Vero memicingkan matanya menatap pembagian kelas untuk semester baru ini yang tertempel di kaca jendela kelas. Sudah tradisi SMA Angkasa untuk mengacak anggota kelasnya setiap kenaikan kelas. Hal tersebut bertujuan agar para siswanya lebih bisa berteman dengan banyak siswa lainnya dan temannya tidak terkesan itu-itu saja.
Kelas 11 di SMA Angkasa ini ada 7 kelas IPA dan 3 kelas IPS. Dari ketujuh kelas tersebut, Vero sudah mencari hampir 4 kelas namun belum menemukan namanya tertulis di kertas daftar nama anggota kelas itu. Ini adalah kelas kelimanya, kelas 11 IPA-5. Mata sipitnya semakin menyipit tatkala harus melihat kertas daftar anggota kelas yang tertempel di jendela kelas IPA 5 yang bahkan lebih inggi darinya. Dan akhirnya ketemu. Namanya tertulis di nomor absen 30 dari 32 siswa.
"Gimana, Ver udah ketemu?" Alicia, atau yang biasa dipanggil Cia yang merupakan sahabat dekatnya kini sudah berdiri disamping Vero.
"Yah, engga sekelas kita. Tapi gapapa, kelas kita sebelahan." Vero mengeluh. Dirinya ada di kelas IPA-5, sedangkan Cia berada di kelas IPA-3 yang hanya berjarak 1 kelas darinya.
"Iya deket, ntar kalo istirahat gua samperin lu, deh. Yaudah masuk sana, kenalan sama temen sekelas lu." Cia melambaikan tangannya ke arah Vero sambil mulai berjalan menuju kelasnya.
Vero menghembuskan napas panjang. Dia sangat malas untuk bersosialisasi. Selama satu tahun kemarin, dirinya bahkan hanya berteman baik dengan Cia. Temen sekelasnyapun dia tidak begitu ingat namanya. Bukan karena dia dijauhi atau dibully, namun karena Vero yang menjauh. Dia tidak ingin terlibat dengan banyak manusia yang membuatnya harus bersusah payah bersosialisasi. Punya satu atau dua teman saja sudah cukup untuknya.
Vero kemudian berjalan pelan masuk ke kelasnya. Dia menatap teman-temannya yang akan terus bersamanya selama satu tahun ke depan. Sebenarnya, ada beberapa teman sekelasnya dulu yang juga masuk kelas ini. Namun Vero tidak begitu ingat siapa saja mereka.
Tiga menit lagi bel masuk sehingga tentu saja kelasnya sudah ramai. Beberapa siswi bahkan sudah membuat konferensi yang entah membahas apa. Karena sudah hampir masuk semua, bangkupun sudah hampir terisi semuanya. Hanya tersisa 1 bangku kosong tepat meja nomor 2 dari belakang. Mau tidak mau, Veropun berjalan pelan menuju bangku itu.
Belum sempat Vero duduk di bangkunya, badannya ditabrak oleh seseorang dan membuatnya hampir oleng. "Minggir, ngalangin jalan."
Dengan kesal, Vero langsung berbalik menatapnya. Seorang siswa yang lebih tinggi darinya dengan dasi yang entah kemana. Walaupun begitu, pakaiannya rapi dan bau softener menguak darinya. Dan dia, Vero akui cukup membuatnya terpesona.
Walaupun begitu, hal tersebut tidak bisa menghilangkan rasa kelas Vero yang ditabrak begitu saja. Apalagi oleh seorang siswa yang badannya saja bisa 1,5x lipat ukuran badannya. Vero membuka mulutnya, bersiap untuk menghujami siswa itu makian. Namun ternyata suara nyaring seseorang terlebih dahulu terdengar.
"Nata, kalo jalan pake mata. Buta, lu!" Itu suara cewe yang duduk tepat di depan bangku kosong yang akan di tempati oleh Vero. Entah dia siapa, tapi yang jelas Vero berterima kasih karena berkatnya diriya tidak perlu mengeluarkan suara untuk mengomel.
"Iya-iya, Ris. Bawel amat pagi pagi gini." Nata mengiyakan dengan malas sambil duduk di kursinya yang ternyata tepat di belakang Vero. Sepertinya setahun ke depan merupakan tahun yang berat.
