7 | Silent Girl

2.2K 308 41
                                    

Violetta meregangkan tangannya yang pegal. Sejak subuh, dia sudah berkutat di dapur, menyiapkan sarapan dan bekal untuk Raline dan Radian, putranya yang sudah berumur 12 tahun.

Violetta tersenyum simpul. Masih tak menyangka akhirnya ia bisa kembali ke Jakarta. Setelah Papanya meninggal setahun yang lalu, Mamanya tiba-tiba menelfon dan memintanya kembali. Mungkin karena faktor usia, Riana jadi melunak pada putrinya yang selama ini ia musuhi.

"Radian... Stop memberikan pisangmu pada Kakak." Seru Violetta saat mendapati putranya memindahkan pisang yang ada di atas pancake ke piring Raline.

Raline, gadis remaja itu nampak tenang mengunyah pancakenya sendiri. Sama sekali tidak terganggu dengan adiknya yang jail.

"Ayah mau kopi atau teh?" Tanya Violetta pada suaminya yang baru datang dan langsung menciumi wajah Violetta.

"Mau kamu." Violetta langsung mencubit pinggang pria tua yang merupakan suaminya itu.

"Nggak ingat umur." Ucap Violetta sambil terkikik.

"Nanti anak-anak Mas yang antar, kan?" Tanya Violetta. Rimba mengangguk lalu bergabung dengan anak-anaknya untuk sarapan dan diikuti juga dengan Violetta.

"Ingat kata Ayah, ya. Kalau ada yang mengganggu, langsung semprot pakai semprotan merica yang ada di tas kalian." Pesan Rimba pada anak-anaknya saat sampai di depan gerbang sekolah mereka. Raline dan Radian memang sekolah di yayasan yang sama, jadi gedung sekolah mereka jaraknya tidak begitu jauh.

"Sekolah yang baik, ya anak-anak." Pesan Rimba lagi, kali ini benar-benar untuk terakhir kali. Setelah Raline dan Radian mencium tangan Rimba, Rimba segera menghidupkan lagi mobilnya untuk pergi bekerja.

Radian menggandeng tangan kakaknya masuk ke area sekolah.

"Kakak pulangnya jam berapa?" Tanya Radian saat sampai di tikungan yang membedakan area SD, SMP dan SMA.

Raline menunjukkan dua jarinya.

"Ok deh. Nanti Ian tungguin di tempat main ya." Kata Radian lagi, kemudian melambai riang pada Kakak perempuannya.

Raline balas melambai, kemudian melangkahkan kakinya menuju gedung sekolah barunya.

"Wuiih... cakep bener. Anak baru, ya?" Bisik-bisik siswa di sekitar koridor membuat Raline mempercepat langkah kakinya mencari ruang kepala sekolah.

"Cari apa, Nak?" Tanya seorang guru pada Raline. Seorang wanita berparas lembut dan ramah.

Raline mengeluarkan buku catatan dari tasnya, lalu menuliskan sesuatu di sana.

Ruang kepala sekolah.

Guru ber-nametag Ginaya Sarasvati itu tersenyum lembut. Wanita itu sempat terkejut saat melihat gadis cantik di depannya ternyata tak bisa bicara, namun saat melihat iris bewarna coklat terang yang ia yakin salah satunya adalah soft lense, Bu Ginay kembali pada ekspresi ramahnya.

"Oh... kamu siswa baru, putrinya Pak Rimba ya?" Raline mengangguk semangat. Ternyata guru di depannya tahu Ayahnya.

"Ikut saya, ya." Kata Bu Ginay, lalu berbalik menunjukkan jalan di mana ruang kepala sekolah berada.

***

Raline berlari kecil menuju area bermain tempat anak SD berada. Radian, adiknya sedang menunggu sambil bermain perosotan dengan seorang bocah sebayanya.

"Kakak!" Seru Radian girang melihat Kakaknya berlari kecil ke arahnya.

"Aku punya teman baru." Lapor Radian lagi sambil menunjuk bocah ingusan yang masih berada di atas perosotan, tengah bersiap untuk meluncur.

TERSESAT (Terdampar Season II) (END_revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang