Chapter 3

363 87 144
                                    

Ini hampir jam makan siang, mina dan jennie belum meninggalkan apartemen. Jennie masih harus menunggu mina yang harus menyelesaikan beberapa pekerjaannya lagi sebelum pergi ke butiknya.

Sedangkan jeongyeon memilih untuk tetap tinggal di kamarnya dan tidak pernah keluar dari sana. Itu hanya akan membuat hatinya semakin sakit karena sikap dingin mina kepadanya.

Jennie mulai bosan menonton TV sendirian di ruang tamu, dia memutuskan untuk pergi ke atas, memeriksa sahabatnya apakah dia sudah siap untuk pergi.

Saat jennie berada di lantai 2, kamar di seberang kamar mina setengah terbuka. Saat itulah dia melihat siluet punggung jeongyeon disana.

Pria itu berbaring menyamping, menyandarkan kepalanya di lengan bawahnya. Dia tidak bergerak, tetap dalam posisi itu seperti batu.

Jennie menatapnya, memikirkan semua yang ada dalam pikirannya.

Jika saja dia tidak mengalah, apa jeongyeon akan hidup bahagia dengannya?

Jika saja jeongyeon lebih dulu bertemu dengannya, mungkinkah jeongyeon memilihnya atau tetap memilih mina untuk menjadi istrinya?

Dan jennie tahu jika semua pertanyaan itu tidak akan pernah terjawab.

Jennie ingin sekali meminta jeongyeon berhenti menjatuhkan harga dirinya dan memintanya untuk pulang ke korea bersamanya....tapi itu akan sia-sia.

Pria itu akan tetap memilih untuk mempertahankan rumah tangganya dan tetap bersama mina.

Apapun yang terjadi, dia pasti akan tetap tinggal....itu lah yang akan dia katakan.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya mina yang membuat jennie kaget.

"Siap berangkat?"tanya jennie mengalihkan perhatian mina.

"Hmm..." mina bersenandung sebagai jawaban.

"Oke, ayo pergi..."jennie menatap jeongyeon lagi.

"Jeongyeon oppa, kita akan pergi. Apa kau yakin tidak akan ikut bersama kami?" jeongyeon tidak menjawab, dia tetap membeku.

"Dia mungkin sedang tidur. Ayo pergi, jennie..." jennie tidak bisa berbuat atau berkata apa-apa lagi, jadi dia hanya mengangguk lalu mengikuti sahabatnya turun ke bawah.

Yang mereka tidak ketahui, jeongyeon ternyata tidak tidur. Dia mendengar semuanya, dia sangat ingin mengatakan ingin pergi dengan mereka tapi tidak bisa.

Tangannya nampak setia memegangi foto polaroid dirinya dengan mina saat pulang ke korea.

Jeongyeon hanya bisa menangis dalam diam dan bertanya-tanya apa kesalahan yang telah ia perbuat hingga membuat istrinya berubah begitu kejam pada dirinya.

Dia sempat berpikir, apa karena dia tidak bisa menghasilkan keturunan untuk mina atau istrinya itu menemukan pria lain yang menggeser posisinya di hati mina?

Apa itu memang karena keturunan?

Tapi mereka sudah pernah membicarakan hal itu. Mina juga tidak pernah mempermasalahkan hal itu.

"Aku menikahimu bukan karena ingin mempunyai anak, tapi aku hanya ingin hidup bahagia dengan orang yang ku cintai...dan orang itu adalah kau, Yoo Jeongyeon..."

"Tidak apa-apa jika kita tidak diberikan keturunan. Yang penting....aku masih memilikimu di dalam hidupku. Jika kau mau..kita bahkan bisa mengadopsi seorang anak..."

Kata-kata itu kembali terngiang ditelinga jeongyeon. Tapi itu sudah sangat lama sekali...itu lima tahun setelah pernikahan mereka.

Mungkin saja, istrinya itu berubah pikiran, bukan?

Life Change (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang