Part 2.

140 39 4
                                    

'Ketika kepercayaan di hianati, apa yang akan terjadi?'

Usai kuliah Amaya pulang sekitaran pukul 5 sore, saat di jalan ia singgah di tempat fotocopy tempatnya menitipkan tugas untuk difotocopy. "Selamat sore Tuan, aku ingin mengambil tugas milikku yang tadi pagi aku antarkan." Ujarnya.

"Sore kembali Nona, baiklah, tunggu sebentar." Jawab sang pemilik tempat fotocopy.

Selesai dengan urusan pertugasan, Amaya melanjutkan langkah kakinya. Tak jauh dari tempat fotocopy, Amaya berbelok ke sebelah kiri, berbalik dari arah tempatnya tinggal. Mungkin ia akan ke supermarket?

Amaya sepertinya kehabisan beberapa bahan untuk membuat kue kering dan roti. Seperti gandum, margarin, gula? Ntahlah, Amaya sudah mencatatnya di buku harian miliknya.

Setibanya di supermarket ia melihat bayangan seseorang, apakah laki-laki misterius semalam? Jika iya maka Amaya akan sangat menghindarinya.

Amaya mengambil sebuah troli dan menyusuri lorong satu persatu bahan yang akan ia beli. Saat ia berada di lorong pewarna makanan, ada satu warna yang ia sukai dan ia tak bisa menggapainya.

Tinggi rak itu tak seberapa, tapi Amaya yang seperti kurcaci. Saat ia mencoba meraih pewarna itu, tangan seseorang yang jari kelingkingnya di perban. "Ini Nona." Ucap sang pria sambil menyerahkan pewarna itu pada Amaya.

Amaya yang takut melihat tangan sang pria langsung menundukan kepalanya, dan otaknya dengan otomatis memproduksi kejadian semalam. Apakah ini pria yang semalam ia temui seudah hampir mati?

"T-terima kasih Tuan." Ucap Amaya, tanganya dengan gemetar menerima pewarna yang di berikan lelaki itu.

"Apakah masih ada yang di butuhkan di rak paling atas Nona?" Tanya lelaki itu. Amaya menggeleng, tak berani mengangkatkan kepalanya.

"Baiklah, perkenalkan namaku Abrahaam." Kali ini lelaki itu mengajak Amaya untuk berkenalan. Anda siapa? Sokab sekali.

"A-amaya Tuan." Ucap Amaya sambil menerima uluran tangan Abrahaam.

"Hey, apakah wajahku menakutkan?" Tanya Abrahaam. Amaya menggeleng, "lalu, kenapa kau tak mengangkat wajahmu dan melihatku?" Tanya Abraham lagi. Perlahan Amaya mengangkat wajahnya, dan melihat wajah Abrahaam. Nah kan! Benar, lelaki di depannya adalah lelaki yang semalam hampir mati.

"Sebentar?" Ucap Abrahaam sambil memikirkan sesuatu. "Kau wanita yang menjadi pahlawan kesiangan semalam kan?" Nah ini yang ia ingin katakan sedari melihat bayangan wanita ini. Amaya dengan takut mengangguk.

Luka sobek di sekitaran bibir dan mata pria itu semangkin parah, mungkin itu lebih sakit?

"Baiklah Nona pahlawan, aku akan berterima kasih karna kau sudah bersedia membantu walau tak berguna semalam." Ucap Abraham, matanya memandang tajam Amaya. Memindai dari bawah hingga atas. Bahkan gadis itu hanya sebahunya.

"Hey Tuan apa tadi namamu? Ab- Ababil? Ah iya Abrahaam. Hey Tuan Abrahaam, semalam aku mendatangimu dengan takut-takut, tampangmu sudah seperti gembel yang bahkan mungkin lebih dari gembel. Kau pernah berkaca Tuan? Kau lihat itu? Itu dan itu?" Ucap Amaya panjang sambil menunjuk bibir, mata dan jari tangan Abrahaam.

"Kau lihat?" Lanjutnya sambil mengarahkan handphonenya ke hadapan Abrahaam. "Kau lihat wajahmu yang sudah seperti buronan itu Tuan Abrahaam? Aku ini masih memiliki rasa kemanusiaan. Dan apa katamu aku pahlawan kesiangan? Oh ayolah Tuan, itu saja masih untung aku lewat situ, jika tidak, mungkin saja kau sudah dimakani serangga-serangga kecil." Ujarnya. Uh, dia sudah kepalang marah.

Sekarang mereka menjadi pusat perhatian. "Ah iya-iya baiklah, maafkan aku Nona Amaya."

"Hey, cari berandalan kecil itu sekarang. Tadi aku melihatnya berlari kearah sini."

Abrahaam yang mendengar itu panik, untung saja saat ini ia sedang menggunakan hoodie dan ada satu wanita mungil di depannya. "Ah tatlım, başka ne almak istiyorsun?" Ucap Abrahaam, setelah mengucapkan itu ia merangkul pundak Amaya. Amaya yang terkejut tak bisa melakukan apa-apa, tubuhnya serasa membeku.

'Ah sayang, apalagi yang ingin kau beli?'

"Untuk sekali ini saja Nona, aku mohon kerjasamanya." Bisik Abrahaam.

"Permisi nona." Panggil sepertinya orang yang mengincar Abrahaam.

"Iya? Maaf, kenapa?" Tanya Amaya.

"Apakah anda melihat seorang lelaki dengan wajah yang remuk dan salah satu jarinya patah?" Ucap pria itu. Amaya menggeleng.

"Tidak, aku tidak melihatnya. Ini adalah kekasihku, jangan melihatnya seperti melihat makanan Tuan. Dia lelaki baik-baik dan wajahnya sangat rupawan, ah iya, biar anda tidak salah paham, jarinya di perban karena habis tertabrak mobil." Ucap Amaya ganas, nyali lelaki di depannya sedikit menciut, ah gadis mungil itu sangat imut saat ia marah. Jarinya yang pendek sangat lucu ketika menunjuk lelaki di sampingnya, ditambah jarinya di telan sweater yang kebesaran.

Walaupun badan lelaki di hadapan Amaya sangat kekar dan besar, nyalinya akan ciut ketika berhadapan dengan wanita mungil seperti Amaya. Karna ia berpikir, bahwa wanita yang ganas dan garang adalah wanita yang sedang datang bulan, dan perkiraanya benar.

"Baiklah-baiklah Nona, maafkan aku." Ucap lelaki itu.

"EH TUAN ENAK SAJA. Setelah membuat perut saya tambah sakit karena ngomel-ngomel dan anda menuduh kekasih saya, enak saja anda mau pergi begitu saja. Cepat berikan aku uang untuk konsultasi kedokter." Ucap Amaya sambil mengulurkan tangannya kearah sang pria, ah tangan itu mungil dan separuhnya di telan sweater.

"Ini Nona." Uh lelaki yang sangat perkasa. Amaya tersenyum puas, dia sebenarnya bukan wanita yang suka memeras seseorang. Tapi bukankah ini adalah peluang? Ditambah Amaya sedang berada di awal bulan. Memanfaatkan kesempatan.

Selesai memberikan uang pada Amaya, lelaki itu sedikit berlari menjauh darinya. Amaya tertawa kecil, meraih trolinya dan ingin pergi dari sana.

"Bersambung.♧"

See you on the next part.
Janlup vote, komen dan follow akun author.

Kisah dari TurkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang