia ingin selalu merasakan kehangatan seperti ini.
"Mau ceritain sesuatu sama cici..?" Lagi Shani bertanya. Ia memiringkan kepalanya, menatap wajah teduh Gracia.
Cantik. Itulah yang Shani pikirkan.
"Tadi, waktu aku mau ke ruangan mimi, aku gak sengaja nabrak laki-laki" Gracia mulai bercerita.
"Hmm,, terus..?" Shani masih setia menatap wajah Gracia.
"Dari wajahnya kayaknya dia seumuran papi,, aku tadi kan buru-buru,, jadi gak sengaja nabrak"
"Aku ngerasa gak pernah ketemu sama om itu sebelumnya Ci. Tapi tadi waktu aku tatap mata dia,, rasanya aneh.."
Shani menaikan sebelah alisnya.
"Aneh? Aneh kenapa?"
"Yah aneh gitu Ci,, aku kayak ngerasa udah kenal sama om itu,, kayak udah pernah ketemu sebelumnya,, tapi aku yakin kok aku tuh gak pernah ketemu om itu"
Shani menganggukan kepalanya.
"Mungkin sebenarnya Gege udah pernah ketemu sama om itu, tapi Gegenya lupa.. Udah gak usah dipikir lagi,, wajar kok.." Ucap Shani menanggapi.
"Umm,, iya juga sih,, tapi.." Lagi Gracia mendesah lirih,, hatinya masih tidak tenang, pikirannya masih berputar mencari jawaban yang tepat.
Shani mengangkat kepalanya. Berahli mengecup kepala belakang Gracia. Mencoba memberi ketenangan pada sang adik.
Gracia memejamkan matanya menerima perlakuan sang kakak. Hal yang selalu ia syukuri hingga kini adalah bisa selalu menerima kehangatan dari Shani.
Shani melepas pelukannya. Berahli mengubah posisi Gracia untuk menghadap ke arahnya.
Keduanya sama-sama terpaku pada paras di hadapan mereka.
Gracia begitu mengagumi kecantikan sang kakak. Ia tidak pernah merasa bosan untuk menatap ciptaan Tuhan yang sempurna itu.
Dan Shani? Tidak jauh berbeda dengan Gracia. Ia merasa terhipnotis dengan tatapan teduh milik Gracia.
"Gak usah terlalu dipikirin lagi yah.."
Ucap Shani. Tangannya terangkat mengusap kepala Gracia. Dan Gracia mengangguk sebagai jawabannya.Tangan Shani turun pada pipi Gracia. Mengusapnya dengan pelan. Kedua matanya menelisik seluruh bagian wajah adiknya itu.
Baik Shani maupun Gracia, keduanya merasakan debaran yang aneh dengan posisi itu. Walaupun sebelumnyapun mereka selalu berdebar dengan perlakuan2 kecil satu sama lain. Tapi bagi keduanya kali ini terasa berbeda. Debaran aneh yang menjalar seperti menggelitik mereka.
Gracia masih menejamkan matanya kala Shani terus mengusap bagian demi bagian pada wajahnya. Hingga akhirnya jari-jari lembut itu berhenti pada bibir Gracia.
Gracia membuka matanya, ia menatap mata sang kakak yang begitu sibuk menatap bibir ranumnya.
Shani berahli menatap mata Gracia.
Keduanya saling menatap dengan debaran jantung yang semakin menggebu.
Entah dorongan dari mana, dengan perlahan Shani memajukan wajahnya sambil mereka terus saling bertatapan.
__________________
Segitu dulu ygy..😁