Karya : Rizal
Di bawah kerlip cahaya yang menggambarkan sebuah kelam.
Di atas kegelisahan atas luka membalut lara, aku tersungkur.
Diiringi merdu hempasan suara hujan yang menhujam, jatuh berantakan.
Mencoba untuk bangkit bertahan menghapus kenangan, Merawat luka.Bunyi rintik yang tiada henti itu, membawaku menulis syair seakan aku sudah pulih.
Padahal di balik suara rintik itu, ada sebuah rintih yang menancap relung hati.
Rasanya hangat... terseduh rasa sakit yang kutuang dalam secangkir kopi.
Atau rasa dingin dari es teh poci yang berhasil kau buat mencair.Hahaha...mengingat es teh poci, minuman kesukaanmu dulu.
Rasa dari teh itu manis, seperti kisah kasih yang kita anggap terlalu singkat.
Suara manjamu mengatakan "Es teh poci" seakan membawaku ke kedai rindu di pinggiran kota.
Selalu menjadi senjata pamungkasmu untuk bisa keluar berjalan bersamaku.Itulah hal kesukaanmu dulu yang menjadi kebiasaanku, membuatku sudah terbiasa.
Terbiasa hidup denganmu, dan susah hidup tanpamu.
Walaupun aku hanya tak sengaja kembali lewat di kedai itu, kenangan itu terasa kembali hadir.
Aku tertawa hahaha.. Ohh kedai itu yang Menguasai hati dan fikiran, perihal tentangmu yang tak bisa aku kendalikan.Aku tak pernah menyesalkan kehadiranmu.
Aku tak pernah menyalahkan kenangangan itu.
Aku tak pernah menghakimi kedai itu.
Yang aku sayangkan ialah perihal gagal menjaga dan mempertahankanmu.Aku mencoba untuk tenang, berdamai kembali di dalam kesunyian.
Kembali menghisap tembakau yang perlahan pupus dimakan oleh waktu.
Menikmati secangkir kopi, menyisakan ampas yang berujung pahit.
Membawaku berimajinasi yang berujung pada kisah yang mengundang tangis.Jika aku mengingat kisah episode satu kita...aku berhasil menggapai angan setinggi langit.
Terbang tinggi seperti layangan, Merasakan menjadi pemilik langit di atas samudra.
Setelah layangan itu terbang, di terpa badai, lalu mengapa benang nya sengaja kau putuskan?
Kini layangan itu terbang tak tahu arah, hilang tak tahu kemana.Aku di balik tulisan tangan yang ku gores mewakili kata luka ini.
Perlahan mencoba untuk bangkit kembali.
Kemudian berdiri mencoba untuk lari dari kenyataan miris ini.
Setelah semuanya yang kuanggap sudah lewat dan berlalu, Kini menyisakan luka di atas pilu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Menggenggam Rindu
Poetrykamu hanyalah sekedar manifestasi dari sebuah ekspektasi. Yang dapat dilihat dalam wujud materi. Yang berusaha kuungkap namun bersifat misteri. Yang hanya mampu kuaktualisasikan melalui puisi. Saat rindu itu kembali membutuhkan pertemuan. Justru Per...