3

1.1K 232 3
                                    

Manik ungu (Y/n) membola kaget. Pantas saja nama itu tidak terasa asing, ternyata bocah laki-laki dihadapannya ini merupakan protagonis dari Manhwa favoritnya, Solo Leveling.

"Halo~? Jin-Woo pada (Y/n)~ Kau baik-baik saja?" Jin-Woo melambaikan kedua tangannya didepan (Y/n).

"Ah, oh, eh, aku baik-baik saja." Balas (Y/n) sambil menyingkirkan tangan Jin-Woo dari depan wajahnya, dan menggunakan tangan satunya untuk menutupi setengah wajah sang gadis yang terasa panas.

"Kau yakin? Wajahmu merah, (Y/n) tidak sedang demam kan?" Jin-Woo mencoba untuk mengecek suhu tubuhnya, namun (Y/n) sudah lebih dulu melarikan diri, bersembunyi dibalik tubuh ayahnya.

Para orangtua yang melihat tingkah anak-anak mereka tertawa kecil. Sungguh menggemaskan, pikir mereka bertiga.

'Siapa sangka sang Shadow Monarch saat kecil tampak imut seperti ini? Hatiku belum siap oi! Bahaya, bahaya, bahaya, dia manis sekali..'

Dan begitulah, pertemanan mereka dimulai. Sejak saat itu, Jin-Woo dan (Y/n) sering menghabiskan waktu bersama. Entah itu untuk bermain, belajar, atau bahkan hanya sekedar mengobrol berbagai macam hal seperti anak-anak pada umumnya. Hingga tak terasa sudah hampir setahun mereka berteman.

Disebuah taman, terlihat 2 orang anak laki-laki dan perempuan sekitar 10 tahun sedang bermain ayunan.

"(Y/n)!" Panggil Jin-Woo.

"Hmm? Iya, kenapa?" Yang dipanggil menoleh sembari menghentikan gerakan ayunannya, memusatkan fokus pada si bocah laki-laki.

"Oh.. Itu.. Umm.." Jin-Woo itu tampak gelagapan, entah karena gugup, atau sekedar belum menemukan kata yang cocok, atau bahkan keduanya.

"..." Gadis itu tidak membalas, hanya diam menunggu si bocah laki-laki menyelesaikan ucapannya.

"Dimana Seo-Jin dan Seo-Jun?" Tanyanya membuat (Y/n) mengerutkan kening.

"Mereka berdua menemani Jin-Ah dirumahmu kan? Memangnya kau tidak melihat mereka ketika mau keluar rumah?" Gadis itu balik malah bertanya.

"Setelah ku ingat kembali, mereka memang sedang bermain.." Jawaban Jin-Woo membuat (Y/n) menatapnya datar.

"10 tahun kedepan, kita harus tetap berteman. Janji?" Bocah itu mengulurkan tangan, menunjukkan jari kelingkingnya.

(Y/n) menatap Jin-Woo dan tangannya bergantian, lalu membalasnya sembari mengangguk kecil. "Janji."

.
..
.

"(Y/n).. Kamu masih mengoleksi benda-benda seperti ini?" Tanya Jin-Woo sembari mengambil belati berbahan plastik khusus milik temannya itu.

Selama ia mengenal (Y/n), gadis itu mengoleksi barang-barang yang sedikit tak sesuai dengan penampilan manisnya. Pisau, belati, pedang, perisai, atau bahkan buku-buku tentang ilmu sihir juga alkimia--yang tentu saja merupakan replika dari plastik atau kayu, dan buku sihir tak nyata bagi si pemuda. Walaupun sudah nyaris 4 tahun mereka berteman, pemuda berusia 14 tahun itu masih tidak memahami selera teman sekaligus tetangganya itu.

"Aku tidak hanya mengoleksinya sih.. Yah, kita tidak pernah tau kapan kita benar-benar membutuhkannya kan?" Balas (Y/n) tersenyum penuh makna, yang mendapat tatapan sulit dimengerti dari sang pemuda bermanik gelap.

'Kalau ingatanku tidak salah, tahun ini akan ada serangan monster di seluruh dunia.. Aku tidak boleh bermalas-malasan lebih lama, apalagi aku harus melindungi keluargaku.' (Y/n) memainkan belati ditangannya sejenak, sebelum melemparkannya ke ujung ruangan.

"... (Y/n)." Panggil Jin-Woo sambil melihat langit dari balik jendela.

"Iya Jin-Woo, kenapa?" Tanya (Y/n) seraya mengambil belati yang ia lempar tadi.

"Itu.. Tadi tidak ada saat kita pulang kan?" Tanya si pemuda menunjuk ke luar.

