Pagi Haru dimulai dengan sepiring nasi goreng buatan nenek dan segelas susu coklat hangat. Haru makan dengan lahap, kakinya yang menggantung di kursi ia goyang-goyangkan dan bibirnya sedari tadi tak berhenti menyunggingkan senyum kecil.
Bukan karena nasi goreng buatan nenek saja yang membuat bocah itu nampak amat bahagia, tetapi hari ini adalah hari pertama Haru masuk sekolah sebagai murid kelas satu di sekolah dasar yang tak jauh dari rumahnya. Haru sampai tak bisa tidur dengan nyenyak tadi malam karena ingin cepat-cepat pergi ke sekolah dan bertemu banyak teman baru, lalu mengerjakan tugas yang diberikan oleh bu guru.
“Haru, sudah selesai makannya?” Aida sedikit berteriak dari arah dapur, takut-takut cucunya itu tak mendengar perkataannya.
“Sudah Nek!”
“Mana Nenek lihat?” Aida menghampiri Haru yang masih betah duduk di meja makan dengan kaki masih bergoyang tak beraturan. “Wah, hebat banget habis semua! Itu susunya cepat habiskan, nanti keburu dingin.”
“Okey, Nek.” Bocah laki-laki itu lantas menenggak susu coklat yang berada dihadapannya, tak butuh waktu lama bagi Haru si pecinta minuman berasa manis itu untuk menghabiskannya dalam sekali tenggak susu coklat itu telah raib dari dalam gelas.
“Selesai!” ucapnya dengan riang. “Nek, kapan kita ke sekolah?”
Aida tersenyum melihat tingkah cucunya yang sangat menggemaskan, apalagi sekarang Haru mengenakan seragam merah putih yang agak kebesaran membuat tingkat kegememasan bocah itu menambah berkali-kali lipat.
“Aduh cucu Nenek sudah besar saja. Sudah mau masuk sekolah dasar. Nenek jadi sedih,” ujar Aida lalu menyeka ujung matanya seolah tengah menangis.
Haru lantas mengerutkan keningnya dan mengusap lengan neneknya. “Nenek kenapa sedih? Harusnya Nenek bahagia Haru sudah besar, itu tandanya Haru akan cepat membahagiakan Nenek dan ibu. Tidak lagi menjadi anak yang tidak berguna seperti kata ibu.”
Ucapan panjang yang keluar dari bibir cucunya itu membuat Aida tertegun, jadi selama ini Haru selalu memikirkan setiap perkataan yang diucapkan Livia. Aida kira anak sekecil Haru tidak akan mengerti dengan perkataan pedas yang diucapkan ibunya. Ternyata dia telah salah, cucunya itu mengerti semuanya tetapi bocah kecil itu memilih untuk diam dan Aida banyak belajar dari sosok kecil Haru.
Sembari melempar senyum Aida berkat, “Haru selalu membuat Nenek dan ibu bahagia, selamanya akan seperti itu.” Lalu wanita paruh baya itu mengusap lembut rambut cucunya.
“Nenek ke kamar dulu, ya.” Setelah mendapatkan anggukan dari cucunya, Aida lekas meninggalkan Haru di ruang makan.
“Ibu, Haru menghabiskan sarapan dan hari ini akan sekolah supaya jadi anak yang berguna. Ibu senang, kan?” ujar anak kecil itu begitu melihat sosok Livia yang tengah berdiri di dekat pintu dapur.
Livia tak mengindahkan perkataan Haru, wanita itu seolah menganggap ucapan Haru hanyalah angin belaka. Haru yang tak mendapatkan respon apapun dari ibunya hanya diam dan menunduk mencoba memikirkan letak kesalahannya, mungkin saja Livia tak mendengar ucapannya jadi dia tak merespon perkataan Haru. Dengan riang Haru menghampiri ibunya yang tengah menuangkan jus ke dalam gelas di dapur, bocah kecil dengan senyum manis itu memegang tangan ibunya yang terlihat melamun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Hari Untuk Haru
Teen FictionHaru dalam bahasa Jepang memiliki arti musim semi atau musim bunga. Musim semi sangat dinanti-nanti oleh setiap makhluk Tuhan dimuka bumi karena kehadirannya membawahkan nuansa baru bagi kehidupan. Tapi berbeda dengan Haru Artama Kaindra. Dia hanyal...