Dewasa Secara Paksa

226 45 0
                                    

Haiii, "Satu Hari Untuk Haru" balik lagi, terima kasih untuk semuanya yang masih menunggu cerita ini. Happy reading ❣️

♪♪ Song for today • Kidult by Seventeen• ♪♪

Tiga tahun berlalu, tepat pada hari ini Haru berulang tahun yang ke-10

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiga tahun berlalu, tepat pada hari ini Haru berulang tahun yang ke-10. Tetapi ia hanya terduduk dengan lengan yang tak henti-hentinya mengusap benda yang berada di hadapannya, anak laki-laki itu menatap dengan tatapan kosong ke arah tonggak pendek yang didirikan di atas gundukan tanah. Rasanya dunianya telah runtuh tak tersisa. Haru tak tahu lagi akan mengadu kepada siapa kali ini, ingin rasanya marah tapi tak bisa.

Neneknya, Aida siang tadi dinyatakan berpulang karena penyakit yang dideritanya. Haru merasa bersalah karena tidak mengetahui apapun tentang rasa sakit yang neneknya derita selama ini, ia hanya tahu neneknya baik-baik saja. Selama hidupnya Aida tidak pernah menunjukkan apapun kepadanya, yang neneknya perlihatkan hanya senyum bahagia yang menenangkan.

"Nek, hari ini Haru ulang tahun. Haru udah besar. Sesuai janji, Haru antarkan nenek ke rumah baru, nenek senang gak? Tapi Haru sedih, nek."

Haru mengusap pipinya yang basah, ia menengadah menatap langit yang entah kenapa begitu cerah hari ini. Apakah semesta tak mendukungnya untuk bersedih? Ataukah itu adalah salah satu bentuk dukungan semesta untuknya yang seakan telah runtuh? Entahlah Haru benar-benar merasa kosong hari ini, jiwanya seakan direnggut secara paksa, tak ada lagi senyuman manis yang terpatri di wajahnya.

"Har, udah jangan kayak gini. Nenek gak akan suka." Juan, menjadi satu-satunya orang yang selalu berada disisi Haru. Juan juga sama kehilangan sosok Aida yang telah dia anggap sebagai neneknya sendiri, tapi dia tak boleh berlarut dalam kesedihan agar dia dapat menguatkan sahabatnya, Haru.

"Setelah ini gak tau lagi mau kemana. Nenek udah gak ada," ujar Haru dengan tatapan kosong.

Juan mengusap matanya yang berair, dia tak tega melihat sahabatnya seperti ini. "Semuanya akan baik-baik aja, Har. Kamu harus percaya, masih ada ibumu, aku, dan mungkin aja ayah kamu akan datang. Kamu harus sabar."

"Tapi kamu akan pergi, mungkin ibu juga. Dan untuk ayah, aku udah gak berharap lagi."

Banyak sekali kejutan di hari ulang tahun Haru kali ini. Mulai dari neneknya yang pergi untuk selamanya, Juan yang akan pindah rumah karena masalah keluarganya, dan mungkin saja ibunya juga akan meninggalkan dirinya sendiri. Entahlah Haru merasa belum siap, ia belum siap di dewasakan oleh waktu secara paksa seperti ini. Haru hanyalah seorang anak yang baru menginjak usia remaja, ia belum mengerti banyak hal.

Juan tak kuasa lagi membendung air matanya tanpa ragu dia memeluk Haru, pertemuan ini mungkin yang terakhir bagi mereka. Tapi sejujurnya Juan ingin ini adalah awal dari kisah persahabatan dia dan Haru, dia banyak belajar dari sosok Haru yang selalu kuat menerima segala takdirnya. Juan juga ingin sehebat Haru, tapi dia belum bisa.

"Maaf, Har, maaf. Semoga ini bukan akhir tapi awal. Maaf, Har." Juan terus menggumamkan kata maaf.

Haru tersenyum getir, lalu membalas pelukan Juan. Kedua anak itu menangis bersama, saling menumpahkan rasa sesak yang dirasakan masing-masing. Haru dengan segala masalahnya yang belum menemukan titik terang dan Juan dengan problematika keluarga yang membuatnya terasa di pukul dengan amat keras.

|••||🌹🥀||••|

Setelah kepergian Aida satu bulan lalu dan Juan yang pindah rumah satu Minggu setelahnya, kehidupan Haru benar-benar terasa berbeda. Rasa kosong dan sepi lebih menguasai remaja itu, di usianya yang baru menginjak 10 tahun ia harus menelan pil pahit dari kehidupan.

Livia, ibunya selama sebulan ini jarang berada di rumah, wanita itu lebih sering menghabiskan waktunya di luar. Memang apa yang harus di harapkan dari sosok Livia, dia masih sama tak berubah sedikitpun. Masih menjadi sosok ibu berhati dingin yang menganggap Haru hanya bayangan yang pantas dilupakan. Selama satu bulan ini Haru hidup dengan uang yang ditinggalkan neneknya secara diam-diam semasa neneknya masih ada, terkadang Haru tak makan demi menghemat uang peninggalan neneknya untuk bekal kedepannya. Tak apa tak makan satu hari asalkan semua kebutuhan rumah terpenuhi saat ibunya pulang nanti.

Kebanyakan uang itu haru belanjakan untuk keperluan ibunya. Saat Livia pulang selalu tersedia makanan kesukaan wanita itu, tetapi saat pulang ke rumah Livia tak pernah ingat akan sosok Haru.

Haru selalu mencoba mengajak bicara ibunya, tetapi hanya keheningan yang anak itu dapatkan. Sama seperti saat ini, Haru mencoba berbicara dengan ibunya.

Hari ini Livia pulang ke rumah, dengan ragu Haru memberanikan diri berdiri di sisi ibunya untuk berbicara. "I-ibu, maaf. Haru mau minta uang," ujarnya dengan terbata.

Uang terakhir peninggalan neneknya sudah habis Haru gunakan membeli makan untuk ibunya, saat ini ia tak ada lagi pegangan uang sepeser pun. Mau kerja pun tak akan ada yang mau memperkerjakan anak di bawah umur seperti Haru, dengan terpaksa ia minta kepada Livia.

Livia mengentikan kegiatan makannya, tanpa diduga wanita itu membanting sendok yang dia genggam.

Prang!!!

Suara cukup keras membuat Haru terlonjak di tempatnya berdiri, anak laki-laki itu menunduk tak berani menatap Livia.

"Uang? Memangnya kemana uang yang ibu saya kasih buat kamu, hah?! Saya tahu ibu saya gak mungkin ninggalin kamu tanpa apa-apa. Gunakan itu dan jangan pernah meminta uang atau apapun kepada saya. Karena saya gak ada hubungan apapun dengan kamu, ingat itu!"

Setelah mengatakan kalimat yang menyayat hati anaknya, Livia pergi meninggalkan Haru sendirian. Haru mengusap dadanya yang terasa sesak, dengan gemetar ia duduk merasakan sesak di dadanya yang tak hilang-hilang.

"Harusnya ini udah biasa, Har, tapi kenapa masih sakit?" monolognya dengan tangan tak henti-henti memukuli dadanya sendiri, berharap rasa sesaknya berkurang.

Semua makian dan kata-kata pedas yang terlontar dari mulut ibunya sudah lama Haru dengar. Haru ingin terbiasa dengan semuanya agar tak pernah ada lagi sesak, tetapi mau sekuat apapun dia menahan dan mencoba terbiasa ia tetap tak bisa. Ia hanya seorang anak yang membutuhkan rengkuhan dan uluran tangan dari orang dewasa, bukan sebuah bentakan dan kata-kata yang seolah menyuruhnya tenggelam dalam kegelapan dan kekosongan.

Satu Hari Untuk HaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang