Part 1.

182 42 6
                                    

'Kala cinta datang, apakah hati dan pikiran bisa sejalan?'

Pagi-pagi sekali Amaya sudah bangun, membuat roti untuk sarapannya hari ini. Roti yang ia buat adalah simit bread atau roti simit, dan segelas kopi hitam.

Hari ini sudah memasuki awal februari, yang berarti sudah memasuki bulan terdingin di tahun ini. Ah bulan yang sedikit Amaya benci, karena pasti akan ada pekerjaan yang tertunda setiap harinya.

Today is tuesday, yang artinya hari ini adalah hari selasa. Amaya tak ada jadwal mata kuliah pagi, tetapi ia harus ke toko kue dan menitipkan kue buatannya. Pemilik toko kue itu adalah seorang lansia yang berumur 62 tahun dengan satu pegawai lulusan SMA di dekat universitasnya.

Ia sering menitipkan kue-kue khas Indonesia di toko itu, sehingga beberapa pelanggan menjadi suka dan dengan setia mereka berbelanja di toko itu. Namanya adalah 'Meryem pasta dükkanı', Maryem atau dalam bahasa Indonesianya Maryam adalah nama sang pemilik toko.

Duduk di tepian jendelan kos-nya, Amaya memandang luas kedepan, ah pemandangan yang indah dengan sinar matahari yang baru saja terbit. Segelas kopi hangat dan satu potong roti simit menemaninya di pagi yang dingin ini. Perkiraan cuaca hari ini adalah 11° dan menjelang malam akan turun menjadi sekitar 8°.

Lihatlah, baru saja awal bulan sudah di sambut dengan hawa dingin. Sembari menunggu kue yang akan ia titipkan matang, Amaya melamun memikirkan kondisi lelaki semalam. Bagaimana kondisinya? Apakah ia baik-baik saja? Dimana dia sekarang? Padahal semalam saat berjalan ia sangat sempoyongan dan hampir sesekali terjatuh.

"Huh sudahlah memikirkan lelaki itu sama saja dengan memikirkan kenapa batu di daerah pantai bisa membesar setiap tahunnya." Ucap Amaya sambil sesekali menyeruput kopinya.

Jangan bertanya apakah ia sudah sholat atau belum, jawabannya belum. Karena, awal bulan adalah jadwalnya kedatangan tamu bulanan.

Kue babak pertama selesai, ia mengeluarkannya dari oven dan menaruhnya di keranjang rajutan dari rotan yang ia beli di salah satu kios di gang arah toko kue. Saatnya babak kedua di oven.

"Huh, apakah anak diluar sana sudah makan?" Ucapnya dalam hati, ia menyisihkan sedikit kue yang ia buat untuk anak jalanan. Nanti saat ia pergi ke toko kue pasti akan bertemu mereka.

Sembari menunggu kue babak ke 2 selesai di oven, Amaya memilih untuk mencuci muka dan sedikit menggunakan make up, setelah itu ia akan pergi. Perjalanannya yang pertama adalah menyinggahkan beberapa tugasnya yang harus di fotocopy, setelah itu ia akan mengantarkan kue ke toko kue, dan terakhir pergi ke kampus untuk matkul pertama siang ini.

Tak banyak mata kuliah yang harus Amaya ikuti hari ini mungkin hanya 2, satu saat siang hari dan satu saat sore hari.

Benar bukan? Baru beberapa langkah Amaya keluar dari gang kos-nya ia sudah menemukan beberapa anak kecil yang duduk di tepian jalanan. "Hey oğlum, biraz ekmek ister misin?" Sapa Amaya, salah seorang dari anak kecil itu mengangguk, ia mendekat dan Amaya memberikannya satu potong roti dan sekotak susu coklat.

'Hey nak, kau mau roti?'

Kemudian anak kecil itu kembali kekelompoknya dan ia membisikkan pada anak kecil lainnya. Amaya tersenyum melihat mereka bergelombolan datang padanya. Ia mulai menyuruh mereka berbaris dan memberikan mereka satu persatu roti dan sekotak susu coklat sama seperti anak kecil sebelumnya.

Setelah roti di keranjangnya yang ia isi khusus untuk anak-anak itu habis, Amaya melanjutkan langkah kakinya menuju toko kue. Tak jauh, mungkin sekitar 70meter dari tempatnya membagikan roti.

Tringg... bunyi lonceng pintu toko kue saat pintu di bukakan. "Iyi günler büyükanne." Sapa Amaya pada sang pemilik toko saat melihatnya sedang duduk di kasir. Sang pemilik tersenyum dan membalas sapaan Amaya.

'Selamat siang nenek.'

"Ini kue dan roti khas Indonesia yang baru saja aku panggang." Ucapnya, sang pemilik lagi-lagi tersenyum.

"El-Zahra, ambilah keranjang itu dan susun di raknya." Ucap nenek Maryam perlahan, ia adalah orang yang sangat ramah.

"Tentu nenek." Sahut Zahra tersenyum. Mengambil keranjang yang di berikan Amaya dan memindahkan isinya satu persatu ke rak khusus untuk kue Amaya.

"Baiklah nenek, Amaya akan pergi ke kampus." Pamitnya sebelum benar-benar pergi.

Tak lama Amaya pergi, mungkin baru sekitar 5 meter, seorang lelaki dengan wajah yang menyeramkan datang. "Yaşlı büyükanne o pastayı istiyorum." Ucapnya sambil menunjuk salah satu kue buatan Amaya, nastar. Kue kering kuning yang berlapiskan telur dengan isian selai nanas.

'Nenek tua aku ingin kue itu.'

"Ya bajingan, kenapa lagi wajah jelekmu itu?" Tanya nenek, lalu ia mengambilkan lelaki itu kue yang di tunjuknya. "Berapa hah?" Ucap nenek Maryam sangar.

"5 nene." Jawab sang lelaki. Nenek Maryam tak lagi terkejud, lelaki itu memang akan membeli dalam jumlah yang tak sedikit dan akan kembali lagi sekitar 5 atau 6 hari kemudian.

"Ya, kau belum menjawab pertanyaan nenek." Ucap nenek Maryam lagi sambil menghitung belanjaan sang lelaki.

"Aku kecolongan semalam nenek, ditambah ada wanita mengesalkan yang sok ingin menolong." Jawabnya.

"Siapa salah? Sudah tahu mereka mengincarmu, masih saja kau berkeliaran tanpa pengawasan. Dasar anak bandel." Nenek Maryam memarahi lelaki itu, dan menggetok kepalanya dengan tongkat untuk ia berdiri.

"Ya ya ya, terserah nenek saja. Jangan lupa berikan aku nomor orang yang membuat kue ini." Sang lelaki menyeru, tanpa menunggu jawaban ia pergi meninggalkan toko itu.

Siapa sebenarnya lelaki yang membeli kue di toko kue Maryam?

"Bersambung.♧"

See you on the next part.
Janlup vote, komen, dan follow akun author♡

Kisah dari TurkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang