2

1.3K 240 0
                                    

Di dalam sebuah mobil, tampak Ji-Hoon, (Y/n), Seo-Jin, dan Seo-Jun. "Tidak ada barang yang tertinggal kan?" Tanya Ji-Hoon pada kedua anaknya.

Kedua anak kecil itu menjawab bersamaan. "Tidak ada."

"Bagus. Kita berangkat sekarang!"

Selama perjalanan menuju sekolah, hanya lagu pop dan senandung Seo-Jin yang mengisi tempat itu.

"Appa." Panggil (Y/n) ke sang ayah, ia menatap Ji-Hoon yang ada di sebelahnya.

"Iya (Y/n)? Kenapa?"

"Dimana Eomma?"

"..."

Tidak ada yang berani buka suara, bahkan suhu di dalam mobil terasa lebih dingin dari sebelumnya.

"... Eomma sekarang ada di-" Ucapan Ji-Hoon terpotong oleh suara lain.

"Uwaaaaaah! Uwaaaaaaaaaaah!" Tangisan Seo-Jun memenuhi tempat itu.

"Eh? Seo-Jun kenapa? Jangan menangis.. Tidak apa-apa Seo-Jun.. Tidak apa.. Jangan menangis ya.." Seo-Jin berusaha menenangkan adiknya, sementara Ji-Hoon ingin membantu, namun ia harus fokus menyetir.

"Kenapa, nak? Kamu haus kah? Seo-Jin tolong ambilkan biskuit bayi dibelakang kursi ayah, yang warna biru."

Seo-Jin mencoba membujuk sang adik. "Yang ini kah? Lihat kesini Seo-Jun, ini ada makanan favoritmu." Namun Seo-Jun menggeleng keras sembari terus menangis.

"Uhh.. Jangan menangis.. Terus Seo-Jun mau... Apa?" Seo-Jin sempat terdiam sejenak, memperhatikan jari tangan kanannya digenggam erat oleh si bungsu yang tiba-tiba berhenti menangis.

Ji-Hoon yang melirik dari spion tengah terkekeh kecil. "Sepertinya Seo-Jun hanya perlu kehangatan Hyungnya."

Mendengar itu, Seo-Jin memerah malu. Bahkan Seo-Jun mulai tertawa seolah tidak pernah menangis sama sekali. Mendapat reaksi seperti itu, mereka ikut tertawa. Tapi ada 1 orang yang tidak ikut tertawa, siapa lagi kalau bukan (Y/n).

'Perubahan mood keluarga ini luar biasa yah.. Aku tidak yakin kalau aku bisa terbiasa dengan para laki-laki ini dalam waktu dekat.' Batin (Y/n) sambil tertawa canggung. Namun bagaimanapun juga, manusia adalah mahkluk yang beradapptasi cepat atau lambat.

Tidak lama, Ji-Hoon dan Seo-Jin turun dari mobil, hanya menyisakan (Y/n) dan adik bungsunya. Gadis itu menoleh ke belakang, melambai pelan pada sang adik, yang dihiraukan olehnya.

Berkat reaksi itu, (Y/n) tersenyum canggung. 'Apa reaksi ini ada hubungannya dengan aku menanyakan tentang ibu tadi?' Pikirnya. Tepat setelah itu, Ji-Hoon telah kembali.

Selama perjalanan, tidak ada yang memulai percakapan sama sekali. Hanya memerlukan waktu beberapa menit hingga mereka sampai di sekolah (Y/n).

"Dah, Appa. Dah, Seo-Jun." (Y/n) melambai ringan pada sang ayah dan adik laki-lakinya, yang dibalas oleh Ji-Hoon saja.

Memutar badan, (Y/n) berjalan menuju sekolahnya. Atau lebih tepatnya, kemana kakinya melangkah. Walaupun ia tidak memiliki satupun memori disini, tapi tampaknya tubuh si gadis masih mengingatnya.

Menatap ruangan bertuliskan 'Ruang Guru', (Y/n) memasuki ruangan itu tanpa banyak bicara. Begitu masuk, beberapa pasang mata melirik sekilas ke arahnya, lalu mereka kembali menyibukkan diri dengan pekerjaan masing-masing.

(Y/n) menarik napas singkat. "Selamat pagi. Nama saya (Y/n) (L/n), saya ingin menanyakan dimana ruang kelas saya, mohon bimbingannya."

Seorang guru wanita menghampiri sang gadis mungil. "Halo (Y/n). Saya wali kelasmu, Kim Hana. Ayo sini ke meja ibu guru dulu."

Archmage? No, I'm Just An Ordinary WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang