Seperti biasa, Zhan diantar supirnya. Namun, setelah sang supir pergi dia langsung berlari ke depan halte bus di mana bunga kuning tumbuh di kanan kirinya.
Tempat yang telah mereka sepakati kemarin---tempat pertama kali mereka berjumpa.
Tampak seorang pemuda menggunakan jaket kulit kusam dan topi sedang menunggunya dan tanpa berkata-kata dia langsung menarik lengan Zhan untuk segera naik ke bus yang baru saja tiba.
"Ma-mau ke mana kita?" tanya Zhan gugup. Sebenarnya dia merasa takut, bayangan ciuman kemarin terus menghantui pikirannya, ada rasa penasaran dan senang di waktu bersamaan yang memaksanya untuk mempercayai pemuda itu.
"Kau lihat saja nanti, aku yakin kau akan menyukainya," jawab Wang Yibo santai.
Setelah perjalanan kurang lebih 30 menit akhirnya mereka sampai di sebuah kebun bunga yang begitu indah, sebuah kebun lavender yang terbentang luas, di sisinya berdiri sebuah gereja tua yang begitu elegan.
Mata Zhan melebar, senyum termanis itu perlahan tertarik dan merekah dengan sempurna.
"Kenapa kau diam saja? kau bisa bebas berlari ke sana dan memetik sesukamu, tidak ada bacaan dilarang memetik," goda Yibo. "Tetapi setelahnya, kau harus membayar sendiri pertangkainya."
Zhan menoleh ke arah Wang Yibo tidak percaya, melirik dengan ekor matanya, tetapi malah disalah artikan oleh Wang Yibo.
"Maaf Tuan Putri, uangku hanya cukup untuk ongkos naik bus pulang nanti, dan membayar tiket masuk tadi, lain kali aku akan bekerja lebih keras lagi untuk membelikanmu seikat bunga lavender," kata-kata tulus Wang Yibo yang membuat Zhan tersentuh dan tanpa sadar langsung memeluknya.
Lalu berlari dengan malu menuju bunga-bunga lavender. Biasanya Zhan akan marah jika Wang Yibo selalu mengoloknya dengan sebutan Tuan Putri, atau Meiren, tapi untuk kali ini akan Zhan maafkan, karena dia bisa merasakan niat tulus dari ucapan lelaki itu.
"Ah, dasar Tuan Putri itu, ternyata suka juga yang gratisan," gumam Wang Yibo pelan, sambil tersenyum.
Padahal dia sendiri tahu dengan jelas jika bukan seperti itu, tidak ada wanita manapun di dunia ini yang membenci bunga, terlebih bunga itu berwarna ungu, dan dari orang yang special, tetapi, tunggu dulu! Meiren bukan seorang wanita. Pffft ... Dia tertawa sendiri.
Meiren sebutan sayang Wang Yibo berikan kepada Zhan, tetapi jangan sekali-kali menyebut nama itu di depan Zhan, dia kan marah dengan mata melotot dan pipi dikembungkan, seram? Oh tentu tidak! Itu terlihat sangat lucu.
"Xiao Zhan! Tunggu sampai aku membawakan seikat bunga lavender untukmu, saat itu tiba, kau adalah milikku!" Yibo berteriak dengan penuh percaya diri.
Pemuda yang dijanjikan itu hanya tersenyum malu-malu, tak tahu harus menjawab apa, tetapi satu hal yang dia tahu hatinya begitu bahagia saat ini.
"Wang Yibooo!! Kau harus menepati janjimu!!" Zhan berlari di antara hamparan bunga lavender berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah, gerakannya seolah menggoda seorang Wang Yibo, membuat pemuda yang bernama Wang Yibo itu, kini telah ikut mengejarnya.
Sore itu, di kebun lavender, berhias senja, dua insan saling terikat janji.
"Zhan, aku benar-benar mencintaimu." Dengan Yibo mencium kening Zhan.
Zhan hanya diam mendapatkan perlakuan itu membuat Yibo semakin leluasa, ciuman itu turun ke mata, hidung, lalu bibir.
Kedua mata saling bertemu, Zhan membuka mulutnya membiarkan lidah itu bermain di dalamnya. Rasa bagai tersengat listrik Zhan rasakan saat tangan kasar Wang Yibo menyelusup di balik kemejanya menyentuh nipple pink yang masih perawan.
"Ah, Yiboo!"
Zhan mencoba mencegah tangan itu bermain terlalu jauh. Dengan wajah mengiba Zhan malah membuat Yibo tak dapat menahan. Di kebun lavender, di saat mentari mulai tenggelam untuk pertama kalinya Zhan merasakan sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Mereka merebahkan tubuh di hamparan lavender saling berbagi kasih, Yibo mengecup dahi Zhan penuh sayang.
"Aku benar-benar mencintaimu, Meiren!"
Zhan tak menjawab, langsung berdiri dan tersenyum malu-malu, Wang Yibo mengikutinya Zhan yang tengah menyusuri kebun bunga lavender.
Bunga cantik itu mengayun tertiup angin seolah memanggilnya untuk menghampiri, semerbak wangi bunga, cahaya hangat di waktu senja, dan wajah manis yang begitu bahagia, membuat Wang Yibo berpikir, akhirnya dia telah menemukan tujuan hidupnya sekarang.
Wang Yibo masih menatap dalam sosok yang masih tersenyum manis kepada bunga itu sebelum pulang.
"Hai, apa kau tidak menginginkan bunga itu?"
"Aku sangat menginginkannya, tapi ... aku akan sabar menunggu sampai seseorang memberikannya kepadaku nanti." Dengan wajahnya yang merona.
"Ternyata Tuan Putri ini pintar sekali bermain kata, kau tunggu saja, aku berjanji, bukan hanya bunga ini yang akan kubeli, bahkan orang yang akan menerima bunga ini akan aku beli sekalian," ucapnya penuh percaya diri.
Mereka saling menatap sesaat, Zhan mengerutkan dahinya seolah tengah mencerna ucapan Yibo, sesaat keadaan menjadi canggung hingga tawa lepas Zhan terdengar memecah keheningan dan pada akhirnya mereka saling menertawakan.
Zhan yang biasa tidak banyak bicara dan pendiam menjadi bawel saat bersama pemuda itu, bahkan berbagai aturan sudah dia langgar sekarang.
Mempunyai orang yang dapat mengerti dirinya sungguh menyenangkan, apa pun akan Zhan lakukan, bahkan dia sering pergi menyelusup dari kamarnya, hanya untuk menemui pemuda yang diam-diam sudah mulai mengokohkan posisinya di hati Zhan.
Akan tetapi, semua tidaklah mudah untuk Wang Yibo dapatkan, harus ada pengorbanan setimpal untuk hasil yang begitu memuaskan, dia bahkan harus rela babak belur oleh pengawal Zhan tanpa Zhan ketahui, bekerja siang malam dan menahan lapar hanya agar punya modal mengajak jalan tuan putrinya.
Tidak ada kata menyerah di kamusnya, walau sebenarnya Zhan selalu memaksa untuk membayar semua pengeluaran mereka berdua saat bertemu, tetapi pantang buat Wang Yibo untuk ditraktir oleh wanita, prinsipnya mau dalam keadaan apapun, pria harus punya harga diri dan tidak bisa dibeli.
Walau ujung-ujungnya dia akan kembali menjadi gembel, dan menjadi preman di malam hari. Semua dia rela lakukan demi tuan putrinya.
bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Lavender Promise (End)
FanfictionStatus: TAMAT "Xiao Zhan! Tunggu sampai aku membawakan seikat bunga lavender untukmu, saat itu tiba, kau adalah milikku." Pemuda yang dijanjikan itu hanya tersenyum malu-malu, tak tahu harus menjawab apa, tetapi satu hal yang dia tahu hatinya begitu...