Vero kemudian duduk sambil tetap menatap nanar ke Nata. Dia kemudian duduk dan langsung ditatap oleh ketiga cewe yang tadi sedang asyik mengobrol.
"Lu gapapakan, Ver? Nata emang suka brengsek." Seseorang yang tadi dipanggil 'Ris' oleh Nata menanyakan keadaannya. Vero mengangguk pelan. Sebentar. Kenapa dia mengenalnya? Aapakh 'Ris' dulu sekelas dengannya?
"Lu kenal gua?"
"Yaelah, paralel 2 dari 300 lebih siswa. Siapa yang engga kenal. Oh iya, kenalin aku Risa." Risa mengulurkan tangannya. Vero menjabat tangan Risa. Dari pandangan Vero, Risa termasuk siswi yang lumayan cantik. Rambutnya menguntai panjang, tergerai lurus menuupi punggungnya. Jepit bunga daisy bertengger indah di atas telinga kanannya. Risa sepertinya tipe yang mudah bergaul dengan siapa saja. "Vero."
"Tania," ujar siswi yang duduk di sebelahnya. Dia terlihat tidak sebegitu aktif Risa, namun sepertinya cukup ramah. Tania sepertinya yang paling tinggi diantara mereka, kulitnya juga termasuk yang paling gelap. Vero menjabat tangan Tania sambil mengucapkan namanya.
"Putri." Kali ini giliran teman sebangku Risa yang mengulurkan tangannya. Dia sepertinya merupakan yang paling kalem diantara mereka bertiga. Vero menjabat tangannya singkat.
"Nanti ke kantin bareng ya, Ver." Risa mengajaknya ramah. Alasan klise. Memang bisanya seseorang dekat dengan yang lainnya karen sering pergi ke kantin bersama.
"Sorry, udah sama Cia." Alasan klise juga yang dipakai oleh Vero setiap kali ada yang mengajaknya makan bersama di kantin. Rasa malasnya untuk bersosialisasi membuatnya hanya bisa ke kantin dengan Cia atau dia akan berakhir akward seperti saat Cia tidak masuk sekolah beberapa waktu lalu karena sakit. Vero harus mau ke kantin dengan entah siapa yang mengajaknya karena dia memang lapar dan akan aneh rasanya makan di kantin sendirian.
"Lu sama Cia sodaraan, kah? Gua sering banget lihat lu sama Cia kemana-mana barengan. Kaya udah sepaket." Putri menimpali.
Tidak aneh rasanya mendengar pertanyaan ini. Vero sudah mendengar bertanyaan ini puluhan kali sepertinya. Hal tersebut karena dirinya memang hampir selalu bersama Cia di sekolahan. Dan memang hanya dengan Cia Vero berteman baik.
"Engga, kita cuma teme..." Belum sempat Vero menyelesaikan ucapannya, seseorang masuk kelas dengan suara nyaring yang hampir bisa di dengar dari seluruh penjuru kelas. "Good morning, everyone."
Seorang siswa dengan baju urakan masuk ke kelas disusul oleh seorang siswa berkaca mata yang membawa tas besar yang dapat dipastikan berisi gitar. Vero menatap siswa itu dengan kesal karena telah membuat telinganya meminta ampun. Pagi-pagi sudah membuat onar.
"Sial bener kita sekelas sama Revan. Bisa sakit telinga gua."
Dari ucapan Tania, bisa dipastikan kalau siswa yang berteriak tadi bernama Revan. Revan berjalan pelan ke arah Vero. Vero kemudian melihat meja di sampingnya yang kosong. Sial, Revan akan duduk di meja sebelah.
Benar saja, Revan meletakan tasnya di meja tepat di sebelah Vero. Dia kemudian berdiri tepat di samping Vero. "Halo, contekan berjalan."
Sepertinya setahun ke depan akan membuat Vero sakit kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
HER BOYFRIEND
Teen Fiction[Based on True Story] Not overall, just a little bit. Maybe, just like inspired by my own experience. lol Veronnica Huang, atau yang biasa dipanggil Vero merupakan siswi kelas XI-IPA 5 SMA Angkasa. Tahun pertamanya dilalui dengan baik baik saja, sam...