(Y/n) diam-diam meneguk ludah, ia mendekati jendela tersebut. 'Jangan bilang..'

Dan seperti yang si gadis duga, Gate pertama terbuka di Korea. "Jin-Woo, kemasi barang-barangmu sekarang, jangan lupa peringatkan orangtuamu." Ujarnya serius lalu segera masuk ke kamarnya, mengambil apa saja yang mungkin (Y/n) perlukan ke dalam tas ransel.

(Y/n) menyerahkan secarik kertas berisi alamat suatu tempat pada Jin-Woo, yang langsung diterima oleh si pemuda. "Huh? Kenapa?" Jin-Woo masih tidak memahami situasi saat ini. Memang apa yang akan terjadi sampai (Y/n) yang ia kenal tidak mudah takut ini gemetar seperti ini?

"Singkatnya, bencana besar akan terjadi. Aku tak bisa menjelaskannya lebih jauh, yang penting sekarang kita semua harus selamat dulu."

"Apa!?"

"Cepat siap-siap sana! Aku tunggu kamu dan keluargamu di alamat itu!" Usir (Y/n) yang kesabarannya mulai habis, membuat Jin-Woo segera berlari menuju apartemen nya.

(Y/n) mencoba menghubungi sang ayah. Ia tau kalau saat ini Ji-Hoon masih bekerja.

"Halo, (Y/n)? Ada apa nak?" Terdengar suara dari seberang telepon.

Gadis itu segera keluar rumah, tak lupa mengunci pintu juga. "Appa cepat pulang sekarang, biar aku saja yang menjemput Seo-Jin dan Seo-Jun." Ia merasa tanah mulai bergetar, tanda bahwa sebentar lagi para monster akan muncul.

"Eh? Tapi nak, kau tahu kan kalau Appa ada janji penting hari ini.."

"Cepat kesini sebelum aku benar-benar membenci Appa."

"... Kamu sekarang dimana?"

"Aku akan segera kirimkan alamatnya." Telepon itu terputus begitu saja. (Y/n) segera mengirimkan alamat yang dimaksud pada sang ayah.

Setelah selesai, ia kembali berlari menuju tempat kedua adiknya berada, salah satu taman dekat rumah mereka. "Seo-Jin! Seo-Jun!"

"Noona!!" Kedua saudaranya itu menoleh, menghampiri kakaknya yang terengah-engah.

"Noona kenapa lari kemari? Kan Appa yang menjemput hari ini?" Tanya Seo-Jin dengan polosnya.

"Hyung benar, kenapa Noona yang menjemput kami? Apa Appa baik-baik saja?"

"Haah.. Noona tidak punya banyak waktu untuk menjelaskannya.. Haah.. Yang penting--" Ucapan (Y/n) terpotong oleh suara lain.

"UUWAAAHHH!!!"

"AAARRRGGHHH!!"

"KYAAAAA!!"

"APA ITU!?!?"

"ADA MONSTER!!"

"SEMUANYA LARI!!!"

'Shit, mereka rupanya sudah sampai sini.' (Y/n) tanpa aba-aba langsung menggendong adik bungsunya, lalu menggandeng tangan Seo-Jin, membawa mereka untuk segera pergi dari tempat itu. Tanah kembali bergetar seperti ada gempa.

"Seo-Jun, tutup mata dan telingamu, pegang Noona erat-erat. Seo-Jin, jangan sekalipun menoleh ke belakang, kau tidak boleh melepaskan tangan Noona. Mengerti?"

"Iya."Seo-Jun mengangguk kecil, segera menuruti sang kakak, menutup kedua mata dan telinganya erat.

"Haah.. Aku mengerti." Jawab Seo-Jin agak terengah.

"Agh-!" Namun Seo-Jin tampaknya kurang beruntung. Ia tersandung oleh tanah tak rata berkat gempa tiba-tiba itu. (Y/n) menarik napas, kemudian juga menggendong adik pertamanya itu dan segera berlari.

Ia tidak peduli dengan kakinya yang menjerit sakit, ia tidak peduli dengan napasnya yang tak karuan, yang ada dipikirannya hanya satu. Yaitu selamat dari kejadian mengerikan ini.

'Kumohon, kumohon, kumohon.. Selamatkan kami dari tragedi mengerikan ini!'

Bersambung..

1011 kata

Author Note : Hai hai, ketemu lagi dengan Author Lia~ Mungkin banyak yang tidak familiar dengan bagian cerita ini, karena Lia coba bikin part ini dengan ingatan manhwa seadanya + Lia gak baca Light Novelnya huhu (ಥ‿ಥ) Anyways, jangan lupa vote dan comments yah, sampai jumpa lain waktu ~

Archmage? No, I'm Just An Ordinary WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang