Vero turun dari motornya dengan lemas. Dirinya bangun kesiangan hari ini. Alhasil, kini di depan parkiran motor sudah ada anggota OSIS yang sedang menjaganya. Memastikan tidak ada siswa yang bisa lepas dari hukuman karena terlambat. Sebenarnya, Vero sudah cukup sering terlambat. Bahkan dia termausk siswa yang datang paling terakhir di kelas. Namun dia jarang terkena hukuman saja karena sering lepas dari pandangan guru BK maupun anggota OSIS yang sedang bertugas.
Mungkin hari ini dirinya hanya sedang sial. Untungnya, dirinya tidak dihukum sendirian. Ada sekitar 8 siswa lainnya yang sepertinya kebanyakan berupa anak IPS dari kelas 12. Tidak mengherankan. Dan jangan lupa, di sampingnya kini ada Furqon yang entah sejak kapan berdiri di sampingnya.
Begitu keluar dari parkiran, mereka langsung di bariskan di depan para anggota OSIS yang siap mengomel. Saat tahu tadi dirinya kesiangan, Vero sebenarnya lebih suka langsung alfa saja daripada terkena hukuman. Namun, dia ingat kalau awal semeser biasanya tidak begitu ketat jadi mungkin dirinya tidak akan tertangkap seperi biasanya. Namun ternyata, perkiraannya salah. Dan disinilah dirinya sekarang. Berbaris di bawah matahari pagi dengan siswa lainnya.
Setelah siswa yang telat berbaris semuanya, Christabel atau yang biasa dipanggil Abel selaku Ketua OSIS tahun ini mulai berbicara. "Kalian tahu sekarang jam berapa?"
Vero melirik jam tangannya, "07.18" jawabnya. Abel langsung menatapnya. Bahkan Furqon yang berdiri di sampingnya langsung menoleh ke arahnya. Semua orang tahu itu hanya pertanyaan retoris dari Abel. Bukan sebuah pertanyaan yang wajib dijawab.
"Kalian sadarkan kalau kalian udah telat?"
"Tau," Vero kembali membalas pertanyaan retoris dari Abel. Furqon yang menyadari perubahan ekspresi Abel langsung menyenggol lengan Vero. Mengisyaratkan Vero agar tidak semakin membuat Abel naik pitam.
"Veronnica Huang, lancang ya, kamu!" Abel mengucapkan kata itu dengan nada yang tinggi. Mungkin ini pertama kalinya dia melihat ada siswi yang begitu arogan di depannya.
"Apasi, kan lu nanya gua cuma jawab. Kalau omongan lu gamau dijawabin ya jangan nanya. Jangan ngomong sekalian. Jadi manusia aneh banget." Vero tidak tahu mengapa dirinya seperti sangat tidak menyukai Abel. Padahal dirinya biasanya tidak peduli dengan sekitar.
"Veronnica Huang, jalan jongkok keliling lapangan sekarang!" Bukan Abel. Suara itu dari Pak Setya, guru BK killer yang kepalanya sudah botak separuh. Vero sepertinya melupakan kalau Pak Setya daritadi mengamati mereka dari belakang Abel. Sepertinya Vero memang sedang sial.
Vero berjalan malas melewati siswa telat lainnya, dia berjalan menuju pinggir lapangan. Saat melewati para siswa yang telat tersebut beberapa dari mereka ada yang menyemangati Vero dengan berbisik.
"Semangat, Vero."
"Anjay, Vero. Mantap."
"Gege bener, lu."
"Abisin Ver, tancap terus. Gua dukung."
Dan kata-kata lainnya yang hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri Vero.
Vero menaruh tasnya di samping lapangan, kemudian mulai berjongkok. Kedua tangannya dia letakan diatas kepala dengan malas. Kemudian kaki pendeknya mulai berjalan jongkok mengitari lapangan. Vero tidak memerdulikan tatapan dari siswa lainnya yang mengintip dari pintu kelas yang terbuka. Dia juga tidak mengindahkan tatapan para siswa yang sedang berolah raga di lapangan. Vero tidak kenal mereka. Kenapa harus peduli dengan apa yang mereka pikirkan?
***
Vero berjongkok di samping Furqon yang tengah mencabuti rumput. Peluh membasahi keningnya. Rambut Vero yang tadinya tergerai sekarang sudah dikuncir kuda. Berjalan jongkok mengitari lapangan yang besarnya cukup untuk menampng 1000 orang saat upacara tentu saja bukan main capeknya. Betisnya sudah mati rasa sekarang.
"Selonjoran dulu, Ver. Ntar kaki lu keriting." Ujar Furqon sambil tetap mencabuti rumpur liar di taman kecil depan perpustakaan itu. D taman itu hanya ada mereka berdua, anak-anak yang telat lainnya sudah di suruh untuk membersihkan tempat yang lainnya. Sebenarnya Pak Setya tidak menyebutkan dengan spesifik kemana Vero harus pergi setelah dia menyelesaikan jalan jongkoknya. Namun, dia hanya mengenal Furqon diantara siswa yang telat lainnya. Jadi dia mengikuti Furqon membersihkan taman.
Vero menyelonjorkan kakinya di tanah. Dia tidak memedulikan tanah gembur yang mungkin akan susah dihilangkan di roknya. Da hanya ingin beristirahat sebentar.
"Lu gege banget tadi. Si Boss aja sampe kagum, loh."
"Si Boss siapa?"
"Juna, Arjuna Purna Wangsa. Ketua Black Eagle, masa gakenal?"
Vero menggeleng. Dia tahu Black Eagle, geng motor sekolahan. Gengnya Furqon. Tapi Vero tidak pernah sekalipun melihat Ketuanya, Juna. Atau mungkin Vero tidak menyadari keberadaannya karena dia memang terlalu cuek dengan sekitarnya.
Furqon memang bisa dibilang siswa yang cukup nakal. Penampilannya urak-urakan, kulitnya menggelap karena terbiasa berada di bawah matahari dalam waktu yang lama. Matanya tampak sayu karena keseringan mabok. Begitu kata Cia. Tapi entah kenapa, Cia yang anak rumahan seperti Vero begtu tergila-gila dengan Furqon. Walaupun begitu, Furqon Vero akui memang cukup karismatik. Itulah kenapa dia digadang-gadang akan menjadi Ketua Black Eagle selanjutnya.
"Veronnica Huang!"
Vero yang sejak tadi bersantai langsung berjongkok di samping Furqon dan langsung ikut mencabuti rumut. Tanpa menolehpun, mereka berdua bisa menebak kalau itu suara Pak Setya. Vero yang kalang kabut panik hanya diketawain oleh Furqon yang melihat tingkat Vero lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HER BOYFRIEND
Teen Fiction[Based on True Story] Not overall, just a little bit. Maybe, just like inspired by my own experience. lol Veronnica Huang, atau yang biasa dipanggil Vero merupakan siswi kelas XI-IPA 5 SMA Angkasa. Tahun pertamanya dilalui dengan baik baik saja, sam...